*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini
Dja Mangantar gelar Baginda Radja hanyalah seorang guru sekolah dasar, namun yang menjadi pertanyaan adalah mengapa Pemerintah Hindia Belanda membangun makamnya di Kemajoran Batavia begitu megah. Hal itu sangat jarang terjadi. Pemerintah Hindia Belanda memberikan penghargaan kepada seorang pribumi jika benar-benar sangat berjasa. Bukankah Dja Mangantar gelar Baginda Radja hanya seorang guru?
Dja Mangantar gelar Baginda Radja hanyalah seorang guru sekolah dasar, namun yang menjadi pertanyaan adalah mengapa Pemerintah Hindia Belanda membangun makamnya di Kemajoran Batavia begitu megah. Hal itu sangat jarang terjadi. Pemerintah Hindia Belanda memberikan penghargaan kepada seorang pribumi jika benar-benar sangat berjasa. Bukankah Dja Mangantar gelar Baginda Radja hanya seorang guru?
Sejarah Padang Sidempuan adalah serial artikel sejarah Padang Sidempuan
dan sekitar. Sejak 1905 Afdeeling Padang Sidempoean, Residentie Tapanoeli terdiri
dari tiga onderafdeeling, yakni Onderafdeeling Angkola en Sipirok, Onderafdeeling
Mandailing en Natal, Onderafdeeling Batangtoroe dan Onderafdeeling Padang Lawas.
Kota Padang Sidempoean pernah menjadi ibu kota Residentie Tapanoeli (1875-1905).
Pada masa kini Afdeeling Padang Sidempoean adalah Tapanuli Bagian Selatan yang
terdiri dari empat kabupaten dan satu kota (Kota Padang Sidempuan, Kabupaten
Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Padang Lawas dan
Kabupaten Padang Lawas Utara). Serial artikel Padang Sidempuan ini telah
melengkapi sejarah kota-kota di dalam blog ini. Seelumnya sudah ada serial
artikel Kota Jakarta, Kota Depok, Kota Bogor, Kota Bandung, Kota Surabaya, Kota
Jogjakarta dan lainnya (lihat peta). Masih ada beberapa kota yang masih tahap
pengumpulan data.
Makam Dja Mangantar gelar Baginda Radja
disebutkan berada di Kemajoran, Batavia. Disebutkan dalam keterangan foto yang
dibuat Petz & Co, Dja Mangantar meninggal di Batavia pada tanggal 8 Oktober
1874 dalam usia 22 tahun dan dimakamkan di Kemajoran (Overleden op 8 Oktober
1874 op 22-jarige leeftijd). Masih muda, namun sudah mendapat penghargaan dari
Pemerintah Hindia Belanda. Bagaimana bisa? Untuk memahaminya, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.