Selasa, 15 Februari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (419): Pahlawan Indonesia - Ir Phoa Liong Tjauw van Garoet Insinyur Elektro di Delft: Chung Hwa Hui

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Siapa Ir Phoa Liong Tjauw, mungkin hanya beberapa yang mengetahui. Yang lebih dikenal adalah Mr Phoa Liong Gie. Lantas bagaimana hubungan keduanya. Dengan mengenal Mr Phoa Liong Gie, baru bisa dipahami siapa Ir Phoa Liong Tjauw, Phoa Liong Tjauw lahir di Garoet sementara Phoa Liong Gie lahir di Bandoeng.

Phoa Liong Gie (4 Juni 1905 – 14 Januari 1983) adalah seorang ahli hukum, politisi dan pemilik koran era Hindia belanda. Kakek buyutnya, Phoa Tjeng Tjoan, Kapitein der Chinezen di Buitenzorg (1866-1878). Phoa juga cucu-keponakan dari tokoh masyarakat, pemimpin dan pemilik tanah, Phoa Keng Hek. Phoa sekolah dasar Eropa (ELS)) di Garut lanjut HBS di Batavia. Phoa kemudian belajar di Rechts[hooge]school di Batavia sebelum melanjutkan studi di Leiden (lulus dengan gelar Mr tahun 1925). Di Bandung tahun 1927, Phoa bergabung dengan praktek hukum milik pengacara CW Wormser. Pada tahun 1928, Phoa kelahiran Bandoeng pindah ke Batavia dan membuka firma hukum sendiri. Phoa pada tahun 1930, membeli surat kabar Perniagaan, yang kemudian berganti nama Siang Po. Pada tahun 1931, Phoa membeli surat kabar Panorama. Phoa mengundurkan diri dari CHH pada tahun 1934 dan simpatik terhadap gerakan nasionalis Indonesia. Dewan redaksi Panorama terdiri dari tokoh nasionalis terkemuka seperti Sanusi Pane, Amir Sjarifuddin dan Mohammad Yamin, dengan wartawan Liem Koen Hian, sebagai pemimpin redaksi. Liem dan Saeroen juga memberikan kontribusi untuk Siang Po. Pada pertengahan tahun 1936, Liem, Pane, Sjarifuddin dan Yamin mendirikan surat kabar harian lain, Kebangoenan, yang juga dicetak oleh Percetakan Siang Po. Phoa juga menjadi pemilik majalah Si Pao dan Kong Hwa Po, Phoa juga terjun ke dunia politik. Dia adalah pemimpin faksi muda Chung Hwa Hui (CHH) yang vokal, sebagai penyambung lidah keberadaan orang Cina di Indonesia. Phoa terlibat konflik dengan beberapa kebijakan yang ditetapkan oleh pemimpin partai. Phoa membenci para pemimpin partainya yang pro-Belanda, dan menganjurkan netralitas masyarakat Cina dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Setelah konflik terbuka pada tahun 1934 dengan HH Kan, Phoa mengundurkan diri dari keanggotaan partai. Pada 8 Mei 1939, Phoa diangkat sebagai anggota Volksraad. Tahun 1946-1948, Phoa bertindak sebagai penasihat hukum dan delegasi Belanda di Dewan Ekonomi dan Sosial PBB di New York dan Jenewa. Phoa menikah dengan Laura Charlotte Ongkiehong, cucu Njio Tek Liem (Luitenant der Chinezen di Ambon). Phoa pindah ke Swiss (Wikipedia)  

Lantas bagaimana sejarah Phoa Liong Tjauw? Seperti disebut di atas, Phoa Liong Tjauw hanya mudah dikenal lewat Phoa Liong Gie. Keduanya sama-sama lulusan Belanda, Ir Phoa Liong Tjauw di Delft, Mr Phoa Liong Gie di Leiden. Lalu bagaimana sejarah Phoa Liong Tjauw? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (418): Pahlawan Indonesia - Dr Ir Tan Sin Hok Ahli Geologi Lulusan Delft; Sejarah Geologi di Indonesia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Ingat geologi, ingat Tan Sin Hok. Ketika mahasiswa-mahasiswa Indonesia (baca: Hindia Belanda) berbicara tentang arsitektur teknik sipil, mesin dan teknik kimia, Tan Sin Hok pada jurusan pertambangan di Delft lebih memilih pada urusan yang kurang diminati yakni ilmu geologinya sendiri. Pilihan ini membawa Tan Sin Hok menjadi ahli geologi Indonesia yang pertama.

