Senin, 11 Mei 2020

Sejarah Bogor (51): Sejarah Desa Gadog dan Gunung Megamendung; Kopi, Gudang, Jembatan, Pos, Rumah Sakit dan Puncak Pas


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Pada masa kini, nama Gadog sangatlah terkenal dengan nama navigasi: Simpang Gadog (exit Tol ke jalan lama Ciawi-Puncak). Meski demikian, nama Gadog bukanlah baru, tetapi suatu nama tempat yang juga terkenal tempo doeloe (nama Gadog ditulis Gadok). Gadog adalah suatu nama tempat, sementara Megamendung adalah suatu gunung (berg) yang mahkotanya berada di Puncak Pas. Nama Megamendung sebagai nama tempat di dekat kampong Gadok sejatinya baru muncul kemudian.

Gadok (Peta 1900)
Dalam pembagian wilayah administrasi kabupaten Bogor, nama Megamendung dijadikan sebagai nama kecamatan. Di dalam kecamatan Megamendung terdapat desa Gadog dan desa Megamendung. Nama-nama yang sudah ada sejak lama termasuk desa Tjipajoeng (desa Cipayung Datar dan desa Cipayung Girang) dan (desa) Pasir Angin. Nama tempat lainnya yang sudah lama adalah kampong (sungai) Soekabiroes yang kini masuk desa Gadog. Lantas mengapa muncul nama kampong Megamendung, sementara puncak gunung Megamendung berada di Puncak Pas wilayah kecamatan Cisarua yang sekarang?

Begitu banyak data sejarah Gadog dan Megamendung, namun tidak banyak yang terinformasikan pada masa ini. Okelah. Sejarah Gadog (di bawah) dan sejarah gunung Megamendung Puncak Pas (di atas) sungguh mempesona. Apakah kita ingin menulis sejarah kampong Gadog dan sejarah gunung Megamendung? Sejumlah situs penting di Gadog paling tidak tentang kopi, gudang, jalan dan jembatan pos dan rumah sakit. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 10 Mei 2020

Sejarah Bogor (50): Bupati Kampong Baroe di Land Bloeboer, Buitenzorg; Tingkatan Gelar Para Bupati pada Era VOC-Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Bupati Kampong Baroe diangkat Pemerintah VOC di hulu sungai Tjiliwong bermula ketika dibuat perjanjian (plaacaat) 20 Juli 1687. Perjanjian ini dilakukan sehari sebelum diadakan ekspedisi ke hulu sungai Tjiliwong yang dipimpin oleh Luitenant Patingi dan Sergeant Pieter Scipio. Rencana pengangkatan bupati ini dilakukan setelah adanya perjanjian VOC dengan Mataram dalam penyerahan wilayah di barat Tjimanoek. Bupati yang pertama diakui oleh Pemerintah VOC adalah bupati Sumedang. Oleh karena dalam pengangkatan bupati, Pemerintah VOC berkoordinasi dengan bupati Sumedang. Bupati-bupati yang sudah eksis antara lain bupati Tjiandjoer dan bupati Bandoeng.

Ada perbedaan antara jabatan dan gelar. Jabatan adalah pemimpin lokal di suatu wilayah. Yang tertinggi adalah bupati (regent). Wakil bupati dapat ditambahkan dengan sebutan Patih. Perangkat pemerintahan bupati antara lain Djaksa (yang juga merangkap sebagai kepala polisi) dan penghoeloe (dalam urusan keagamaan). Oleh karena pada era Pemerintah Hindia Belanda, kepala daerah adalah Residen/Asisten Residen atau Controleur maka posisi bupati adalah anggota dari badan hukum (recht) sebagai pemimpin penduduk pribumi. Untuk orang-orang Eropa langsung di bawah Residen/Asisten Residen atau Controleur. Para bupati, djaksa dan penghoeloe digaji oleh pemerintah. Para pemimpin lokal ini memiliki gelar-gelar tersendiri yang diberikan secara adat dan diratifikasi oleh pemerintah. Tingkatan gelar adakalanya mengindikasikan besarnya gaji yang diterima. Sejak era VOC gelar-gelar yang terdaftar adalah sebagai berikut (mulai dari yang tertinggi): 1. Dipati (Adipati), 2. Aria, 3. Toemenggoeng, 4. Demang, 5. Raden, 6. Ngabei, 7. Maas, 8. Rangga, 9. Condoran, 10. Patih atau bendahara, 11, Ombo atau kepala, 12. Mandor atau Loerah (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1856).

