Rabu, 05 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (29):Kota Manggar Tempo Dulu, Pantai Timur Belitung; Muara Sungai Manggar - Gunung Boeroeng Mandi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Manggar pada dasarnya nama kuno, nama yang berasal dari masa lampau. Nama Manggar mirip dengan nama Manggarai. Mangga adalah nama tempat pada masa lalu. Mangga dalam hal ini dibedakan dengan mangga sebagai buah/pohon. Nama tempat Mangga sejaman dengan nama tempat Nangga. Nama tempat Nanggar ditemukan di Tapanuli Selatan dan Simalungun hingga pulau Madura. Lagu Si Nanggar Tullo terkenal dari tanah Batak. Hal itulah mengapa nama Manggar di pulau Belitung diduga memiliki sejarah yang panjang. Nama tempat Manggar juga ditemukan antara lain di Kalimantan Timur.


Manggar adalah sebuah kecamatan dan sekaligus ibu kota dari Kabupaten Belitung Timur di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Manggar awalnya didirikan sebagai pusat penambangan timah pada abad ke-19. Pada dasawarsa 1860-an, seorang ahli tambang Belanda dari Billiton Maatschappij yang bernama De Groot menjelajahi wilayah Manggar dan membentuk sebuah distrik penambangan yang disebut Burung Mandi Lenggang. Pada tahun 1863, sebuah tambang timah didirikan di sebelah kanan Sungai Manggar, dan nama distriknya pun diganti menjadi Manggar pada tahun 1866. Para pendatang dari Tiongkok diperbolehkan masuk ke Manggar pada 8 Oktober 1871, dan tanggal inilah yang dipilih sebagai hari jadi Manggar. Pada akhir tahun 1945, ketika Revolusi Nasional Indonesia sedang berlangsung, aparat Belanda menduduki kembali kota ini, walaupun mereka menghadapi perlawanan dari Tentara Nasional Indonesia. Pada dasawarsa 1980-an, Kecamatan Manggar sudah menjadi salah satu dari empat kecamatan di Pulau Belitung. Manggar menjadi ibu kota Kabupaten Belitung Timur setelah pembentukan kabupaten tersebut pada tahun 2003. Kecamatan Manggar terbagi menjadi sembilan desa: Kelub, Padang, Lalang, Lalang Jaya, Kurnia Jaya, Baru, Bentaian Jaya, Mekar Jaya, dan Buku Limau. Tokoh terkenal Yusril Ihza Mahendra (kelahiran 1956) dan Basuki Tjahaja Purnama (kelahiran 1966) (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Manggar tempo doeloe dan pertambangan timah? Seperti disebut di atas, kota Manggar berada di muara sungai Manggar di pantai timur pulau Belitung. Kota ini menjadi penting karena pertambangan timah di gunung Burung Mandi. Lalu bagaimana sejarah Manggar tempo doeloe dan pertambangan timah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bangka Belitung (28): Kota Sijuk Tempo Doeloe, Kota Tua di Pantai Utara Pulau Belitung; Sejarah Tambang Timah


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Kota Sijuk tidak sejuk, karena kota berada di pantai utara pulau Belitung. Namun sangat sejuk memandang ke horizon di Laut Cina Selatan. Namun yang lebih penting kota Sijuk, berada di suatu wilayah/Kawasan strategis. Pada masa lampau Sijuk terhubung ke barat di pulau Bangka dan pantai timur Sumatra, dan ke timur di pulau Karimatan dan pantai barat Kalimantan. Hal itulah mengapa dulu Sijuk penting. Bagaimana pada masa kini?


Sijuk adalah sebuah kecamatan di kabupaten Belitung, provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Wisata unggulan kabupaten Belitung, banyak berada di kecamatan Sijuk, terutama objek wisata pantai, seperti Pantai Tanjung Tinggi, Pantai Tanjung Kelayang, dan Pantai Tanjung Binga. Kecamatan Sijuk terdiri dari 10 desa: Batu Itam, Terong, Air Seruk, Air Selumar, Tanjung Binga, Keciput, Sijuk, Sungai Padang, Pelepak Pute, dan Tanjong Tinggi. Pusat Pemerintahan Kecamatan Sijuk adalah di Desa Sijuk. Secara geografis Kecamatan Sijuk terletak terletak disebelah Utara, dengan batas wilayah sebagai berikut; Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan; Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Belitung Timur; Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjungpandan & Kecamatan Badau; Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Natuna. Surau Tertua di Belitung, Masjid Sijuk yang Berdiri Sejak 1817. Dalam poster tertulis, Masjid Sijuk dibangun oleh seorang bernama Tuk Dong yang kabarnya merupakan seorang penyebar agama Islam dari Kalimantan. Di Sijuk juga pernah terjadi pertempuran melawan NICA/Belanda 1945 di sekitar dekat jembatan di Desa Air Seruk Kecamatan Sijuk. Pertempuran sengit itu terjadi pada tanggal 25 November 1945. Pertempuran saat itu dipimpin Lettu Daud Malik (berbagai sumber).

