Senin, 22 Agustus 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (790): Penduduk Asli Menjadi Melayu; Populasi Pendatang di Pesisir versus Populasi Asli di Pedalaman


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Sebenarnya siapa kita? Dalam arti luas siapa sebenarnua populasi yang mendiami nusantara? Apakah penduduk asli atau orang pendatang? Yang menjadi pertanyaan pertama soal ini siapa penghuni pertama pulau-pulau di nusantara? Apakah sudah ada begitu saja atau datang dari tempat lain? Jelas tidak ada yang tahu, karena populasi manusia di nusantara sudah ada ribuan tahun yang lampau. Lalu muncul teori proto versus deutro Melayu. Namun tidak dijelaskan sejak kapan keduanya bermula. Meksi teori itu masih ada mengapungkan, tetapi sudah lama dikesampingkan. Soal nama teori dikaitkan dengan nama Melayu menjadi masalah lain lagi.


Teori proto Melayu versus deutro Melayu muncul pada era Hindia Belanda, tetapi itu banyak yang menentang, lebih-lebih pada dekade-dekade belakang yang kemudian lambat laun dikesampingkan dan mulai terlupakan. Lalu teori apa sebagai penggantinya? Sejauah ini tidak ada teori baru yang menjadi lebih baik. Meskipun teori-teori baru sudah semakin canggih seperti teori yang menggunakan pendekatan/analisis DNA. Okelah itu berarti masih ada ruang sejarah yang belum terisi tentang teori penduduk melayu dan non melayu, setelah teori proto-deutro Melayu dikesampingkan/dilupakan. Lalu, mengapa harus disebut Melayu? Bukankah ada suku/bangsa lainnya seperti Batak, Jawa dan lainnya. Bahkan populasi Jawa dari masa ke masa lebih banyak dari populasi Melayu sendiri. Boleh jadi bukan karena hitungan bilangan (jumlah) besar, tetapi hitungan luasnya (persebaran) populasi yang diidentifikasi karena berbahasa Melayu. Lalu, apakah populasi berbahasa Melayu harus disebut orang Melayu? Dalam hal ini, secara spersifik mengapa penduduk asli yang menjadi Melayu?

Lantas bagaimana sejarah penduduk asli yang menjadi Melayu? Seperti disebut di atas, ada kekosongan teori yang menjelaskan pembentukan populasi penduduk Indonesia di masa lampau. Dalam hal ini apakah semua penduduk asli menjadi Melayau? Fakta tidak karena ada penduduk asli seperti Jawa, Batak, Dayak dan sebagainya? Lalu bagaimana sejarah penduduk asli kemudian menjadi Melayu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (789): Grobogan, Geomorfologi di Daerah Bengawan Solo; Bagaimana Sumber Garam di Pedalaman?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Apalah artinya bahwa di kabupaten Grobogan yang berada di pedalaman (pulau) Jawa ditemukan sumber garam. Orang hanya sekadar tahu, habis itu berlalu. Akan tetapi mengapa tidak ada orang yang bertanya mengapa ada sumber garam di pedalaman Jawa di Grobogan. Nah, itulah pertanyan kita dalam artikel ini.


Garam tidak bersumber dari air hujan atau air sungai. Garam biasanya diasosiasikan dengan air laut yang umumnya mengandung garam. Pada masa ini ada garam industri dan ada juga garam alam. Pada masa lampau garam alam yang tersedia, diperdagangkan dan dibuat oleh penduduk yang berada di pesisir pentai. Pembuatan garam tidak berada di muara sungai tetapi agak jauh di area dimana ombak tidak terlalu besar dan lahan-lahan pembuatannya cenderung dangkal dan datar. Sentra produksi garam muncul karena adanya sumber garam yang baik (air laut dengan salinitas yang tinggi) dan terdapatnya populasi penduduk yang memiliki kemampuan untuk mengolah. Hal itulah mengapa sentra produksi garam tidak di semua tempat tetapi hanya di beberapa tempat seperti pantai utara di Jawa berada di pulau Madura, do pantai barat Sumatra berada di teluk Tapanuli.

