Jumat, 08 April 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (520): Pahlawan Indonesia - Perjuangan Indonesia di Papua; Tahapan Pembagian Wilayah Menurut Masa

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Ada perbedaan yang kontras antara perjuangan Papua di wilayah Indonesia dengan perjuangan Indonesia di wilayah Papua. Sejak dari awal, yang ada dan terjadi adalah perjuangan Indonesia di wilayah Papua. Sejarah itu bahkan bermula dari jaman lampau pada era VOC (era Kerajaan Tidore). Perjuangan Indonesia dalam hal ini adalah perjuangan segenap bangsa Indonesia di wilayah Hindia Belanda dari mengentaskan Belanda hingga kini mengentaskan kemiskinan. Perjuangan Indonesia itu berlangsung secara bertahap sesuai perkembangan permasalahannya. Pada masa ini pembagian wilayah Pupua yang luas (satu provinsi) menjadi sejumlah provinsi dimaksudkan dalam rangka meningkatkan kesejahteran (welfare) penduduk dengan prioritas pengentasan kemiskinan.

Beberapa hari yang lalu DPR-RI menyetujui Tiga Provinsi Baru di Indonesia (di wilayah Papua). Disebutkan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyetujui rancangan undang-undang tiga provinsi baru yaitu daerah otonomi baru (DOB) di Papua. Tiga rancangan undang-undang itu adalah Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah. Baleg menyetujui tiga RUU ini menjadi inisiatif DPR. Pengambilan keputusan dalam rapat pleno Baleg DPR RI yang digelar pada Rabu (6/4/2022). Adapun dalam RUU ini wilayah pemekaran provinsi di Papua meliputi: (1) Papua Tengah (Meepago): ibu kota Timika, Kabupaten Mimika (Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Deyiai, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Puncak); (2) Papua Pegunungan Tengah (Lapago): ibu kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya (Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Memberamo Tengah, Kabupaten Nduga, Kabupaten Tolikara,  Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Yalimo); (3) Papua Selatan (Ha Anim): ibu kota Merauke (Kabupaten Merauke, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel). (Merdeka.com)

Lantas bagaimana sejarah perjuangan Indonesia di Papua? Seperti disebut di atas, wilayah Papua adalah wilayah sisa Nusantara yang menjadi wilayah Hindia Belanda. Seperti di daerah-daerah lain termasuk di Sumatra dan Jawa, perjuangan Indonesia juga berlangsung di daerah Papua. Lalu bagaimana sejarah perjuangan Indonesia di Papua? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (519): Pahlawan Indonesia - Perjuangan Segenap Bangsa Jadi Indonesia; Berdasar Daerah Menurut Masa

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Wilayah Indonesia pada masa ini adalah wilayah Nusantara yang telah mengalami reduksi hingga tersisa yang dikuasaii oleh (kerajaan) Belanda. Wilayah sisa Nusantara (Oost Indie) itu disebut wilayah Hindia Belanda (Nederlandsch Indie). Wilayah Hindia Belanda inilah yang diklaim oleh para pejuang awal Indonesia (pribumi yang studi di Belanda) sejak 1917. Dalam hal ini wilayah Hindia Belanda adalah seluruh Sumatra, Jawa, Sulawesi dan pulau-pulau yang lebih kecil serta Borneo (minus Borneo Utara) dan Papoea (minus Papoea bagian timur) dan pulau Timor (minus Timor bagian timur).

