Selasa, 30 Juni 2020

Sejarah Lombok (24): Sejarah Bayan di Lombok Tempo Doeloe; Bukan Pintu Belakang, Tapi Gerbang Lombok Terdepan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Bayan seakan terlupakan atau dilupakan. Bayan kini seakan terpencil, sebab keramaian perkembangan timur-barat atau sebaliknya (Lombok Barat dan Lombok Timur), perkembangan lebih lanjut (pulau) Lombok justru mengarah ke selatan (Lombok Tengah). Wilayah Lombok Utara seakan berjalan di tempat. Wilayah Lombok Utara kalah cepat dibandingkan kawan-kawannya di barat, timur dan selatan. Wilayah Lombok Utara ingin mengembalikan marwah agar menjadi yang terdepan di pulau Lombok.

Kecamatan Bayan, kabupaten Lombok Utara (Now)
Pulau Lombok sejak 1895 telah dibagi menjadi dua wilayah administratif yakni Onderafdeeling West Lombok dan Onderafdeeling Oost Lombok. Namun kemudian pada tahun 1896 sebagian wilayah dipisahkan dari West Lombok dan sebagian yang lain dipisahkan dari Oost Lombok yang kemudian disatukan dengan membentuk Onderafdeeeling Midden Lombok (Lombok Tengah). Wilayah Lombok Utara terbagi sebagian dimasukkan Onderafdeeling West Lombok dan sebagian dimasukkan Onderafdeeling Oost Lombok. Pada tahun 2008 bagian Lombok Utara yang dimasukkan ke Onderafdeeling West Lombok (yang menjadi kabupaten Lombok Barat) dipisahkan (kembali) dengan membentuk Kabupaten Lombok Utara. Kini, kabupaten Lombok Utara ingin kembali menjadi wilayah terdepan di pulau Lombok.

Sejarah Bajan [Bayan] di Lombok Utara adalah sejarah yang sangat tua di pulau Lombok. Namun sejarah Bayan kurang terinformasikan. Sejarah Lombok dipahami seakan-akan sejarah Lombok Barat, Lombok Timur dan Lombok Tengah saja. Sejarah Lombok Utara sejatinya memiliki sejarahnya sendiri. Lantas apa pentingnya menulis Sejarah Bayan di Lombok Utara? Yang jelas wilayah Lombok Utara telah menjadi wilayah otonomi (kabupaten) sendiri. Karena itu, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Peak van Lombok (Cornelis de Houtman, 1597)
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Bayan

Pencatatan sejarah Lombok sesungguhnya dimulai dari puncak tertinggi di pulau. Orang Eropa menyebut pulau tersebut dengan nama Lombok, merujuk pada nama sebuah kampong (Lombok) di suatu teluk di pantai timur pulau (juga disebut teluk Lombok). Sementara orang Eropa menyebut gunung tertinggi di pulau yang terlihat dari jauh di lautan sebagai puncak Lombok (peak van Lombok). Nama kampong Lombok, nama teluk Lombok dan nama puncak Lombok adalah penanda navigasi terpenting pulau yang disebut Lombok oleh orang Eropa dan gunungnya disebut orang setempat Rindjani. Pemilik danau di gunung Rindjani adalah penduduk Bajan.

Peta Portugis
Orang Eropa pertama mendaki gunung Rindjani adalah seorang Jerman Heinrich Zollinger pada tahun 1847. Heinrich Zollinger adalah orang Eropa pertama yang melihat danau Sagara di gunung Rindjani. Danau Sagara pada masa ini termasuk wilayah kecamatan Bayan di kabupaten Lombok Utara. Danau Sagara di puncak Lombok dapat dikatakan heritage penduduk Bayan.

Lantas kapan nama Bajan disebut? Orang Portugis menyebut pulau dengan nama Ilhas (pulau) Lomboc, nama pulau Penida disebut Ilhas Salombo. Nama-nama tempat di pulau ditulis dengan lafal orang Portugis. Pada ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman pada tahun 1597 mereka hanya mencatat satu nama kampong Lombok di teluk Lombok. Dalam catatan Cornelis de Houtman koloni (kerajaan) Djapara di pulau Lombok bermula pada tahun 1593. Kerajaan Djapara saat itu adalah salah satu kerajaan Islam terkuat di pantai utara Jawa. Orang-orang Djapara [Jepara] diduga kuat adalah orang yang kali pertama menanamkan (pengaruh) Islam di pulau Lombok.

