Minggu, 29 September 2019

Sejarah Kota Depok (58): Sejarah Parung, Distrik dan Onderdistrik di Depok; Parung Lebih Tua dari Bogor dan Pohon Jubleg


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini

Kota Parung adalah kota tua, kota (paling) besar di wilayah hulu diantara daerah aliran sungai Tangerang/sungai Tjisadane dan daerah aliran sungai Jacatra/sungai Tjiliwong. Kota Paroeng berkembang dan berpusat ke benteng (fort) Sampoera di Lengkong (kini Serpong). Lalu kota Paroeng dijadikan sebagai ibu kota distrik Paroeng. Luas distrik Paroeng membenteng ke arah utara hingga di Tjinere, ke arah timur di Depok, ke arah selatan di Semplak dan ke arah barat di Tjoeroe Bitoeng (kini kecamatan Nanggung).

Kota Paroeng (Peta 1901)
Kini, nama Parung hanya sebatas nama kecamatan di kabupaten Bogor. Sementara nama Depok telah menjadi Kota. Di masa lampau, Paroeng adalah ibu kota distrik, sedangkan Depok baru kemudian dimekarkan dari distrik Paroeng menjadi onderdistrik Depok beribu kota di Depok. Kota Depok kini terdiri dari 11 kecamatan, sementara kecamatan Parung terdiri dari sembilan desa, yakni: Iwul, Jabon Mekar, Pamager Sari, Parung, Waru, Warujaya, Bojong Sempu, Bojong Indah dan Cogreg.

Seperti kata pepatah, sejarah mengikuti jalannya sendiri mengikuti perjalanan waktu. Jika jarum jam diputar kembali ke masa lampau, nama Parung adalah segalanya. Disinilah letak keutamaan Parung di dalam sejarah. Seperti kata pepatah, garis sejarah akan berbalik kembali ke origin. Di sinilah keutamaan prospek Kota Parung di masa depan. Ibu kota negara dipindahkan ke Kalimantan Timur, ibu kota Jawa Barat dipindahkan ke Purwakarta, ibukota Bogor dipindahkan ke Cigudeg, dan Parung sendiri akan menjadi Kota (yang setara dengan Kota Depok dan Kota Tangerang Selatan). Untuk lebih memahami sejarah Parung, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 28 September 2019

Sejarah Bogor (29): Sejarah Bojong Gede dan Abraham van Riebeeck, 1701; Tempo Dulu Bodjong Manggis, Kini Bojong Baru


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Bojong Gede adalah sejarah yang panjang, yakni sejak era Bodjong Manggis hingga era Bojong Baru. Pada tahun 1701 pemerintah VOC/Belanda memberi izin kepada Abraham van Riebeeck untuk memiliki land di Bodjong Manggis dan Bodjoeng Gede (lihat Daghregister 1701). Lahan di Bodjong Manggis dan di Bodjong Gede inilah kemudian yang dikenal sebagai tanah partikelir (land) Bodjong Gede. Sebagaimana diketahui, land adalah domain awal dalam pembentukan wilayah yang sekarang.

Bojong Gede (Peta 1900)
Pada tahun 1684 pemerintah VOC/Belanda memberikan hadiah kepada Majoor Saint Martin dua lahan paling subur di hulu daerah aliran sungai Tjiliwong di Tjinere dan Pondok Terong. Hadiah ini diberikan pemerintah VOC/Belanda karena Majoor Saint Martin berhasil memulihkan situasi di wilayah (kesultanan) Banten. Dua lahan ini kemudian dibentuk menjadi land Tjinere dan land Pondok Terong/Tjitajam. Dalam perkembangannya, di sisi utara land Tjinere dibentuk land baru yang dimiliki oleh Hendrik Lucasz Cardeel, seorang arsitek yang membangun masjid (kesultanan) Banten. Land ini kemudian dikenal sebagai land Ragoenan. Pada tahun 1895 Cornelis Chastelein diberi izin memiliki lahan di sisi timur land Tjinere di Sering Sing (kemudian dikenal sebagai land Srengseng). Setelah Abraham van Riebeeck membuka pertanian di land Bodjong Gede, menyusul Cornelis Chastelein tahun 1703 membuka land baru di Depok (land Depok). Semua lahan-lahan ini adalah land-land awal di hulu sungai Tjiliwong. Untuk sekadar catatan: land Bloeboer baru dibentuk pada tahun 1750 yang dimiliki oleh Gubernur Jenderal Gustaaf Willem baron van Imhoff. Pada era Gubenur Jenderal Daendels (1808-1811) ibu kota pemerintah Hindia Belanda dibentuk dengan nama Buitenzorg (land Bloeboer).     

Lantas bagaimana sejarah lebih lanjut Bojong Gede? Pertanyaan inilah yang akan dijawab dalam artikel ini dengan menelusuri sumber-sumber tempo doeloe mulai dari era Abraham van Riebeeck (Bodjong Manggis) hingga era masa kini (Bajong Baru). Mari kita mulai dari kiprah Abraham van Riebeeck.