Lantas bagaimana sejarah kota Sidjoek tempo dpeloe, kota pantai di bagian utara pulau Belitung? Seperti disebut di tas, kota Sijuk dahulunya sudah menjadi salah satu pusat perdagangan timah dimana pertambangan timah ditemukan di wilayah pedalaman. Lantas bagaimana sejarah kota Sidjoek tempo dpeloe, kota pantai di bagian utara pulau Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 04 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (27): Kota Tanjung Pandan, Dulu Lebih Besar dari Muntok dan Pangkal Pinang; Kini Kota Kedua di Babel


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Tanjung Pandan pada dasarnya adalah kota tua, kota yang berada di pulau Belitung. Tanjung Pandan sejak doeloe sudah menjadi pusat perdagangan di pulau Belitung dan sekitar. Pada saat permulaan cabang Pemerintah Hindia Belanda, Residen berkedudukan di Muntok dan Asisten Residen berkedudukan di Tanjung Pandan. Pada fase ini kota Tanjung Panda jauh lebih besar dari kota Pangkal Pinang. Ketika ibu kota residentie relokasi dari Muntok ke Pangkal Pinang, kota Tanjoeng Pandang berkembang pesat melampaui kota Muntok dan kota Pangkal Pinang. Kota Tanjung Pandang dapat dikatakan kota sepanjang masa.


Tanjungpandan adalah sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Belitung, provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang sekaligus menjadi ibu kota dari kabupaten Belitung. Tanjungpandan adalah kota pelabuhan dimana pelabuhan dikelola oleh BUMN PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Tanjungpandan. Kecamatan Tanjungpandan terdiri dari 7 kelurahan dan 9 desa, yakni: Kampong Damai, Kota Tanjungpandan, Lesung Batang, Paal Satu, Pangkal Lalang, Parit, Tanjung Pendam. Selain itu adalah desa-desa Aik Ketekok, Aik Pelempang Jaya, Aik Rayak, Air Merbau, Air Saga, Buluh Tumbang, Dukong, Juru Seberang dan Perawas. Penduduk asli kabupaten Belitung atau juga pulau Belitung adalah suku Sawang. Selain suku Sawang ada juga suku lainnya seperti suku Lingge, suku Ulim, suku Juru dan suku Parak, yang masih erat dengan budaya Melayu, dan merupakan suku mayoritas di Belitung, demikian halnya di kecamatan Tanjungpandan, selain suku Melayu, terdapat beragama etnis lain, dengan jumlah signifikan yakni Tionghoa, kemudian ada juga suku Jawa, Sunda, Batak, Minangkabau, dan suku lainnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik kabupaten Belitung 2021 agama yang dianut penduduk Tanungpandan sangat beragam dengan mayoritas menganut agama Islam yakni 87,50 persen (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Tanjung Pandan, yang dulu kota lebih besar dari Muntok dan Pangkal Pinang? Seperti disebut di atas, ibu kota di pulau Belitung dari masa ke masa berada di Tanjung Pandan, sementara ibu kota di pulau Bangka awalnya di Muntok kemudian relokasi ke Pangkal Pinang. Pada masa ini kota Tanjung Pandan, kota kedua di (provinsi) Bangka Belitung (setelah ibu kota provinsi di Pangkal Pinang). Lalu bagaimana sejarah Tanjung Pandan, yang dulu kota lebih besar dari Muntok dan Pangkal Pinang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bangka Belitung (26): Pulo Belitung Antara Pulau Bangka dan Selat Karimata; Kalau Sangka Jauh di Mata, Dekat di Hati