Bajan atau Baijan adalah nama generik tempo doeloe. Nama Bajan juga ditemukan di Eropa sebagai nama klan (marga) dan juga nama pulau. Nama yang mirip dengan Bajan di Hindia adalah nama kerajaan Bachan di Maluku (Utara). Di (pulau) Jawa juga ditemukan nama Bajan di daerah bagian tengah Jawa. Pada masa ini nama Bajan ditabalkan sebagai nama kecamatan di kabupaten Lombok Utara dan nama kecamatan di kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Lantas mengapa Bayan tidak pernah diuntungkan baik pada masa doeloe maupun pada masa kini? Tempo doeloe hanya terdapat tiga pelabuhan di pulau Lombok diantaranya di Leboehan Tjarik dan Laboehan Lombok. Lalu kerajaan yang berkembang hanya di Laboehan Lombok yakni kerajaan Selaparang (lihat Peta 1720). Namun pada tahun 1740 kerajaan Selaparang ditaklukkan kerajaan Karangasem Bali. Laboehan Lombok meredup, lalu Laboehan Ampenan berkembang pesat. Laboehan Tjarik, pelaboehan di Bajan terus sepi sendiri.

Laboehan Tjarik dan Lombok (Peta 1675)
Nasib Bajan tidak pernah bangkit lagi. Ketika pada tahun 1895 dibentuk cabang pemerintahan Hindia Belanda yang terbagi ke dalam dua wilayah, West Lombok ibu kota Sisik-Selong dan Oost Lombok ibu kota Ampenan-Mataram, posisi GPS Bajan menjadi terpencil di utara pada wilayah West Lombok (berbatasan dengan Oost Lombok). Karena terpencil, Bajan sulit diakses dan kurang mendapat perhatian. Ternyata pada masa ini, nasib Bajan juga tidak berubah meski sudah terbentuk kabupaten Lombok Utara pada tahun 2008. Ibu kota kabupaten Lombok Utara tidak dipilih di Bajan atau Kajangan, tetapi yang dipilih adalah Tanjung (yang tidak jauh dari Kota Mataram). Bajan dengan wilayah administratif kecamatan Bayan tetap terpencil di dekat perbatasan kabupaten Lombok Timur.

Nama Bajan kali pertama tidak diketahui secara pasti. Pada peta tahun 1675 di pulau Lombok hanya diidentifikasi dua nama tempat yakni Laboehan Tjarik dan Lombok. Jika mengacu pada pembuatan peta ini, belum lama sebelumnya VOC menaklukkan kerajaan Gowa di Makassar. Sejak kehadiran Belanda tahun 1597, wilayah perairan utara pulau Lombok adalah rute pelayaran VOC dari Batavia ke Banda-Amboina melalui dua pelabuhan utama di Djapara dan Bima (pulau Soembawa). Ini menunjukkan saat itu Djapara dan Bima adalah sangat penting bagi VOC. Bima pada ekspedisi Belanda kedua tahun 1598 telah dikunjungi (lihat Peta 1598).

Bima di teluk Bima (Cornelis de Houtman, 1598)
Penduduk Lombok maupun penduduk Bali dan penduduk pulau Sumbawa bukanlah pelaut, tetapi petani dan pengumpul hasil-hasil huta dan beternak. Yang jadi pelaut pada masa itu adalah orang-orang Melajoe, pantai utara Jawa dan Gowa serta Bugis. Pelabuha-pelabuhan Tjarik dan Lombok didatangi pelaut-pelaut tersebut. Orang-orang yang intens bergaul dengan pedagang-pedagang lokal adalah orang Islam Moor. Secara teoritis, meski nama Bajan belum diidentifikasi oleh orang asing, Laboehan Tjarik adalah pelabuhan orang-orang Bajan di pedalaman. Para pedagang berdatangan ke pulau Lombok dan terbentuk pelabuhan karena ingin mendapatkan mata dagangan dengan melakukan barter dengan barang-barang yang dibawanya. Dalam hal ini orang Bajan menjual kayu cendana, kult rusa atau kulit sapi dan ternak seperti kuda. Orang-orang mendapatkan barang-barang dari pedagang seperti besi, garam dan kain. Dala hal ini Bima adalah pelabuhan utama orang-orang VOC-Belanda dan Laboehan Tjarik menjadi salah satu pelabuhan feeder. Diidentifikasinya pelabuhan Tjarik oleh orang Eropa sebagai penanda navigasi, secara teoritis, mengindikasikan keberadaan penduduk Bajan di kaki gunung Rindjani.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Bayan dalam Perkembangannya

Pada tahun 1847 Heinrich Zollinger mendeskripsikan tentang pelabuhan-pelabuhan perdagangan di pulau Lombok. Seperti dinyatakannya bahwa tidak diragukan lagi adalah Ampanan, di pantai barat pulau itu. Hampir seluruh perdagangan pulau dilakukan di sini. Tempat lain, dimana ada sedikit perdagangan, berada di pantai barat Padang Rhea dan Tandjong Karang, di pantai utara Baijan dan Soegian, di pantai timur Lombok, Laboehan Hadjie dan terutama Pidjoe. Nama yang terakhir, setelah Ampenan, adalah tempat utama perdagangan.

