Kamis, 26 Mei 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (614): Nama Jakarta Adalah Nama Perjuangan; Nama Batavia dan Jacatra Bersaing Era Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Nama Jakarta (doloe Belanda menulisnya dengan Jacatra) sejatinya tidsak pernah hilang, Hanya saja tenggelam selama era Belanda sejak VOC. Orang-orang Belanda memperkenalkan nama (baru) Batavia untuk menggantikan nama Jacatra. Namun pada era kebangkitan bangsa, ketika pribumi menulis nama Jakarta, orang Belanda menganggap itu sebagai wujud bagian perlawanan.

Jakarta, ibukota negara kita ini awalnya adalah sebuah bandar kecil di muara Sungai Ciliwung, tepatnya sekitar 500 tahun silam. Seiring berjalannya waktu, kota bandar ini berkembang menjadi pusat perdagangan yang ramai yang hingga kini menjadi ibukota Indonesia dengan jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Jakarta mendapat julukan "Kota 1001 Nama" karena banyaknya perubahan nama hinggga 13 kali. Selain nama Sunda Kelapa atau nama Batavia, masih ada nama lain, yakni Jayakarta, Stad Batavia, Gemeente Batavia, Stad Gemeente Batavia, Jakarta Toko Betsu Shi, Pemerintahan Nasional Kota Jakarta, Stad Gemeente Batavia, Kota Praj'a Jakarta, Kota Praja Djakarta Raya. Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya. Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (IDN Times). Namun yang jelas pada intinya hanya nama Jakarta dan Batavia yang umum.

Lantas bagaimana sejarah nama Jakarta? Seperti disebut di atas, Jakarta ditulis oleg orang Belanda sebagai Jacatra. Nama Jakarta/Jacatra tidak pernah hilang hanya saja tenggelam. Jakarta menjadi elemen perjuangan masa kebangkitan bangsa Indonesia. Lalu bagaimana sejarah nama Jakarta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..

Sejarah Menjadi Indonesia (613): Nama Apa Indon? Singkatan dari Nama Indonesia Bagi Orang-Orang Indo/Belanda pada Era Hindia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Singkatan nama Indonesia sebagai Indon tidaklah umum. Namun penyingkatan nama ini pernah terjadi dalam satu masa pada era Pemerintah Hindia Belanda. Nama singkatan Indon dari Indonesia bukan nama perjuangan tetapi nama yang lazim di kalangan orang Belanda untuk membedakan orang Belanda dengan Indonesia yakni orang Indo/Belanda.

Penggunaan awal istilah ini adalah dalam The Encyclopedia Americana oleh Bernard S. Cayne, Robert S Anderson, Sue R Brandt (1829). Setelah Indonesia merdeka, istilah singkat Indon digunakan untuk membedakan dengan istilah Indo yang merujuk India, seperti Indo-Arya, Indo-Eropa, Indo-Iran, dan Indochina. Sebagian media Indonesia menggunakan istilah ini pada tahun 1963 sampai 1982 untuk menyingkat Indonesia. Jauh sebelum itu, pada masa orde lama istilah Indon sering digunakan untuk menyingkat kata Indonesia itu sendiri. Dalam buku BAHASA DAN BUDAJA yang diterbitkan oleh Lembaga Bahasa dan Budaja, Universitas Indonesia (1952) memuat berbagai tulisan dan catatan kaki mengenai penggunaan singkatan Indon yang lazim digunakan untuk menyingkat Indonesia. Munculnya pendefinisian Indon sebagai karakter bangsa Indonesia yang berkonotasi negatif ini berawal melesatnya perkembangan internet di Indonesia pada dekade 2000-an dan anggapan di kalangan nasionalis untuk tidak menyingkat penggunaan Indonesia. Puncaknya pada tahun 2006, Pemerintah Indonesia menentang dan melarang penggunaan istilah Indon baik di dalam maupun luar negeri. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah nama Indon yang berbeda dengan nama Indonesia? Seperti disebut di atas, nama Indon sebagai singkatan nama Indonesia sudah eksis pada era Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah nama Indon? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..

Rabu, 25 Mei 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (612): Bahasa Melayu Riau Bukan Origin, Lantas Dimana? Asal Bahasa Malaysia vs Bahasa Indonesia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pada suatu saat ketika bahasa Indonesia menjadi bahasa intrernasional, seluruh dunia akan melihat negara Indonesia sebagai origin. Bukan Malaysia, bukan Brunai, bukan Singapoera maupun Filipina dan Thailand. Jelas dalam hal ini bahasa Indonesia berakar pada bahasa Melayu tetapi nama masa depannya menjadi Bahasa Indonesia. Lalu jika mundur ke belakaang, lalu dimana origin bahasa Melayu? Apakah di Riau? Di Semenanjung? Di pantai timur Sumatra? Atau di Taiwan?

Ragam Bahasa Daerah di Riau, Tak Hanya Melayu (lihat Nikita Rosa – detikEdu Senin, 17 Jan 2022). Salah satu bahasa daerah di Riau yakni bahasa Melayu Riau yang memiliki beberapa dialek berdasarkan geografis. Dialek bahasa Melayu Riau dapat dibagi menjadi dua bagian yakni yang dipakai penduduk di daerah Riau daratan dan kepulauan Riau. Bahasa Melayu yang dituturkan di daerah Riau daratan terdiri atas satu dialek yaitu dialek Pesisir. Sementara wilayah kepulauan (kini provinsi Kepulauan Riau) mencapai 24 dialek: (1) Pesisir, (2) Kundur, (3) Bintan-Karimun, (4) Pecong, (5) Karas-Pulau Abang, (6) Malang Rapat-Kelong, (7) Mantang Lama, (8) Rejai, (9) Posek, (10) Merawang, (11) Berindat-Sebelat, (12) Arung Ayam, (13) Kampung Hilir, (14) Pulau Laut, (15) Ceruk, (16) Pangkil, (17) Sanglar, (18) Binjai, (19) Bandarsyah, (20) Tanjungpala, (21) Pemping, (22) Kampung Bugis, (23) Kelumu, dan (24) Mengkait. Namun, sebenarnya masyarakat di Provinsi Riau tak semuanya merupakan penutur bahasa Melayu. Ada empat bahasa daerah lain yang memiliki banyak penutur di Riau: 1 Bahasa Banjar, memiliki empat dialek yaitu Pekan Kamis, Simpang Gaung, Sungai Raya-Sungai Piring dan Teluk Jira. Bahasa Banjar dituturkan di 10 daerah di Riau: Desa Pekan Kamis, Kecamatan Tembilahan Hulu, Desa Simpang Gaung, Kecamatan Gaung, Desa Sungairaya, Kelurahan Sungaipiring, Kecamatan Batang Tuaka, Desa Telukjira, Kecamatan Tempuling, dan Kabupaten Indragiri Hilir. 2. Bahasa Batak dialek Mandailing dituturkan di Kabupaten Rokan Hulu. 3. Bahasa Bugis, dituturkan di Desa Tekulai Bugis, Kecamatan Tanah Merah, Kabupaten Indragirihilir; Desa Pulaukecil, Kecamatan Reteh, Kabupaten Indragirihilir, dan Desa Sungai Sebesi, Kabupaten Bengkalis. 4. Bahasa Minangkabau, yang dituturkan di Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Kampar, Kota Pekanbaru, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Kuantan Singigi (Kuansing), Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kabupaten Indragiri Hulu. Bahasa Minangkabau di Provinsi Riau terdiri atas lima dialek, yaitu dialek Rokan, dialek Kampar, dialek Basilam, dialek Indragiri, dan dialek Kuantan.

Lantas bagaimana sejarah bahasa Melayu Riau bukan origin Bahasa Indonesia? Seperti disebut di atas, Riau sendiri terdapat banyak dialek bahasa Melayu. Dialek-dialek merupakan bagian dari dialek bahasa Melayu di Nusantara yang terdapat di pulau-pulau lainnya di Indonesia, di Semenanjung, Singapoera dan sebagainya. Lalu bagaimana sejarah origin Bahasa Indonesia yang bukan dari Riau? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..

Sejarah Menjadi Indonesia (611): Malaka, Pernah Jadi Bagian Hindia Belanda; Tukar Guling Antara Bengkulu vs Malaka (1824)

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Ada Kota Malaka di Semenanjung (Malaysia). Kota kuno sejak zaman lampau. Di Indonesia juag ada nama Malak, yakni Kabupaten Malaka di pulau Timor provinsi NTT dan nama tempat di Jakarta (Roa Malaka). Mengapa bisa begitu. Yang jelas Malaka di Semenanung pernah menjadi bagian dari Indonesia (baca: VOC dan Pemerintah Hindia Belanda) antara tahun 1641 hingga tahun 1824 (183 tahun).