Bupati Kampong Baroe adalah bupati baru, posisi bupati (Kampong Baroe) yang dibentuk sehubungan dengan kebijakan Pemerintah VOC untuk menjadikan penduduk sebagai subjek (bekerjasama dengan VOC dalam memimpin penduduk sendiri). Ibu kota wilayah yang dipimpin oleh bupati baru berkedudukan di kampong yang baru: Kampong Baroe (dekat Kampong Halang). Yang menjadi wilayah (ulayat) bupati adalah area diantara sungai Tjiliwong dan sungai Tjisadane (yang kemudian disebut land Bloeboer). Kampong Baroe sendiri berada di land Kedong Halang. Bupati Kampong Baroe adalah saudara dari kepala Kampong Kedong Halang di Land Kedong Halang.

Sabtu, 09 Mei 2020

Sejarah Bogor (49): Kampung Ciluar dan Kedung Halang; Sungai Tjiloear Bemuara dan Juga Berhulu di Sungai Tjiliwong


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Ciluar bukanlah nama baru, tetapi nama sungai dan nama tempat yang sudah lama sekali. Nama sungai dan nama tempat Ciluar [Silouaar] paling tidak sudah diidentifikasi pada Peta 1695. Kampong Silouaar ini berada di hilir kampong Kedunghalang [Coudoungalang]. Sungai Ciluar berhulu di dekat sungai Tjiliwong di (kampong) Katoelampa dan bermuara ke sungai Tjiliwong (di sekitar jembatan Cibinong-Bojong Gede yang sekarang).

Kampong Tjiloear (Peta 1695) dan Land Tjiloear (Peta 1860)
Pada masa ini nama kampong Tjiloear menjadi nama kelurahan Ciluar di kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, juga kampong Kedonghalang menjadi nama kelurahan di kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. Dua kelurahan ini dipisahkan oleh kelurahan Cibuluh dimana terdapat jalan raya Bogor. Kelurahan Ciluar dilintasi oleh jalan tol dari jalan tol Jagorawi ke kelurahan Kedong Badak (kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor).

Pada era VOC, wilayah dua kampong yang bertetangga ini dijadikan tanah partikelir (land) dengan nama Land Tjiloear dan Land Kampong Baroe atau Land Kedong Halang. Diantara dua land ini dibentuk land Tanah Baroe. Lantas seperti apa sejarah lebih lanjut dari (kampong) Tjiloear? Mungkin pertanyaan ini terkesan sepele dan tidak penting. Namun demikian nama Tjiloear sebagai nama sungai tentu sangat menarik, karena sungai Tjilioear adalah salah satu sungai yang bermuara ke sungai Tjiliwong. Tidak hanya itu, sungai Tjiloear ternyata berhulu di sungai Tjiliwong (dari Tjiliwong ke Tjiliwong). Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 08 Mei 2020

Sejarah Bogor (48): Villa/Istana Buitenzorg, Gempa dan Letusan Gunung Salak; Kebun Raya Diperluas ke Sisi Utara S Tjiliwong


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Kota Bogor yang sekarang, di masa lampau tidak jarang menghadapi ancaman. Pada tahun 1699 terjadi letusan gunung Salak dan gempa besar. Pada tahun 1745 sebuah villa dibangun di area sungai Tjiliwong dan sungai Tjisadane. Villa ini menjadi cikal bakal Istana Bogor yang sekarang. Beberapa tahun setelah villa tersebut dibangun pada tahun 1752 terjadi serangan dari Banten. Villa yang disebut Villa Buitenzorg terbakar dan rusak (kemudian dibangun kembali).

Menurut sumber lain gunung Salak pernah meletus pada tahun 1761. Gunung Salak kembali meletus pada tahun 1780. Sementara itu gunung Gede pernah meletus sekitar tahun 1747 dan tahun 1761 yang bersamaan dengan gunung Salak. Tentu saja gunung Salak dan gunung Gede-gunung Pangrango masih pernah meletus sesudahnya. Letusan-letusan gunung-gunung tersebut menjadi permasalahan tersendiri bagi villa-istana Buitenzorg dan tentu saja kebun raya yang telah dibangun pada era pendudukan Inggris (1811-1816). Namun gempa bumi tidak selalu disertai letusan. Frekeunasi gempa yang terjadi yang mengancam villa-istana dan kebun raya Buitenzorg jauh lebih tinggi lagi.

Lantas seperti apa dampak yang ditimbulkan letusan gunung Salak dan gempa yang terjadi bagi villa-istana Buitenzorg? Sudah banyak penulis yang membicarakannya. Namun kisah antara villa-istana Buitenzorg dengan letusan gunung dan gempa tetaplah menarik untuk disimak lagi karena masih banyak fakta dan data yang belum terinformasikan. Untuk menambah pengetahuan yang ada, mari kita telusuri lagi sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 07 Mei 2020

Sejarah Bogor (47): Pulau Geulis dan Lebak Pasar; Pulau di Tengah Sungai Ciliwung dan Area Kampong Babakan di Bawah Pasar


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Pulau Geulis dan Lebak Pasar ibarat pulau di tengah lautan dan pantai daratan. Tidak terpisahkan satu sama lain. Kedua area ini berada di satu lembah yang dipisahkan oleh sungai Ciliwung. Oleh karena itu ‘mereka’ tetap terikat hingga ini hari sebagai satu kelurahan: Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Keterikatan mereka sebagai satu wilayah bukanlah baru-baru ini, tetapi, bahkan sudah sejak lama, sejak namanya secara geografis diidentifikasi dengan nama Poelaoe Poetri. Disebut Pulau Geulis baru belakangan.