Peta 1894
Dari deskripsi ini Laboehan Tjarik tempo doeloe di pantai utara (pulau) Lombok saling dipertukarkan dengan nama Baijan [Bayan]. Sedangkan Soegian berada di pantai utara Lombok sebelah timur (kini masuk wilayah kecamatan Sambelia, kabupaten Lombok Timur). Dua pelabuhan ini merujuk pada lereng gunung Rindjani sebelah utara. Heinrich Zollinger mendeskripsikan lebih lanjut bahwa di sebelah utara kita temukan beberapa tempat di belakang teluk yakni di telok Rombeh, Telok Dalam, Laboean Menoenga Roejoek, Toeban, Sesaït, Baijan, Laboean Bira, Laboean Tjarik dan Suegian, tidak ada yang terkenal atau yang dapat melayani melawan angin SE. Hanya teluk Soegian tampaknya menjadi yang terbaik dan paling banyak dikunjungi, tetapi tidak pernah bisa menjadi yang terbaik untuk mendarat jika terjadi badai.

Secara khusus Heinrich Zollinger menyatakan pedakiannya ke gunung Rindjani menemukan danau Sagara. Disebutkannya hanya berhasil mencapai mahkota gunung yang disebut gunung Sankarean. Beberapa ratus kaki di atas danau, dimana hanya danau ini yang dapat didekati dari sisi utara gunung  yang keluar melalui tanah Baijan. Dalam deskripsi ini, satu jalan termudah untuk mendekati danau Sagara hanya melalui Bajan. Dengan kata lain, Bajan dan danau Sagara telah terhubung sejak lama. Bajan adalah suatu district di pulau Lombok.

Topografi Bajan (Peta 1894)
Berdasarkan catatan Heinrich Zollinger, pulau ini (Lombok] dibagi menjadi sejumlah besar lanskap (semacam kabupaten) dan district (semacam kecamatan) dengan rentang yang sangat berbeda. Pantai utara distrik terbesar adalah Baijan, wilayah tengah adalah distrik Praija. Secara umum distrik-distrik ini mencerminkan distrik-distrik jaman kuno (penduduk) Sasak [kerajaan Selaparang] dari mana mereka terbentuk. Hanya bagian-bagian yang terpadat di pulau ini dibagi menjadi banyak distrik dan subdistrik. Dewan setiap distrik dipimpin oleh gusti atau ida atau dewa. Mereka tidak tinggal di distrik yang harus mereka bina tetapi di Mataram.

Seperti yang dinyatakan Zollinger pembagian district pada era Bali Selaparang sama dengan pembagian wilayah di jaman kuno (kerajaan Lombok Selaparang), pada permulaan pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda tahun 1895, pulau Lombok juga dibagi ke dala wilayah yang kurang lebih sama dengan rezim sebelumnya (Bali Selaparang) yang terdiri dari 12 district. District Bajan dimasukkan ke wilayah Onderafdeeling West Lombok.

Peta 1896
Semua distrik-distrik di pulau (afdeeling) Lombok dikelompokkan menjadi tiga wilayah administratif Onderfadeeling: West, Oost dan Midden. Onderafdeeling West Lombok meliputi distrik Ampenan en Ommelanden, distrik Tandjoeng, district Bajan dan distrik Geroeng. Sementara di Onderafdeeling Oost Lombok meliputi Rarang, Sakra, Masbagik dan Pringgabaya, sedangkan Onderafdeeling Midden Lombok meliputi Praja, Djonggat, Batoe Kliang dan Kopang.

Batas wilayah district Bayan di sebelah timur adalah Onderafdeeling Oost Lombok yang dibatasi oleh sungai Poetik yang berhulu di danau Sagara gunung Rindjani. Sedangkan batas wilayah district Bajan di sebalah barat adalah district Tandjong yang dibatasi oleh sungai Segare. Berdasarkan Peta 1896 kota Bajan terletak di pedalaman dimana kepala distrik berkedudukan. Kota Bajan terhubung dengan jalan darat ke pelabuhan Laboehan Tjarik. Jenis jalan yang serupa juga dari kota Bajan terhubung dengan kampong Sembaloen Lawang.

Seperti disebutkan Zollinger (1847) danau Sagara terbuka ke pantai utara melalui sungai Poetik. Juga seperti disebutkan Zollinger bahwa untuk mencapai Sembalun Lawang dilalui dengan jalan yang agak sulit dari Priggabaja. Oleh karena wilayah administrasi masih berdasarkan jaman kuno, maka antara ibu kota distrik Bajan dan ibu kota distrik Priggabaja terhubung melalui darat via Sembalun Lawang. Sebagaimana diketahui ibu kota kerajaan Selaparang tempo doeloe berada di sekitar Priggabaja. Dengan kata lain kota Bajan sejak tempo doeloe terhubung ke laut di Laboehan Tjarik dan juga terhubung ke pedalaman melalui Sembaloen Lawang.

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar