*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini
Bahasa
apa yang digunakan di Kesultanan Banten, jelas bukan bahasa Sunda dan bahasa
Jawa. Di (kerajaan) Demak digunakan bahasa Melayu, demikian juga di Kesulatan
Banten. Mengapa? Bukan karena bahasa yang digunakan di Malaka dan Atjeh adalah
bahasa Melayu. Namun karena hanya satu alasan, bahwa lingua franca saat itu
sudah sejak lama digunakan bahasa Melayu sebagai bahasa dalam navigasi
pelayaran.
Pada era Portugis, di kota pelabuhan
(kesultanan) Banten sudah sangat banyak orang Cina berdiam maupun orang
Bengalen dan Guzarat. Mendes Pinto pada tahun 1547 yang dapat dibaca di dalam
bukunya, mereka yang beraga bangsa ke Cina, Zunda, Demak dan Banten mengindikasikan
bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu. Mendes Pinto kali pertama ke Malaka
pada tahun 1539. Mendes Pinto yang pernah berkunjung ke Kerajaan Aru di daerah
aliran sungai Baroemoen (kini Padang Lawa, Tapanuli) menyebut kerajaan ini
memiliki 15.000 tentara, selain orang Batak, sebanyak tujuh ribu orang
didatangkan dari Indragiri, Djambi, Borneo (Kelimantan) dan Luzon (Filipina).
Pasukan kerajaan Aru ini diperkuat oleh orang-orang Moor (beragama Islam dari
Afrika Utara). Pada pelayaran Belanda yang pertama yang dipimpin Cornelis de
Houtman (1595-1597) selama enam bulan berdiam di Madagaskan yang mana Frederik
de Houtman berkesepatan belajar dan menyusun kamus bahasa Melayu sebelum melanjutkan
pelayaran ke Hindia Timur (dan berlabuh di Banten). Bagaimana bahasa Melayu
sampai di Madagaskar diduga sudah sejak lama komunitas orang Hindia Timur (berbahasa
Melayu) yang dibawa orang-orang Portugis.
Bahasa
Melayu sebagai lingua franca, posisi geografis kota pelabuhan (kesultanan)
Banten yang berada di pantai (terbuka) menjadi faktor penting mengapa bahasa
Melayu yang digunakan di Banten. Tentu saja setiap komunitas di kota pelabuhan
Banten menggunakan bahasanya sendiri dalam interaksi sesama. Namun sebagai
bahasa internasional (lingua franca) adalah bahaa Melayu. Dalam hal ini bahasa
Melayu (lingua franca) adalah satu hal. Bagaimana terbentuknya bahasa Banten,
bahasa Betawi dan bahasa Cirebon hal lain lagi. Seperti kata ahli sejarah
tempo doeloe, semuanya
ada permulaan, Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.