Pulau Geulis di Babakan Pasar (Peta 1900); Jembatan Otista (1903)
Seperti halnya Sempur, saya kenal betul dengan wilayah (kelurahan) Babakan Pasar ini, paling tidak pada awal tahun 1980an saya kerap berkunjung ke tempat teman-teman yang berada di dekat Jalan Otista yang disebut Lebak Pasar. Area Lebak Pasar ini berbatasan di hilir sungai dengan Kebun Raya dan di sisi utara sungai dengan kelurahan Baranang Siang. Tidak hanya itu dari area Lebak Pasar juga bisa akses ke jalan Pulau Geulis melalui jembatan bambu (kini pulau hanya dihubungkan jembatan ke arah utara di jalan Riau). Pulau ini satu kesatuan wilayah dengan Lebak Pasar dan karena itu Pulau Geulis masuk kelurahan Babakan Pasar (hingga ini hari). Tempo doeloe seingat saya Lebak Pasar disingkat Elpas (L-Pas) dan Pulau Geulis sering dikunjungi warga Elpas karena pulaunya memang benar-benar cantik. Seberang sungai dari kampong Lebak Pasar adalah kampong Babakan Pendeuy.

Pulau Geulis dan Lebak Pasar bukanlah kampong biasa, meski belakangan ini terkesan biasa-biasa saja. Pulau Geulis sudah ada penghuninya sejak lama, sejak adanya pasar. Nama Lebak Pasar muncul seiring dengan adanya pasar Buitenzorg, namun tidak begitu jelas apakah pada era VOC atau era Pemerintah Hindia Belanda. Yang jelas nama Lebak Pasar dan nama Pulau Geulis sudah lama adanya. Sebelumnya nama Poeloe Poetri disebut sebagai Pulau Gadis (het eiland der Jonkvrouw). Kampong yang berada di pulau disebut Kampong Poelo (tempat prostitusi). Karena itu ada juga yang menyebutnya sebagai Noesa Lara[ng] (menurut KF Holle pulau terlarang). Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 06 Mei 2020

Sejarah Bogor (46): Sempur dan Lebak Kantin; Kampong Tua Pondok Sempoer dan Kampong Kantin Berada di Bawah Kantin


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Sempur dan Lebak Kantin ibarat dua sisi koin. Tidak terpisahkan satu sama lain. Kedua area ini berada di satu lembah yang dipisahkan oleh sungai Ciliwung. Oleh karena itu ‘mereka’ tetap terikat hingga ini hari sebagai satu kelurahan: Kelurahan Sempur, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Keterikatan mereka sebagai satu wilayah bukanlah baru-baru ini, tetapi, bahkan sejak jaman kuno, sejak namanya secara geografis diidentifikasi dengan nama Pondok Sempoer (1701) .

Sempur Tempo Doeloe (Peta 1701 dan Lukisan 1772)
Saya kenal betul dengan wilayah (kelurahan) Sempur ini, paling tidak pada awal tahun 1980an saya kerap berkunjung ke asrama Ekasari dan asrama Felecia yang berada di tanjakan (koridor) antara lapangan Sempur di bawah dan taman Kencana di atas. Area Sempur ini berbatasan di hulu sungai dengan Kebun Raya dan ke arah selatan bisa menuju Warung Jambu. Tidak hanya itu dari area (lapangan) Sempur juga bisa akses ke jalan Sudirman melalui jembatan gantung. Sebelum adanya jembatan-jalan (jalan Harupat) pada era Pemerintah Hindia Belanda, jauh sebelumnya di era VOC sudah dihubungkan dengan jembatan gantung yang dibangun oleh pemilik lahan.

Sempur dan Lebak Kantin bukanlah kampong biasa, meski belakangan ini terkesan biasa-biasa saja. Kampong Sempur dengan nama awal kampong Pondok Sempoer adalah termasuk salah satu kampong tertua di Kota Bogor (luar biasa). Sementara kampong Lebak Kantin adalah bagian dari kampong Sempur di sisi barat sungai yang berbatasan dengan kantin (ruang makan para prajurit) di garnisun militer (jalan Sudirman yang sekarang). Kantin ini kemudian relokasi ke area Zeni. Namun area di bawah kantin kadung disebut Lebak Kantin (luar biasa hingga ini hari namanya tetap eksis). Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.