Lantas bagaimana sejarah geomorfologi Grobogan dan daerah aliran bengawan (sungai) Solo? Seperti disebut di atas, secara geomorfologis daerah Grobogan pada masa ini berada di pedalaman, tetapi ditemukan sumber garam. Dalam hal ini apakah ada kaitannya dengan daerah lairan sungai (bengawan) Solo. Lalu bagaimana sejarah geomorfologi Grobogan dan daerah aliran bengawan (sungai) Solo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 21 Agustus 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (788): Interaksi Penduduk Zaman Kuno; Asam Gunung di Pedalaman, Garam Laut di Pesisir Pantai


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Sebenarnya siapa kita? Dalam arti luas siapa sebenarnua populasi yang mendiami nusantara? Apakah penduduk asli atau orang pendatang? Yang menjadi pertanyaan pertama soal ini siapa penghuni pertama pulau-pulau di nusantara? Apakah sudah ada begitu saja atau datang dari tempat lain? Jelas tidak ada yang tahu, karena populasi manusia di nusantara sudah ada ribuan tahun yang lampau. Lalu muncul teori proto versus deutro Melayu. Namun tidak dijelaskan sejak kapan keduanya bermula.


Dulu ada teori proto Melayu versus deutro Melayu, tetapi itu banyak yang menentang dan lambat laun terlupakan. Lalu penggantia teori apa? Tidak ada teori baru yang menjadi lebih baik. Okelah itu berarti masih ada ruang yang belum terisi tentang teori penduduk melayu dan non melayu. Lalu, mengapa harus disebut melayu? Bukankah ada Batak, Jawa dan lainnya. Bahkan populasi Jawa dari masa ke masa lebih banyak dari populasi Melayu. Boleh jadi bukan karena hitungan bilangan (jumlah) besar, tetapi hitungan luasnya (persebaran) populasi yang diidentifikasi karena berbahasa Melayu. Lalu, apakah populasi berbahasa Melayu harus disebut orang Melayu?  Dalam hal ini tidak dapat dijelaskan soal kehadiran populasi pertama, karena itu sudah berlangsung sejak zaman pra-sejarah (ingat manusia purba seperti Phitecanthropus erectus). Oleh karena itu dalam hal ini dibatasi pada saat kehadiran pendatang di pulau yang terjadi interaksi yang diduga awal terbentuk budaya di satu sisi dan kemudian di sisi lain terbentuk populasi baru (umumnya di pesisir/belakang pantai). Dalam hal ii pula kita tidak sedanng membicarakan (teori) Proto Melayu versus Deutro Melayu, tertapi teori interaksi penduduk.

Lantas bagaimana sejarah interaksi penduduk zaman kuno? Seperti disebut di atas, interaksi penduduk di zaman kuno adalah salah satu instrument penting dalam terbentuknya suatu buda (yang menjadi kebudayaan). Dalam berbagai fakta sejarah dan analisis para ahli di era Hindia Belanda di satu pisah sudah eksis populasi manusia di berbagai pulau, yang kemudian di sisi lain kehadiran pendatang di pantai telah terjadi interaksi yang intens dalam perdagangan yang menjadi sebab terbentuknya budaya baru dan bahkan populasi baru di pesisir. Lalu bagaimana sejarah interaksi penduduk zaman kuno? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (787): Candi Bahal di Portibi dan Geomorfologi Sungai Panai; Kerajaan Dunia? Apa Kata Dunia!


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Apakah ada nama tempat di Indonesia bernama Pertiwi? Apakah ada di pulau Jawa? Apakah ada di India? Sejatinya nama Pertiwi sebagai nama tempat hanya satu di Indonesia yakni Portibi di Padang Lawas (Tapanuli Selatan). Di wilayah Portibi ini di masa lalu berada di daerah aliran sungai Panai di teluk Barumun (di teluk tersebut terdapat kota Binanga).