Dr.Ir.Tan Sin Hok adalah Ahli Paleontologi. Pantanellium squinaboli, Eucyrtis hanni, Hemicryptocapsa capita dan Cyrtocapsa grutterinki adalah beberapa nama species radiolaria yang dikenal di daratan Eropa dan Jepang. Aslinya, spesies itu dinamai pertama kali oleh Tan Sin Hok atas fosil renik radiolaria dari sampel batuan yang berasal dari Pulau Rote. Walaupun namanya sudah dikenal dunia, namun siapa jatidirinya, tak banyak yang mengetahuinya. Cuplikan kisah hidupnya di bawah ini sebagian disarikan dari situs http://brieven-tan-schepers.nl. Tan Sin Hok lahir di desa Cipadang, Cianjur, Jawa Barat pada 28 Maret 1902, sebagai anak bungsu dari pasangan Tan Kiat Tjay (1870-1910) dan Thio Hian Nio (1875-1948) yang menjalankan usaha penggilingan padi. Sehari-hari di rumahnya, Tan Sin Hok berbicara bahasa Melayu dan bahasa Sunda seperti bahasa ibunya. Pada tahun 1907, pada usia 5 tahun, Tan Sin Hok masuk ELS di Cianjur. Tan Sin Hok mengikuti sekolah tata bahasa Koning Willem III di Batavia, sampai lulus pada 1919. Pada akhir 1919, Tan Sin Hok dan Tan Sin Houw berangkat ke Belanda untuk melanjutkan pendidikan. Tan Sin Hok belajar pada Jurursan Teknik Pertambangan di Delft. Ia meraih gelar Doktor pada 5 Oktober 1927 dengan disertasi ”Over de samenstelling en het ontstaan van krijt-en mergelgesteenten van de Molukken”. Setelah lulus dari Delft pada 1927, Tan Sin Hok sempat melakukan penelitian tentang foraminifera di Bonn. Setelah 10 tahun belajar di Eropa, Tan Sin Hok kembali ke Pulau Jawa pada 8 Juni 1929 bersama isterinya, Eida Schepers yang dinikahinya pada 16 April 1929. Tan Sin Hok tinggal di Bandung dan bekerja sebagai ahli geologi pada Jawatan Pertambangan milik Pemerintahan Kolonial Belanda (sekarang Badan Geologi) yang berlokasi di Jalan Diponegoro, Bandung. Tan Sin Hok hanyalah anak desa yang lahir hingga masa remajanya di Cianjurtetapi hasil karya Tan Si Hok membuat mata dunia melihat Indonesia melalui fosil renik radiolaria yang digambar olehnya sendiri. (Wikipedia)  

Lantas bagaimana sejarah Tan Sin Hoke? Seperti disebut di atas, Tan Sin Hok adalah arsitek bergelar insinyur teknik pertambangan lulusan Universiteit te Delft yang memilih bidang yang kurang digemari ilmu (riest) geologi, namun sejarahnya kurang terinformasikan. Lalu bagaimana sejarah Tan Sin Hok? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 14 Februari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (417): Pahlawan Indonesia dan Ir Liem Bwan Tjie, Insinyur Lulusan di Belanda; Arsitek THS Bandoeng

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Presiden Soekarno sendiri adalh seorang arsitek, lulusan THS Bandoeng tahun 1926. Sementara Frederik Silaban yang bukan insinyur yang mendesaiin masjid Istiqlal Djakarta. Sedangkan Liem Bwan Tjie adalah arsitek bergelar insinyur lulusan di Belanda. Kemampuan Ir Liem ini dilihat gubernur Sumatra Utara Abdoel Hakim Harahap yang kemudian meminta Ir Liem Bwan Tjie membuat bangunan stadio di kampong Teladan Medan untuk keperluan PON III tahun 1953 (masih eksis hingga ini hari).