Wilayah Nusantara adalah wilayah dimana penduduk berbahasa daerah dan berbahasa Melayu di kota-kota utama di garis pantai diantara benua Asia dan benua Australia. Dalam hal ini (dimana lingua franca bahasa Melayu digunakan) termasuk pantai tenggara benua Asia (Birma, Semenanjung Malaya, Siam, Kambodja dan Vietnam) serta sebagian wilayah pantai Tiongkok (hingga ke Canton; termasuk pulau Formosa); dan sebagian pantai utara Australia (Australia Utara). Pada wilayah yang luas ini (wilayah Nusantara) berkembang peradaban baru yang berasal dari India (jauh sebelum peradaban Tiongkok mereduksnya). Sisa peradaban berasal dari India tersebut adalah bahasa Sanskerta (sebagai lingua franca) dan aksara Pallawa. Dalam perkembangannya bahasa Sanskerta bercampur dengan berbagai bahasa daerah yang kemudian bahasa Sanskerta bertransformasi menjadi bahasa Melayu (sebagai lingua franca baru). Sedangkan siswa peradaban dari India aksara Pallawa juga menagalami transformasi yang membentuk aksara Batak dan aksara Jawa. Aksara Batak meluas di seluruh Sumatra hingga Filipina dan Sulawesi, sementara aksara Jawa meluas di seluruh Jawa hingga pulau-pulau di sebelah timur pulau Jawa (terutama Bali dan Lombok) serta bagian selatan dari pulau Borneo. Pada wilayah sisa Nusantara (Hindia Belanda) inilah yang diidentifikasi terdapat perjuangan segenap bangsa hingga menjadi Indonesia berdasar daerah perjuangan menurut masa.

Lantas bagaimana sejarah perjuangan segenap bangsa menjadi Indonesia? Seperti disebut di atas, wilayah perjuangan yang dimaksud adalah sisa Nusantara (Hindia Belanda). Lalu bagaimana sejarah perjuangan segenap bangsa menjadi Indonesia?? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 07 April 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (518): Pahlawan Indonesia dan Raden Mas Soemardji Studi Pertanian di Wageningen 1905; Para Pionir

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Orang pribumi tidak hanya sekolah keguruan dan sekolah kedokteran, juga mulai memasuki sekolah pertanian. Siswa yang pertama bersekolah di sekolah pertanian (Landbouwschool) di Wageningen adalah Raden Mas Soemardji dan Baginda Djamaloedin. Sementara itu di Hindia (baca: Indonesia) sudah diselenggarakan sekolah pertanian di Buitenzorg. Apa perbedaan sekolah pertanian di Buitenzorg dan Wageningen? Siapa pribumi pertama yang menjadi insinyur pertanian? Itu baru terjadi setelah di Wageningen didirikan Hoogere Landbouw school. Apakah Zainoeddin Rasad?

Pada masa ini dapat dibaca dalam berbagai tulisan dicatat sebagai berikut: Ir. Zainuddin Rasad adalah seorang ahli pertanian dan politisi Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Pertanian dan Persediaan Republik Indonesia. Zainuddin pernah bertugas sebagai Menteri Pertanian dan Persediaan pada Kabinet Sjahrir II dari tanggal 12 Maret 1946 sampai 26 Juni 1946. Zainuddin tidak manjalani tugasnya sampai masa kabinet berakhir karena pada 26 Juni 1946 ia mengundurkan diri. Ia digantikan oleh Darmawan Mangunkusumo sebagai Menteri dan Saksono sebagai Menteri Muda dengan perubahan nama kementerian menjadi Kementerian Kemakmuran. Memasuki masa sekolah, orang tua Zainuddin memasukkannya ke sekolah rakyat atau sekolah sekuler. Ia bersama saudaranya, Jamaluddin, Siti Fatimah dan Dahlan Abdullah kemudian melanjutkan pendidikan ke kota Fort de Kock (Bukittinggi) sekitar tahun 1908-1913. Bertiga dengan Jamaluddin dan Dahlan Abdullah ia menempuh pendidikan di Kweekschool, sedangkan adik perempuannya di Sekolah Keputrian. Selanjutnya, bersama saudaranya, Jamaluddin, ia menempuh pendidikan di Wagenigen, Belanda. Ia di sekolah tinggi pertanian Landbouwhoogeschool, sedangkan Jamaluddin mengambil sekolah menengah pertanian Middelbare Landbouw School di kota yang sama. Zainuddin kemudian meraih gelar sarjana (insinyur) pertanian dan Jamaluddin meraih gelar sarjana muda pertanian. Namun sumber berita lain menyebut, Jamaluddin Rasad-lah sebagai putra Indonesia pertama yang berhasil meraih gelar insinyur pertanian di Negeri Belanda. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Raden Mas Soemardji? Seperti disebut di atas, RM Soemardji bersama Djamaloedin adalah dua pribumi yang studi di Belanda yang memasuki sekolah pertanian di Belanda yang berada di Wageningen. Lalu bagaimana sejarah RM Soemardji? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (517): Pahlawan Indonesia – Awal Para Ahli Belanda Mulai Meneliti Pribumi; Penelitian Kepurbakalaan