Nama Pritiwi juga dikaitkan dengan Ibu Pertiwi. Element Pertiwi (Sanskerta: pṛthvī, atau juga pṛthivī) adalah Dewi dalam agama Hindu dan juga "Ibu Bumi" (atau dalam bahasa Indonesia "Ibu Pertiwi"). Sebagai pṛthivī matā "Ibu Pertiwi" merupakan lawan dari dyaus pita "Bapak Angkasa". Dalam Rgveda, Bumi dan Langit sering kali disapa sebagai pasangan, mungkin hal ini menekankan gagasan akan dua paruh yang saling melengkapi satu sama lain. Pertiwi juga disebut Dhra, Dharti, Dhrthri, yang artinya kurang lebih "yang memegang semuanya". Sebagai Prthvi Devi, ia adalah salah satu dari dua sakti Batara Wisnu. Sakti lainnya adalah Laksmi. Prthvi adalah bentuk lain Laksmi. Nama lain untuknya adalah Bhumi atau Bhudevi atau Bhuma Devi. Ibu Pertiwi merupakan personifikasi nasional Indonesia, sebuah perwujudan tanah air Indonesia. Sejak masa prasejarah, berbagai suku bangsa di kepulauan Nusantara sudah menghormati roh alam dan kekuatan bumi, mereka mengibaratkannya sebagai ibu yang memberikan kehidupan, sebagai dewi alam dan lingkungan hidup. Setelah diserapnya pengaruh Hindu sejak awal millenia pertama di nusantara, dia dikenal sebagai Dewi Pertiwi, dewi bumi. Ibu Pertiwi populer dalam berbagai lagu dan puisi perjuangan bertema patriotik, seperti lagu "Ibu Pertiwi" dan "Indonesia Pusaka". Dalam lagu kebangsaan "Indonesia Raya", lirik dalam bait "Jadi pandu ibuku", kata "ibu" di sini merujuk kepada Ibu Pertiwi. Meskipun Ibu Pertiwi populer dalam berbagai lagu dan puisi perjuangan, perwujudan fisik dan citranya jarang ditampilkan di media massa Indonesia. (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah geomorfologi candi Bahal di Portibi di daerah aliran sungai Panai? Seperti disebut di atas, ada nama tempat hingga masa ini Bernama Portibi di Padang Lawas dimana di tempat itu terdapat candi Bahal yang berasal dari era Hindoe-Boedha. Kota Portibi di masa lampau berada di sisi timur sungai Panai (tidak jauh dari teluk Barumun). Salah satu kota di teluk ini adalah Kota Binangan. Dengan Namanya Portibi (yang diduga merujuk pada kata ‘pṛthvī’ yang diartikan bumi/dunia). Dalam hal ini apakah di Portibi adalah Kerajaan Dunia? Apa Kata Dunia! Lalu bagaimana sejarah geomorfologi candi Bahal di Portibi di daerah aliran sungai Panai? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 20 Agustus 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (786): Nama Geografi dalam Studi Sejarah; Toponimi Latin, India, Cina, Portugis, Belanda, Inggris


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Nama tempat (nama geografi) dan toponimi adalah dua hal yang berbeda. Nama geografi adalah nama yang disebut, dicatat dan dikomunikasi dalam era sejarah yang berbeda. Perbedaan itu karena pengaruh lokal dan pengaruh asing (Latin India Cina Portugis Belanda Inggris). Pengaruh Belanda sendiri dapat berbeda antara era VOC dan era Pemerintah Hindia Belanda. Sementara itu, toponimi adalah surtu pendekatan dalam studi untuk melacak nama masa lalu yang sesuai dengan nama masa kini karena perngaruh sejarah yang berbeda di masa lampau. Dalam kontreks inilah kita membicarakan persoalan nama geografi dalam studi sejarah Indonesia.


Di laman Wikipedia terdapat deskripsi gagasan penamaan suatu tempat (proposal), yang menjabarkan pedoman penamaan untuk lokasi geografis bahasa Indonesia yang prinsip, aturan penamaannya mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia atau pedoman lain dari Pusat Bahasa dan Badan Informasi Geospasial, Proposal. Untuk pedoman penamaan lokasi/tempat yang saat ini diterapkan di Wikipedia, lihat Pedoman penamaan#Nama geografis. Pedoman tersebut dirasa tidak lengkap dan proposal ini dibuat untuk melengkapinya. Pedoman umum. Nama geografis (toponimi) terdiri dari dua unsur: nama generik dan nama spesifik. Nama generik adalah nama yang menggambarkan bentuk (bentang alam) dari unsur geografis tersebut, seperti pulau, danau, selat, gunung, lembah, dan sebagainya. Nama spesifik merupakan nama diri (proper name) dari unsur geografis dan digunakan sebagai unit pembeda antar unsur geografis. Nama spesifik yang sering digunakan untuk unsur geografis biasanya berasal dari kata sifat, misalnya ’baru’, ’jaya’, ’indah’, ’makmur’, atau kata benda yang bisa mencerminkan bentuk unsur tersebut, misalnya ’batu’, ’candi’, dan lain sebagainya. (selengkapnya ...). Dengan demikian, setiap penamaan suatu unsur geografis di Wikipedia harus lengkap mencakup nama generik dan nama spesifik (tetapi lihat Tambahan 2 di Pedoman 2). Sesuai dengan kaidah pengejaan, baik nama generik maupun nama spesifik diawali dengan huruf kapital, karena keduanya membentuk nama diri. Contoh: Pulau Bali, bukan Bali; Pulau Lombok, bukan Lombok; Selat Karimata, bukan Karimata; dan Lembah Anai, bukan Anai. Nama generik geografis bentang alam perlu dibedakan dari nama generik daerah/tempat (kota, kampung, dusun) atau satuan administratif (provinsi, kecamatan, desa, Kota). Nama daerah/tempat atau satuan administratif dapat memakai nama generik geografis bentang alam sebagai nama spesifik, seperti Bukittinggi, Ciamis, atau Bulukumba. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah persoalan nama-nama geografi dalam studi sejarah? Seperti disebut di atas, studi topnomi sudah lama dilakukan mengingat berbgai faktor sejarah (misalnya era sejarah Eropa) yang mempengaruhi (perubahan) nama suatu tempat (dalam hal ini di Indinesia/Nusantara). Lalu bagaimana sejarah persoalan nama-nama geografi dalam studi sejarah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (785): Pantai Amerika dan Geomorfologi; Saat Australia bagian Indonesia - Amerika bagian Inggris