Liem Bwan Tjie (6 September 1891 – 28 Juli 1966) adalah arsitek ternama dan pelopor arsitektur modern generasi pertama di Indonesia. Liem adalah anak kelima dari Liem Soei Tjhing, seorang pedagang tekstil di Gang Warung, Semarang. Keluarga Peranakan Tionghoa ini sudah di Indonesia selama 4 generasi. Pada tahun 1910, Liem yang berusia 19 tahun dikirim orang tuanya ke Belanda untuk menuntut pendidikan menengah. Selama Perang Dunia Pertama (1914-1918), ia berkerja untuk beberapa biro arsitek terkemuka di Amsterdam, antara lain Michel de Klerk, Gulden en Geldmaker dan Eduard Cuypers. Pada tahun 1920, Liem kemudian belajar di Universitas Teknik di Delft, Belanda dan di École nationale supérieure des Beaux-Arts di Paris, Prancis pada tahun 1924. Saat Liem berencanana kembali ke tanah air pada tahun 1929, ia dilarang pulang oleh pemerintah Hindia Belanda karena dianggap terpengaruh dengan Komunisme. Dengan referensi dan dukungan dari tokoh masyarakat Tionghoa, antara lain anggota Volksraad Loa Sek Hie, sang arsitek akhirnya diberikan izin untuk menetap kembali di kota kelahirannya, yaitu Semarang. Ia banyak mendesain bangunan-bangunan untuk kalangan "Cabang Atas" Peranakan. Karya-karyanya mencakup bangunan umum maupun kediaman pribadi, dan tersebar di beberapa kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta, Surabaya, Bandung, Tegal, Manado dan Makasar. Pada tanggal 16 September 1959, di kediaman Liem di Jalan Wastukancana, Bandung, terjadi awal pertemuan pertama antara arsitek-arsitek senior Indonesia Liem Bwan Tjie, Frederich Silaban, Mohammad Soesilo dengan 18 arsitek muda lulusan pertama ITB tahun 1958. Inilah tonggak awal sejarah Ikatan Arsitek Indonesia, yang akhirnya didirikan secara resmi pada 17 September 1959. Liem meninggalkan Indonesia saat berusua 74 tahun pada tahun 1965, dan pindah ke Belanda untuk mengikuti anaknya yang sedang menuntut ilmu di sana. Ia meninggal setahun kemudian di Belanda, dan arsip karyanya sekarang disimpan di Nederlands Architectuurinstituut (NAi). (Wikipedia)  

Lantas bagaimana sejarah Liem Bwan Tjie? Seperti disebut di atas, Liem Bwan Tjie adalah arsitek bergelar insinyur lulusan di Belanda. Tidak dipilih Presiden Ir Soekarno tetapi dipilih oleh Gubernur Abdoel Hakim Harahap. Lalu bagaimana sejarah Liem Bwan Tjie? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (416): Pahlawan Indonesia dan Nona Ong Kie Hong, Ambon; Kongres Mahasiswa Indonesia di Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pada era Hindia Belanda yang melanjutkan studi lebih tinggi adalah laki-laki. Lebih-lebih jika pendidikan tinggi tersebut harus jauh ke Belanda. Satu yang pertama perempuan pertama yang studi ke Belanda datang dari keluarga Ong Kie Hong di Ambon. Tidak hanya satu orang bahkan empat sekaligus putri dari Ong Kie Hong. Sedangkan perempuan pribumi pertama studi ke Belanda baru sepuluh tahun kemudian, Ida Loemongga, putri Dr Haroen Al Rasjid di Teloek Betoeng pada tahun 1922.

Siapa Ong Kie Hong dari Ambon? Kurang terinformasikan. Dalam lama Geni.com, Ong Kie Hong lahir di Ambon tahun 1861 (meinggal tahun 1914). Ong Kie Hong terbilang kaya. Ong Kie Hong juga punya anak cukup banyak. Nama-nama anaknya adalah Gretha Helena Ongkiehong; Selastien Theresia Ongkiehong; Sioe Djien Ongkiehong; Henri Coenrad Ongkiehong; Kok Seang Ongkiehong; Simon egbert Ongkiehong; Heinrich Frederik Ongkiehong; Sien Everdien Ongkiehong; Theodorus Leonardus Ongkiehong; Bastiaan Lodewijk Ongkiehong; Ong Aan Nio/ Anna Lucia ONGKIEHONG; Erna Louisa Ongkiehong; Theodora Johanna Ongkiehong; Ong Lo Nio/ Laura Charlotte ONGKIEHONG dan Tony Piet Ongkiehong. Empat diantara anak-anaknya ini yang berangkat studi ke Belanda pada tahun1912.

Lantas bagaimana sejarah Nona Ong Kie Hong? Seperti disebut di atas, Nona Ong Kie Hong salah satu dari empat putri Ong Kie Hong di Ambon yang berangkat studi ke Belanda tahun 1912. Lalu bagaimana sejarah Nona Ong Kie Hong? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.