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Kapan para ahli Belanda mulai menyadari dan melakukan perhatian yang intens terhadap golongan pribumi di di Indonesia (baca; Hindia Belanda)? Yang jelas sejak awal sejak era VOC, orang-orang Belanda kurang peduli terhadap penduduk. Penduduk pribumi hanya dijadikan subjek dalam tujuan mereka keuntungan finansial. Untuk mendukung tujuan tersebut penduduk diberi ruang terbatas untuk bersekolah. Dalam penyelidikan kepurbakalaan tidak ada kaitannya dengan peningkatan martabat penduduk. Hanya semata-mata untuk kesenangan dan ilmu pengetahuan, bahkan hasil-hasil pengumpulan benda-benda purbakala dijadikan komoditi perdagangan. Manusia pribumi tetap tidak menjadi bagian perhatian.

Dinas Kepurbakalaan (Oudheidkundige Dienst) adalah unit birokrasi di dalam pemerintahan Hindia Belanda, dibentuk tanggal 14 Juni 1913 (Staatsblad van Nederlandsch-Indië) nomor 62 tahun 1913) ditempatkan di bawah Departemen Pendidikan, Ibadah, dan Industri Kerajinan. Dinas ini bertugas untuk menyusun, menginventarisasi, serta mengawasi peninggalan purbakala di seluruh wilayah Hindia Belanda. Selain itu, lembaga ini bertugas melakukan penelitian peninggalan-peninggalan masa lampau dari masa prasejarah sampai masa VOC. Pemerintah setempat dan dinas ini juga selalu mengawasi agar tidak ada benda purbakala yang dirusak, dihancurkan, dicuri, atau diekspor secara ilegal. Kantor pusatnya berada di Batavia, dan berada satu gedung dengan Ikatan Kesenian dan Ilmu Pengetahuan Batavia (Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen). Perawatan benda purbakala merupakan tugas bagi kepala pemerintahan daerah sejak abad ke-19, dan kadang-kadang mereka bahkan menerima perintah langsung dari Gubernur Jenderal. Pada tahun 1840, mereka ditugaskan oleh Gubernur Jenderal Carel Sirardus Willem van Hogendorp untuk mengirimkan daftar benda purbakala di daerah pemerintahan mereka masing-masing dan melaporkan segala sesuatu terkait benda tersebut dalam jangka waktu yang singkat. Pengumpulan koleksi pada bidang etnografi baru dilakukan pada tahun 1862, melalui instruksi Gubernur Jenderal Ludolph Anne Jan Wilt Sloet van de Beele, dan koleksi-koleksi tersebut akan diberikan kepada Bataviaasch Genootschap. Dari sini, Bataviaasch Genootschap diberikan kebebasan untuk menentukan apakah benda-benda tersebut akan diperuntukkan di museum mereka sendiri, atau justru akan dikirim ke Belanda untuk ditempatkan di Museum Purbakala di Leiden. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah awal para ahli Belanda mulai meneliti pribumi? Seperti disebut di atas, jauh sebelum para ahli Belanda memperhatikan pribumi, sudah dilakukan penyelidikan kepurbakalaan. Sementara penyelidikan pribumi semuanya bermula ketika orang pribumi sendiri telah mulai menunjukkan prestasi diantara orang-orang Belanda. Lalu bagaimana sejarah awal para ahli Belanda mulai meneliti pribumi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 06 April 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (516): Pahlawan Indonesia–Hoesein Djajadiningrat di Leiden ; Indische Vereeniging dan Boedi Oetomo