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Hubungan bilateral Republik Indonesia dan Amerika Serikat memang sudah berlangsung selama 73 tahun. Hubungan diplomatik antara kedua negara dibuka secara resmi pada 28 Desember 1949. Hubungan antara kedua negara, meski secara geografis berjauhan juga cenderung dekat: sama-sama negara republik yang memproklamasikan kemerdekaan sendiri (dari penjajahan). Sebenarnya tidak sekadar itu. Banyak yang tidak tahu, sejarah lama kerap mengejutkan. Hubungan wilayah Indonesia (baca: Hindia Belanda) dan Amerika Serikat (baca: Virginia dan sekitar) sudah berlangsung sangat lama bahkan jauh sebelum kemerdekaan Amerika Serikayt 7 Juli 1774. Saat itu Australia masih bagian Indonesia dan Amerika Serikat masih bagian Inggris. Bagaimana bisa? Itu dia. Mari kita lacak!


Thomas Hewes adalah konsul Amerika Serikat pertama yang menjabat di Batavia, Jawa pada 24 November 1801 dan selesai menjabat pada 26 Januari 1802. Konsulat ini kemudian tutup pada 27 Februari 1942 dan dibuka kembali pada 24 Oktober 1945. Robert R Purvis menjadi Agen Perdagangan di Medan, Sumatra yang ditunjuk oleh Mentri Luar Negri AS pada 12 Juli 1853; kemudian kantor Agen Perdagangan dijadikan kantor wakil konsulat pada tahun 1866 dan agen konsulat pada tahun 1898. Kantor agen perdagangan ini kemudian diperintahkan untuk ditutup pada 4 Januari 1916 dan menjadi konsulat dengan Horace J. Dickinson sebagai konsul yang pertama pada 21 Juli 1917. Konsulat ini sendiri kemudian ditutup pada 25 Juli 1917. Joseph Balestier menjadi konsul di Riau, Kepulauan Bintan pada 11 Oktober 1833 penunjukannya disahkan pada 10 Februari 1834. Tidak jelas kapan perwakilan di Riau ini akhirnya ditutup. Carl Van Oven menjadi agen konsuler pada 11 Januari 1866 di Surabaya, Jawa. Kantor ini kemudian menjadi konsulat dengan ditunjuknya Harry Campbel pada 25 Mei 1918. Edward George Taylor menjadi agen konsuler di Semarang, Jawa pada 10 Juli 1885. Agensi ini kemudian ditutup pada 1 Oktober 1913. Konsulat Surabaya kemudian ditutup pada 22 Februari 1942. Beberapa titik pendaratan pertama tentara Amerika di Indonesia pada masa Perang Dunia II yakni 21 April 1944 AS mendarat di Hollandia (sekarang Jayapura); 27 Mei 1944 AS mendarat di Noemfeex (sekarang disebut ??); 30 Juli 1944 AS mendarat di Sansapor. Konsulat Surabaya kemudian dibuka lagi untuk umum pada 27 Mei 1950 yang kemudian ditingkatkan menjadi kedutaan besar hingga sekarang. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah geomorfologi Pantai Amerika? Seperti disebut di atas, hubungan antara wilayah Indonesia dan wilayah Amerika Serikat sudah berlangsung lama bahkan jauh sebelum Amerika Serikat memproklamasikan kemerdekaan 4 Juli 1774. Saat itu Indonesia memiliki Australia dan Inggris memiliki Amerika Serikat. Lalu bagaimana sejarah geomorfologi Pantai Amerika? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.