Melaka sering pula dieja Malaka merupakan salah satu negara bagian di Malaysia. Pada tahun 2008, Melaka dinyatakan oleh UNESCO sebagai Bandar Warisan Dunia (World Heritage). Walaupun merupakan negeri pertama mendirikan kesultanan Melayu, Melaka kini tidak mempunyai seorang sultan, sebaliknya negeri ini diketuai oleh seorang Tuan Yang Terutama (TYT) Negeri. Berbagai adat etnis dan tradisi bercampur dengan sempurna di Melaka. Kehidupan aman rakyat Melaka bersumber dari kehidupan berbagai kaum yang telah melahirkan orang-orang Melayu, Cina, India, Baba dan Nyonya, Portugis, Chitty dan Eurasia. Di antara budaya Melaka yang unik adalah Dondang Sayang yang diakui oleh UNESCO. Dondang Sayang adalah seni Melayu tradisional yang masih dipraktekkan di Melaka oleh empat komunitas: masyarakat Melayu, Baba Nyonya, Chitty dan Portugis. Praktik ini menggabungkan unsur-unsur musik (biola, gong dan tamborin atau tambor), lagu dan dikir, fitur-fitur puisi merdu yang indah. Juga dikenal sebagai balada cinta, lagu-lagu yang digunakan oleh masyarakat untuk menyampaikan perasaan kasih sayang dan memberi saran tentang topik-topik khusus seperti kasih sayang dan kebaikan. Kesultanan Melaka atau Kesultanan Malaka adalah sebuah Kerajaan Melayu yang pernah berdiri di Melaka, Malaysia. Kerajaan ini didirikan oleh Parameswara, kemudian mencapai puncak kejayaan pada abad ke 15 dengan menguasai jalur pelayaran Selat Melaka, sebelum ditaklukan oleh melaka tahun 1511. Kejatuhan Malaka ini menjadi pintu masuknya kolonialisasi Eropa di kawasan Nusantara. Kerajaan ini tidak meninggalkan bukti arkeologis yang cukup untuk dapat digunakan sebagai bahan kajian sejarah, tetapi keberadaan kerajaan ini dapat diketahui melalui dan k. Dari perbandingan dua sumber ini masih menimbulkan kerumitan akan sejarah awal Malaka terutama hubungannya dengan perkembangan agama Islam di Malaka serta rentang waktu dari pemerintahan masing-masing raja Malaka.
(Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Malaka di Semenanjung? Seperti disebut di atas, Malaka pernah menjadi bagian dari Hindia Belanda (baca: Indonesia). Namun sejarah ini jarang dinarasikan. Lalu bagaimana sejarah Malaka di Semenanjung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..

Selasa, 24 Mei 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (610): Membaca Ulang Prasasti Tanjore 1030 M; Dimana Itu Nama Disebut Tepatnya Berada di Sumatra?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pada artikel sebelumnya telah dibaca ulang praasati-prasasti di (pantai timur) Sumatra yang beratarih abad ke-7 (Kedoekan Boekit, Karang Brahi, Talang Tuwo dan Kota Kapoer), pada artikel ini akan dibaca ulang prasasti Tanjore yang terdapat di India yang berasal dari tahun 1030 M. Sejumlah peneliti sejak era Hindia Belanda telah mendiskusikan nama-nama tempat yang diduga di Nusantara yang terdapat dalam prasasti. Dimana nama-nama tempat itu berada di Nusantara (Sumatra/selat Malaka) masih terus menjadi perdebatan, bahkan hingga ini hari..

Prasasti Tanjore merupakan sekumpulan dari 5 buah keping tembaga yang terdapat pada kuil Parijatavanesvara di Tirukkalar, berada pada distrik Tanjore (Thanjavur), India. Prasasti ini merupakan peninggalan dari raja-raja yang berbeda dari dinasti Chola, di Koromandel, selatan India. Isi dari teks prasasti dengan penanggalan paling awal dimulai tentang sejarah raja, peristiwa Rajendra Chola I naik tahta pada tahun 1012, kemudian menceritakan tentang penaklukan yang dilakukannya atas beberapa kawasan termasuk beberapa kawasan di nusantara serta penawanan raja Kadaram yang bernama Sangrama-Vijayottunggawarman, beserta kawasan Sriwijaya lainnya. Transliterasi: ‘Salam sejahtera! pada tahun ke 18 raja Parakesarivarman alias Udaya Sri Rajendra Choladeva, hidup dalam kemakmuran, ketika Tiru telah menetap, berkembang menjadi Mahadewi bumi, dewi keberuntungan dalam peperangan, yang ketenarannya tiada tandingan, menjadi Maharatu dengan sukacita, bersama tentara yang hebat menaklukan musuh pada negeri  (hanya dikutip terkait tempat di nusantara): Setelah banyak kapal dikirim berputar di tengah laut dan tertangkap Sangrama-Vijayaottungavarman, raja Kadaram, bersama dengan gajahnya, yang disiapkan melawan dan kemenangan besar,... tumpukan harta yang banyak, Vidyadhara-torana membuka gerbang kota pedalaman yang luas yang dilengkapi perlengkapan perang, berhiaskan permata dengan kemuliaan besar, gerbang kemakmuran Sriwijaya; Pannai dengan kolam air, Malaiyur dengan benteng terletak di atas bukit; Mayirudingam dikelilingi oleh parit; Ilangasogam yang tak gentar dalam pertempuran sengit...; Mappappalam dengan air sebagai pertahanan; Mevilimbangam, dengan dinding tipis sebagai pertahanan; Valaippanduru, memiliki lahan budidaya dan hutan; Takkolam yang memiliki ilmuwan; pulau Madamalingam berbenteng kuat; Ilamuri-Desam, yang dilengkapi dengan teknologi hebat; Nakkavaram yang memiliki kebun madu berlimpah; dan Kadaram berkekuatan seimbang, dengan tentara memakai kalal. (Wikipedia)  