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Hoesein Djajadiningrat adalah tokoh penting di Baravia berasal dari keluarga di Banten. Kedekatan geografis Batavia dan Banten memungkinkan generasi muda Banten tidak mengalami kesulitan dalam menemukan sekolah di Batavia. Di satu sisi pendidikan di Banten tertinggal, tetapi kedekatan dengan Batavia, para pemuda Banten tidak pernah kekurangan dan kesulitan mendapatkan pendidikan. Salah satu pemuda Banten yang bersekolah di Batavia adalah Hoesein Djajadiningrat.

Prof. Dr. Husein Jayadiningrat bernama asli Pangeran Ario Hussein Jayadiningrat, (8 Desember 1886 – 12 November 1960). Lahir dari pasangan R. Bagus Jayawinata (R. Bagoes Djajawinata), wedana yang kemudian menjadi bupati Serang yang berpikiran maju, dan Ratu Salehah yang berasal Cipete Serang. Kakak Husein, Pangeran Ahmad Djajadiningrat, yang meneruskan jejak ayahnya menjadi bupati di Serang dan Hasan yang menjadi tokoh Sarekat Islam yang cukup berpengaruh di Jawa Barat pada masa awal pergerakan nasional. Husein merupakan salah satu pelopor tradisi keilmuan di Indonesia. Ketika masih remaja, melihat bakat dan potensi yang dimiliki Husein, Snouck Hurgronje menyekolahkan Husein ke Universitas Leiden hingga meraih gelar doktor dengan disertasinya berjudul Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten dan mendapat predikat cumlaude dari promotornya Snouck Hurgronje. Disertasi Husein telah membuka jalan bagi penelitian tentang historiografi Indonesia sehingga ia pun dikenal pula sebagai “bapak metodologi penelitian sejarah Indonesia”. Dialah pribumi Indonesia pertama yang menjadi guru besar. Husein lulus tahun 1899 dari HBS, kemudian meneruskan studinya di Leiden selama lima tahun (1905-1910). Selama satu tahun (Mei 1914 sampai April 1915) tinggal di Aceh untuk belajar bahasa Aceh dalam rangka mempersiapkan kamus bahasa Aceh. Kamus tersebut selesai digarap dengan bantuan Teuku Mohammad Nurdin, Abu Bakar Aceh, dan Hazeu dengan judul Atjeh-Nederlandsch Woordenboek (1934). Pada tahun 1919 Husein menjadi pembina surat kabar bulanan Sekar Roekoen yang berbahasa Sunda yang diterbitkan oleh Perkoempoelan Sekar Roekoen. Selain itu ia pun menerbitkan Pusaka Sunda, majalah berbahasa Sunda yang membahas tentang kebudayaan Sunda. Pada tahun yang sama ia juga mendirikan Java Instituut dan sejak tahun 1921 menjadi redaktur majalah Djawa yang diterbitkan oleh lembaga tersebut bersama sama dengan Raden Ngabehi Poerbatjaraka. Tahun 1924 ia diangkat diangkat menjadi guru besar di Rechtshoogeschool te Batavia. Tahun 1935 dan 1941 diangkat menjadi anggota Dewan Hindia. Bertahun-tahun pernah menjadi konservator naskah (manuskrip) di Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Hoesein Djajadiningrat? Seperti disebut di atas, Hoesein Djajadiningrat memulai pendidikan di Batavia, melanjutkan studi ke Belanda dan berkarir di Batavia. Selama di Belanda aktif dalam Indische Vereeniging saat mana Boedi Oetomo tumbuh dan berkembang di Jawa. Lalu bagaimana sejarah Hoesein Djajadiningrat? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (515): Pahlawan Indonesia-Batavia Kota Pendidikan; KW III School - Daftar Lengkap Sekolah di Batavia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Batavia adalah pusat perjuangan bangsa Belanda (sejak era VOC). Di Batavia juga kemudian menjadi pusat perjuangan (bangsa) Indonesia. Para pejuang Indonesia banyak yang berkiprah di Batavia. Para pejuang itu sebagian bersekolah di Batavia. Salah satu sekolah dimana lahir para pejuang Indonesia adalah sekolah kedokteran pribumi Docter Djawa School. Meski demikian, para pejuang Indonesia ada juga yang memulai pendidikan di sekolah-sekolah berbahasa Belanda seperti Koning Willem III School dan Prins Hendrik School.