Jumat, 27 September 2019

Sejarah Bogor (28): Mengapa Ada Jalur Kereta Api Ruas Bogor ke Bandung via Sukabumi? Kopi, Teh, Kina, Ternak, Land


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Dalam rencana awal (1863), jalur kereta api (pulau) Jawa adalah Batavia ke Buitenzorg dan dari Batavia melalui Poerwakarta ke Bandoeng terus ke Jogjakarta. Namun dalam perkembangannya tidak demikian. Ruas pertama yang dibangun adalah ruas Semarang-Ambarawa (selesai 1869). Masih dalam rencana awal (1863) ruas Batavia-Buitenzorg akan dibangun melalui sisi timur sungai Tjiliwong dari Batavia via Bekasi ke Buitenzorg melalui Tjibinong. Namun dalam perkembangannya ruas yang kedua dibangun adalah Batavia-Meester Cornelis (selesai 1870).

Rencana jalur kereta api (1863)
Tahap berikutnya, jalur kereta api yang dibangun adalah ruas terusan Semarang ke Solo dan seterusnya ke Jogjakarta. Setelah jalur Solo, ruas selanjutnya yang dibangun adalah ruas Meester Cornelis-Buitenzorg (selesai 1873). Ruas sisi barat sungai Tjiliwong ini awalnya melalui Tandjoeng (Tandjoeng Barat, Tjinere, Sawangan dan Bodjoenggede baru ke Buitenzorg), namun dalam perkembangannya melalui Lenteng Agoeng, Pondok Tjina, Depok dan Pondok Terong baru ke Bodjonggede.

Lantas mengapa rencana awal cenderung berubah dengan kenyataannya. Itu semua karena pertimbangan ekonomi dan bisnis. Namun perubahan rencana menjadi kenyataan juga dipengaruhi oleh perimbangan efisiensi secara teknis dan efisiensi secara ekonomis. Dalam hal ini, lalu mengapa muncul tiba-tiba jalur ruas Buitenzorg-Bandoeng via Soekaboemi dan Tjiandjoer? Tentu saja masih menarik untuk diketahui, Untuk itu mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 22 September 2019

Sejarah Bogor (27): Sejarah Ciomas Bogor di Gunung Salak; Apakah Gunung Salak Meletus 1699 dan Mengapa Ada Bunker?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Secara geografis, Ciomas berada tepat di lereng gunung Salak, lereng gunung yang menghadap ke pantai utara. Di bawahnya yang disela sungai Tjisadane terletak kota Bogor (Buitenzorg). Begitu dekat Tjiomas dengan kota Buitenzorg, Hanya sebatas sungai Tjisadane. Namun ternyata tidak banyak sejarah Ciomas yang dapat ditemukan. Lantas apakah ada sejarah Ciomas?

Peta land Tjiomas (1887); Peta Buitenzorg (1914)
Kini nama Ciomas menjadi nama kecamatan di kabupaten Bogor. Tempo doeloe nama kampong Tjiomas di pinggir sungai Tjiomas dijadikan nama land (tanah partikelir). Land Tjiomas ini sangat luas, jauh lebih luas dari land tetangganya land Dramaga. Namun kini land Tjiomas pada masa kini yang dikenal sebagai kecamatan Ciomas hanya memiliki luas terkecil dari seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Kecamatan Ciomas kini terdiri dari 10 desa: Ciomas Rahayu, Ciomas, Kota Batu, Laladon, Mekarjaya, Padasuka, Pagelaran, Parakan, Sukaharja dan Sukamakmur.

Tjiomas bagi orang Eropa/Belanda mirip Thomas dan bagi orang Tapanoeli mirip Si Omas. Lalu apakah ada omas (emas) milik Tuan Thomas di sungai Tjiomas? Satu lagi, bahwa disebutkan gunung Salak pernah meletus pada tahun 1699 tetapi tidak sedikit yang meragukan. Lalu apakah gunung Salak memang benar-benar meletus pada tahu 1699? Semua pertanyaan ini menjadi satu dan menjadi pintu masuk yang utama untuk melacak sejarah Ciomas Bogor. Untuk itu, untuk memhami sejarah Ciomas lebih dalam, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 17 September 2019

Sejarah Tangerang (40): Sejarah Dramaga dan Landhuis Kampus IPB Bogor; Mengapa Dramaga Masuk Kabupaten Bogor Barat?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tangerang dalam blog ini Klik Disini

Dramaga bukanlah nama baru, Dramaga adalah kota tua. Keberadaan kota Dramaga paling tidak sudah dipublikasikan pada tahun 1772 oleh Josh Rach. Kota pertama yang terbentuk di hulu sungai Tangerang/sungai Tjisadane adalah kota Tjiampea dimana benteng VOC dibangun pada tahun 1710. Dari kota Ciampea kemudian muncul kota-kota baru seperti Dramaga, Leuwiliang, Djasinga dan Tjigoedeg. Dalam hal ini munculnya kota Dramaga sebagai perkembangan lebih lanjut dari keberadaan Kota Ciampea.