Lantas bagaimana sejarah prasasti Tanjore dan dimana tepatnya nama-nama tempat yang disebutkan berada di Nusantara? Seperti disebut di atas, dimana namanama tempat itu masih menjadi perdebatan. Ada yang menyebut di Malaka, Djambi dan Palembang. Lalu bagaimana sejarah prasasti Tanjore dan dimana tepatnya nama-nama tempat yang disebutkan berada di Sumatra?? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..

Sejarah Menjadi Indonesia (609): Semenanjung Sumatra, Daratan Memanjang Burma hingga Sumatra; Jalur Migrasi Ras Negroid Andaman Jawa dan Malaya Filipina

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Apakah ada Semenanjung Sumatra? Nah, itu dia! Itu yang ingin diketahui. Yang jelas belum ada yang memikirkan dan menyinggungnya dalam konteks sejarah zaman kuno. Bahwa Fakta terdapat busur Sunda (sebelah barat) yang menghubungkan daratan Asia dari Burma (kini Myanmar), pulau Sumatra dan Jawa serta Bali (Nusantara). Aktivitas vulkanik di sepanjang busur ini membentuk pegunungan (Bukit Barisan di Sumatra). Jalur daratan yang membentuk Semenanjung Sumatra hingga ke Jawa dan jalur daratan yang membentuk Semenanjung Malaya dari daratan Asia menjadi jalur migrasi orang Negroid dari Afrika mencapai Jawa dan Filipina.  

Busur Sunda adalah busur vulkanik membentuk pulau Sumatra, Jawa, dan kepulauan Nusa Tenggara. Rantai gunung berapi membentuk punggung topografi di pulau-pulau tersebut. Busur ini terbentuk dari dua lempeng yakni lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia, dimana lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah lempeng Eurasia. Kemiringan letak pulau Sumatera diakibatkan dari sudut penunjaman lempeng Indo-Australia dengan Eurasia. Berbeda dengan pulau Jawa yang sudutnya sejajar atau paralel dengan ekuator. Pulau Sumatra merupakan bagian dari lempeng Eurasia yang dulunya merupakan daratan, bukan hasil dari proses subduksi. Itulah mengapa Sumatra disebut busur benua. Hal ini dapat dibuktikan dengan penemuan formasi batuan granit yang bersifat asam. Formasi batuan granit ini merupakan formasi batuan tertua di pulau Sumatra. Pulau Sumatra sendiri bergerak dari utara Australia. Pulau Sumatra sudah ada sebelum proses subduksi sehingga disebut busur benua bukan busur kepulauan, hal ini dibuktikan oleh Hamilton (1979), yang menemukan batuan granit berumur 240 juta tahun atau pada zaman Trias. Sedangkan proses subduksi dimulai pada zaman kretasius atau 100 juta tahun yang lalu. Kenampakan sistem subduksi, yaitu outer rise, palung, punggungan busur luar, cekungan busur luar, punggungan busur dalam, cekungan busur dalam berkembang dengan sangat jelas melintang pulau Jawa dan Sumatra. Sedangkan untuk ciri-ciri tektonik di busur Sumatra adalah bukit barisan, sesar Sumatra, cekungan minyak, ngarai, dan pegunungan vulkanik. Busur Sunda dapat dibagi menjadi 2 yaitu Busur Sunda Barat dan Busur Sunda Timur. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Semenanjung Sumatra, daratan antara Burma dan Pulau Sumatra? Seperti disebut di atas, busur Sunda menghubungkan Burma dengan Sumatra hingga ke Jawa dimana terdapat aktivitas vulkanik yang menjadi jalur migrasi negoroid. Lalu bagaimana sejarah Semenanjung Sumatra, daratan antara Burma dan Pulau Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..