Koning Willem III School te Batavia disingkat KW III School adalah pendidikan menengah umum yang pertama kali didirikan pemerintah Hindia Belanda di Batavia pada tanggal 15 September 1860. Nama sekolah ini diambil dari nama raja Belanda kala itu, yakni Koning (raja) Willem III. Sekolah KW III berada di lokasi yang sekarang ditempati Perpustakaan Nasional Indonesia di Jalan Salemba Raya. Berdasarkan Besluit Gouverneur Generaal 5 Juni 1859 Nomor 11 dibentuk komisi, Mr. A. Prins diangkat sebagai Ketua Kehormatan Collegie van Curatoren van het Gymnasium Willem III; sebagai Kurator antara lain  T Ament. Pada tahun yang sama Pemerintah telah menyetujui usulan Kommissie van Curatoren voor het Gymnasium Willem III untuk membeli rumah almarhum Pierre Jean Baptiste de Perez untuk lokasi sekolah tersebut. Pada tanggal 13 September 1860 diadakan ujian masuk dengan hasil cukup memuaskan, 37 orang lulus dari 45 calon siswa. Pada tanggal 15 September 1860 Gymnasium Willem III dibuka dengan masa studi tiga tahun. Direktur KW III School yang pertama adalah Dr. S. A. Naber. Berdasarkan Besluit Gouverneur Generaal 21 Agustus 1867 Nomor 1, Gymnasium Willem III dibagi menjadi dua bagian: Bagian A: Hoogere Burgerschool (HBS) dengan masa studi 5 tahun yang dimaksudkan agar setelah selesai pendidikan ini dapat melanjutkan ke perguruan tinggi; Bagian B: masa belajar selama 3 tahun, setelah menyelesaikan pendidikan ini dimaksudkan agar siswa dapat melanjutkan ke pendidikan lanjutan perwira, pegawai negeri, atau pendidikan perdagangan dan kerajinan di Delft, Belanda. Walaupun ditingkatkan menjadi HBS 5 tahun namun sebutan Gymnasium Willem III tetap digunakan hingga tahun 1900an menjadi Koning Willem III School. Ketika Jepang masuk ke Indonesia tahun 1942, sekolah ini ditutup. Gedungnya dipergunakan untuk Pertahanan Sipil Belanda. Setelah Belanda menyerah, Jepang menggunakannya. Demikian juga saat sekutu mengalahkan Jepang, gedung ini dipakai oleh tentara sekutu. Tahun 1949, setelah Belanda mengakui kedaulatan RI, gedung KW III sempat menjadi markas kesatuan TNI Batalyon Kala Hitam. Kemudian beralih menjadi kantor dan perumahan Jawatan Kesehatan TNI AD. Pada awal 1987, bekas lokasi sekolah KW III tersebut direnovasi dan dipergunakan untuk Perpustakaan Nasional Indonesia. Pada tanggal 11 Maret 1989, secara resmi kompleks tersebut dibuka.(Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Batavia kota pendidikan? Seperti disebut di atas, satu sekolah penting pada masa awal di Batavia adalah sekolah menengah (HBS) Koning Willem III School. Namun tidak boleh dilupakan sebelum KW III S dibuka  1860 sudah ada sekolah menengah untuk pribumi di bidng kedokteran yang kemudian dikenal Docter Djawa School. Lalu bagaimana sejarah asal-usul Batavia sebagai kota pendidikan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.