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Nama pulau Belitung sudah dikenal sejak lama. Namun namanya pasang surut, tenggelam. diantara nama-nama besar: nama pulau Bangka dan nama selat Karimata. Saya baru kali ini memperhatikan pulau Belitung. Semua itu karena di dalam perjalanan hidup saya yang pernah berkunjung ke seluruh wilayah di Indonesia, saya baru menyadari dan dapat dikatakan ternyata saya belum pernah mengunjungi pulau Belitung. Boleh jadi saya telah melewatinya baik melalui moda transportasi laut maupun transportasi udara. Ketika pernah berkunjung ke pulau Bangka, tampaknya saya hanya terbatas di pulau Bangka. Kalau disangka jauh di mata, tetapi kini dekat di hati.


Belitung, atau Belitong (bahasa setempat, diambil dari nama sejenis siput laut), dulunya dikenal sebagai Billiton adalah sebuah pulau di lepas pantai timur Sumatra, diapit oleh Selat Gaspar dan Selat Karimata. Pulau ini terkenal dengan lada putih (Piper sp.) yang dalam bahasa setempat disebut sahang dan bahan tambang tipe galian-C seperti timah putih, pasir kuarsa, tanah liat putih (kaolin), dan granit. Akhir-akhir ini menjadi tujuan wisata alam alternatif. Pulau ini dahulu dimiliki Britania Raya (1812), sebelum akhirnya ditukar kepada Belanda, bersama-sama Bengkulu, dengan Singapura dan New Amsterdam (sekarang bagian kota New York). Kota utamanya adalah Tanjung Pandan. Pulau Belitung terbagi menjadi 2 kabupaten yaitu Kabupaten Belitung, beribukota di Tanjung Pandan, dan Belitung Timur, beribukota Manggar. Sebagian besar penduduknya, terutama yang tinggal di kawasan pesisir pantai, sangat akrab dengan kehidupan bahari yang kaya dengan hasil ikan laut. Sumber daya alam yang tak kalah penting bagi kehidupan masyarakat Belitung adalah timah. Usaha pertambangan timah sudah dimulai sejak zaman Hindia Belanda. Penduduk Pulau Belitung terutama adalah suku Melayu (bertutur dengan dialek Belitung) dan keturunan Tionghoa Hokkien dan Hakka (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah pulau Belitung, antara pulau Bangka dan pulau Karimata? Seperti disebut di atas, nama pulau Belitung sudah dikenal sejak lama, namun pasang surut tenggelam di bawah nama besar Bangka dan Karimata. Kini, siapa sangka jauh di mata tetapi dekat di hati. Lantas bagaimana sejarah pulau Belitung, antara pulau Bangka dan pulau Karimata? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 03 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (25): Warga Cina dan Orang Tionghoa di Bangka - Belitung; Sejarah Migran Asal Tiongkok Hindia Timur


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Warga Cina menjadi Orang Tionghoa. Begitulah sejarahnya. Bermula dari masa lampau, bahkan sejak zaman kuno. Pada era Portugis orang Tiongkok sudah banyak yang berdagang ke wilayah Hindia Timur. Populasinya semakin meningkat pada era VOC/Belanda. Sejak era Pemerintah Hindia Belanda banyak yang menetap, yang kemudian muncul nama Tionghoa yang kini menjadi warga negara Indonesia. Namun sebaliknya banyak juga yang Kembali ke Tiongkok, berbeda dari masa ke masa. Bagaimana para migran asal Tiongkok di kepulauan Bangka dan Belitung sejak tempo doeloe?