Landhuis Dramaga: Old (Oud) en Now (Nieuwe)
Kampus IPB Bogor relokasi dari Kota Bogor ke Kabupaten Bogor di Dramaga. Pada tahun 1989 wisuda tidak lagi dilakukan di Gedung Rektorat IPB Kampus Baranang Siang tetapi dilakukan kali pertama di gedung olahraga (GOR) Kampus IPB Dramaga. Yang diwisuda termasuk saya. Sejak itu, wisuda selalu diadakan di kampus IPB Dramaga hingga ini hari. Saat itu desa Dramaga tengah persiapan untuk pemisahan desa Dramaga dari kecamatan Ciomas dalam pembentukan kecamatan baru (Kecamatan Dramaga). Pembentukan Kecamatan Dramaga sendiri baru terlaksana pada tahun 1997. Kini, Kecamatan Dramaga bersama 13 kecamatan lainnya akan membentuk Kabupaten Bogor Barat, Tiga belas kecamatan lainnya itu adalah Ciampea, Parung Panjang, Tenjolaya, Pamijahan, Cibungbulang, Rumpin, Tenjo, Sukajaya, Jasinga, Nanggung, Cigudeg, Leuwisadeng dan Leuwiliang.

Itulah mengapa Kecamatan Dramaga pada masa ini secara historis sesuai dimasukkan ke dalam rencana pembentukan Kabupaten Bogor Barat. Pertanyaan yang sedikit membingungkan boleh jadi karena sebelum terbentuk Kecamatan Dramaga tahun 1997, desa Dramaga termasuk wilayah Kecamatan Ciomas. Namun sejatinya di masa lampau di era VOC, Dramaga adalah wilayah yang terpisah dari Tjiomas dan wilayah Dramaga justru lebih terintegrasi (menyatu) dengan wilayah Ciampea. Dengan kata lain, masuknya Kecamatan Dramaga dalam Kabupaten Bogor Barat pada dasarnya sudah diperhitungkan sejak era VOC sebagai satu kesatuan wilayah baik secara spasial ekonomi maupun geografis wilayah. Untuk lebih memahami bagaimana sejarah Dramaga berlangsung, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 16 September 2019

Sejarah Tangerang (39): Kedaung di Sungai Tangerang, Perkebunan Kopi Pertama di Indonesia, 1711; Abraham van Riebeeck


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tangerang dalam blog ini Klik Disini

Sejarah perkebunan kopi di Indonesia sejatinya dimulai dari Kedaung Tangerang. Itu bermula tahun 1711 ketika Abraham van Riebeeck mengintroduksi tanaman kopi dengan menanam kopi di Kedaung, sisi barat sungai Tangerang di hilir benteng (fort) Tangerang. Setelah sukses di Sringsing (baca: Serengseng Sawah), introduksi diperluas ke daerah aliran sungai Semarang. Introduksi inilah yang kemudian kopi dibudidayakan ke wilayah pedalaman di hulu sungai Tangerang/Tjisadane dan hulu sungai Tjiliwong (Buitenzorg dan Preanger) dan di hulu sungai Semarang (Ambarawa).

Abraham van Riebeeck, 1714 (Peta 1902)
Pada tahun 1666 kebijakan pemerintah VOC berubah dari perdagangan yang longgar di (kota-kota) pantai dengan kebijakan baru bahwa penduduk dijadikan subjek, seorang yang berminat botani di Ambiona, Georg Eberhard Rumphius ditugaskan pemerintah untuk menyusun buku botani. Namun buku tujuh valume tersebut tidak tuntas karena Georg Eberhard Rumphius meninggal. Tugas ini kemudian diambil alih oleh Majoor Saint Martin, seorang pahlawan VOC yang berhasil menyelesaikan perselisihan dan membuat perjanjian damai dengan Kesultanan Banten (1684). Atas prestasi ini, Gubernur Jenderal menghadiahkan lahan paling subur kepada Sain Martin di Tjineredan Tjitajam. Namun buku tujuh valume ini juga tidak tuntas sebab Saint Martin meninggal dunia tahun 1886. Lalu tugas ini diambil alih oleh Cornelis Chastelein. Sambil menulis, Cornelis Chastelein membuka lahan di sisi timur sungai Tjiliwong (kini Senen sekitar RSPAD). Pada tahun 1696 Cornelis Chastelein membuka lahan baru di Sringsing dan kemudian di Depok. Pada tahun 1703 ketika Abraham van Riebeeck memimpin ekspedisi ke hulu sungai Tjiliwong dan Preanger bertemu dengan Cornelis Chastelein di Sringsing. Sejak itu pertemanan mereka menjadi lebih dekat. Sementara itu pada tahun 1706 seorang pelukis Prancis, Cornelis de Bruijn berhasil mengabadikan Sringsing dan benteng Tangerang dalam bentuk lukisan.

Lantas bagaimana awal introduksi kopi di Kedaung? Semua tidak berdiri sendiri, tetapi semua terhubung satu sama lain. Semua ada mulanya. Land Kedaung dipilih sebagai tempat pertama introduksi kopi tahun 1711 tentu saja ada alasannya. Yang jelas sejarah kopi di Indonesia dimulai di Kedaung (dekat di hilir Kota Tangerang). Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.