Radjamin Nasution, seorang ‘gibol’ sudah menjadi tokoh penting di Surabaya. Tokoh penting di Batavia, yang juga ‘gibol’ adalah Parada Harahap. Salah satu ‘gibol’ yang menjadi tokoh penting adalah Abdullah Lubis di Medan. Poros Medan, Batavia dan Surabaya adalah poros sepakbola Indonesia pada masa itu. Di tiga ‘kota perjuangan’ untuk merebut kemerdekaan itu sudah terdapat tiga anak Padang Sidempuan yang memiliki sifat revolusioner yang masing-masing telah memiliki portofolio yang cukup baik.
Pada tahun 1932. Tiga tokoh mahasiswa yang
digadang-gadang oleh Parada Harahap masih berada di kampus masing-masing:
Soekarno di Bandung, Amir Sjarifoedin di Batavia dan M. Hatta di Belanda. Kebetulan
ketiganya tidak terlalu suka sepakbola, kesukaan mereka bertiga lebih pada
seni. Sedangkan tiga ‘gibol’ di tiga kota itu tetap bermain sepakbola. Abdullah
Lubis, pemiliki koran Pewarta Deli adalah anggota dewan kota (gementeeraad) Kota
Medan, Radjamin Nasution, seorang dokter dan pembina sarikat buruh pelabuhan juga menjadi anggota gementeeraad di Kota Surabaya.
Keduanya adalah macan di dewan kota masing-masing. Parada Harahap sendiri adalah
sekretaris PPPKI (ketuanya M. Husni Thamrin, anggota dewan pusat, Volksraad),
seorang pemilik tujuh surat kabar di Batavia.
Radjamin Nasution dan SVB (De I.c, 12-05-1932 |
Kapal ‘Panama Maru’ bersandar di Surabaya.
Parada Harahap disambut oleh Radjamin Nasution. Parada Harahap cukup lama di
Surabaya, seminggu lamanya, tetapi tidak diketahui apa yang dibicarakannya
Parada Harahap dan Radjamin Nasution dan apa aktivitas kedua tokoh ini selama
di Surabaya dengan tokoh-tokoh di Surabaya. Rombongan Parada Harahap dkk
berangkat dari Tandjong Priok, Batavia dengan kapal ‘Nagoya Maru’ dan tiba di
Kobe tanggal 4 Desember 1933. Pulang kembali ke tanah air, tiba di Tandjong
Perak, Soerabaija hari Sabtu pagi, 13 Januari 1934.