Tionghoa Bangka-Belitung adalah etnis Tionghoa tinggal di wilayah Bangka Belitung, salah satu daerah dengan konsentrasi etnis Tionghoa yang besar di Indonesia. Awal kedatangan skala besar orang Cina di Bangka Belitung tahun 1700-1800-an. Orang Hakka didatangkan dari berbagai wilayah di Guangdong Huizhou, Chaozhou tenaga penambang timah. Sebagian besar etnis Tionghoa di Bangka Belitung Orang Hakka, minoritas Orang Minnan (Hokkian). Sensus 1920, populasi orang Cina di Bangka 44% dari 154.141 jiwa. Etnik Tionghoa di Bangka dan Belitung terbesar kedua setelah suku Melayu. Budaya Tionghoa di Bangka sedikit berbeda dengan di Belitung. Orang Cina di Bangka didatangkan awal abad ke-18 ketika pertambangan resmi dibuka. Umumnya tidak membawa istri, menikahi penduduk asli, sehingga Tionghoa di Bangka sebagian besar peranakan berbicara bahasa Hakka bercampur Bahasa Melayu. Tionghoa Belitung dianggap "totok" datang pada abad ke-19 membawa istri, beradaptasi dengan kebudayaan Nusantara. Mereka masih berbicara dengan Bahasa Hakka yang asli. Tokoh-tokoh Tionghoa Bangka-Belitung: Lim Tau Kian, Lim Boe Sing, Tjoeng A-tiam, mayor Cina di Mentok. Tan Hong Kwee, kapten Cina di Mentok 1832 – 1839, Tony Wen, lahir di Sungailiat, pejuang kemerdekaan Indonesia. Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Bupati Belitung Timur dari 3 Agustus 2005 sampai 22 Desember 2006 dan Gubernur DKI Jakarta dari 16 Oktober 2014 sampai 9 Mei 2017, Myra Sidharta, penulis dan sinolog dari Belitung. Sandra Dewi, aktris. Rudianto Tjen, politikus, Hidayat Arsani, Wakil Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Bambang Patijaya, politisi/(anggota DPR (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah warga Cina dan orang Tionghoa di Bangka Belitung? Seperti disebut di atas, orang Tionghoa cukup banyak di Bangka Belitung yang merupakan bagian dari sejarah migran asal Tiongkok di Hindia Timur. Lantas bagaimana sejarah warga Cina dan orang Tionghoa di Bangka Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bangka Belitung (24): Pulau Tujuh, Pulau Sengketa Riau dan Bangka Belitung; Pulau Berhala, Sengketa Antara Riau-Jambi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Pulau Tujuh? Mengapa kini penting. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, pulau ini tidak diperhatikan bahkan kurang terinformasikan. Meski demikian, nama pulau Tujuh sudah dikenal lama, suatu pulau yang di dalam peta-peta Pemerintah Hindia Belanda diidentifikasi dalam peta Bangka. Apakah pulau Tujuh diidentifikasi dalam peta (kepulauan) Riau? Yang jelas pada masa ini menjadi dipersengkatakan antara Riau dan Bangka Belitung.


Inilah Sejarah Pulau Tujuh, Lokasi Dekat Bangka Belitung yang Kini Jadi Milik Kepulauan Riau. BANGKAPOS.COM - Hampir 20 tahun menjadi sengketa sekaligus bom waktu bagi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Provinsi Kepulauan Riau, kini jelas sudah status Pulau Tujuh. Sempat dipertahankan Babel sebelumnya, Pulau Tujuh saat ini sudah masuk ke dalam wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Hal itu tertuang dalam terbitnya Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 050-145 tahun 2022 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, dan Pulau tahun 2021 yang disahkan tanggal 14 Februari 2022. Sejak enam bulan lalu, pulau dengan jumlah tujuh gugusan itu bukan lagi termasuk wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Di dalam Kepmendagri Nomor 050-145 tahun 2022, Desa Pekajang di Pulau Tujuh ditetapkan sebagai bagian Kecamatan Lingga, Provinsi Kepulauan Riau. Posisi Desa Pekajang berkode 21.04.02.2001 berada paling atas desa-desa lainnya di Kecamatan Lingga, Kabupaten Lingga, Kepri. Secara geografis, Pulau Tujuh memang lebih dekat dengan Kabupaten Bangka, ketimbang Kepulauan Riau. Dari Bangka, perjalanan ke Pulau Tujuh hanya tiga jam dari Teluk Limau, Parittiga, Bangka Barat sementara dari Lingga delapan jam. Namun begitu, keputusan masuknya gugusan Pulau yang berada di utara Pulau Bangka ini ke Provinsi Kepulauan Riau ternyata tak berlandaskan satu dua alasan saja (https://bangka.tribunnews.com/2022/08/05/)

Lantas bagaimana sejarah Pulau Tujuh, pulau sengketa Riau dan Bangka Belitung? Seperti disebut di atas, pada masa ini ada sejumlah pulau(-pulau) yang dipersengkatan antara satu daerah dengan daerah lain. Sebelumnya juga pulau Berhala, sengketa antara Riau dan Jambi. Lalu bagaimana sejarah Pulau Tujuh, pulau sengketa Riau dan Bangka Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.