Kamis, 13 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (43): Pelabuhan Tanjung Pandan, Pelabuhan Masa ke Masa di Pulau Belitung; Riwayatmu Dulu - Kini


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Apa keutamaan pelabuhan Tanjung Pandan? Tidak hanya lebih tua dari Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Tanjung Emas, juga lebih tua dari pelabuhan Tanjung Pinang. Pelabuhan Tanjung Pandan dibangun pada saat permulaan cabang Pemerintah Hindia Belanda di pulau Belitung. Pelabuhan Tanjung Pandan tumbuh seiring pertumbuhan produksi dan perdagangan timah di pulau Belitung. Bagaimana sejarahnya? Tampaknya, sejauh ini, tidak ada yang pernah menulisnya.


Pelabuhan Tanjung Pandan adalah sebuah pelabuhan yang terletak di Jl. Pelabuhan Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung, Kepulauan Bangka Belitung. Pelabuhan Tanjung Pandan ini merupakan salah satu jalur penting untuk pengiriman penumpang dan barang. Saat ini Pelabuhan Tanjung Pandan ini dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau yang lebih dikenal dengan nama PT Pelindo. Pelabuhan Tanjung Pandan ini merupakan salah satu jalur utama untuk masuk dan keluarnya kapal penumpang Expres Bahari, kapal Roro dan kapal Pelni yang membawa penumpang dari pelabuhan Tanjung Priok ke Belitung. Pelabuhan Tanjung Pandan juga menjadi pelabuhan bagi kapal kayu yang membawa sembako dari Jakarta, Kalimantan dan Bangka Belitung. Selain itu, ada juga bahan industri sumber daya alam Belitung seperti kaolin, minyak sawit, pasir dan sebagainya yang dibawa ke Jakarta dan daerah lainnya. Pelabuhan Tanjung Pandan juga merupakan sarana transportasi bagi peningkatan kemajuan pariwisata sehingga menjadi jalur keluar dan masuknya wisatawan ke Belitung (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Pelabuhan Tanjung Pandan, pelabuhan masa ke masa di pulau Belitung? Seperti disebut di atas, tampaknya belum ada yang tertarik menulisnya. Sebagai pelabuhan masa ke masa, sejarah pelabuhan Tanjung Pandang sudah tentu memiliki riwayat sejarah panjang: Riwayatmu doeloe hingga kini. Lalu bagaimana sejarah Pelabuhan Tanjung Pandan, pelabuhan masa ke masa di pulau Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bangka Belitung (42):Tempat Nama Cina di Pulau Belitung; Nama-Nama Tempat di Belitung, Hindoe Boedha-Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Apakah ada nama-nama tempat asal Tiongkok di Indonesia? Tentu saja ada sejak era VOC/Belanda. Di Jakarta, pada era Batavia adalah nama Pecking (menjadi Pesing). Namun yang menjadi menarik pada era Hindia Belanda di (pulau) Belitung cukup banyak nama-nama tempat yang memiliki padanan dengan nama lokal. Nama-nama local ini ada yang berasal dari era Hindoe Boedha. Nama-nama Cina muncul pada era Hindia Belanda sehubungan dengan komunitas orang Cina dalam pertambangan timah di Belitung. Nama-nama Cina tersebut hanya terbatas di district Tandjoeng Pandan dan district Boeding plus district Dendang. Mengapa?


Pada saat permulaan cabang Pemerintah Hindia Belanda di (kepulauan) Belitung, wilayah dibagi ke dalam lima district: Tandjoeng Pandan, Boeding, Manggar, Lenggang dan Dendang. Pejabat pemerintah di pulau adalah seorang Asisten Residen yang berkedudukan di Tandjoeng Pandan. Pembentukan cabang pemerintahan di Belitung ini sehubungan dengan kehadiran swasta dalam pembangunan. Dalam hal ini pembangunan di (kepulauan) Belitung adalah eksploitasi pertambangan timah. Perusahaan yang berinvestasi adalah Billiton Maatschappij (sejak 1851). Pembukaan tambang di district Tandjong Pandan dimulai segera setelah BM memulai pekerjaan pertama. Area tambang pertama di Lesoeng Batang tahun 1851. Pembukaan tambang berikutnya di district Manggar dimana produksi pertama tahun 1863; kemudian disusul di district Boeding dengan produksi pertama tahun 1865. Selanjutnya dibuka di district Dendang dengan produksi pertama tahun 1868. Terakhir, pembukaan tambang di district Lenggang dengan produksi pertama tahun 1881.

Lantas bagaimana sejarah tempat nama Cina di pulau Belitung? Seperti disebut di atas, nama-nama tempat dengan nama Cina di Belitung terjadi pada era Hindia Belanda. Hal itu sehubungan dengan keberadaan komunitas asal Tiongkok yang bekerja di pertambangan timah. Nama-Nama tempat di Belitung sudah ada sejak era Hindoe Boedha. Lalu bagaimana sejarah tempat nama Cina di pulau Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 12 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (41): Pulau Pasir di Belitung - Klaim Pulau Pasir oleh Australia; Geomorfologis Pulau-Pulau Pasir Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Apa itu pulau pasir? Yang jelas ada Pulau Pasir di Bangka Belitung, tepatnya di kepulauan Belitung. Pada masa lalu, pulau pasir dapat menjadi penyelamat bagi perahu/kapal-kapal kecil yang terdampar, tetapi juga dapat menjadi ranjau bagi kapal-kapal besar (kapal kandas). Pulau Pasir di Belitung kini menjadi salah satu destinasi wisata. Pulau pasir banyak ditemukan di wilayah Indonesia. Ada satu pulau pasir yang menjadi masalah, klaim Australia atas pulau pasir (Ashmore Reef) yang masuk wilayah teritori Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diidentifikasi para nelayan Indonesia sebagai Pulau Pasir.


Pulau Pasir. Pulau satu ini tidak kalah indah dengan pulau sekitar Belitung. Jika beruntung pelancong akan merasakan pemberhentian Instagramable di tengah laut Belitung yang tenang. Bila kita mengikuti paket tour Hopping Island yang ditawarkan dipastikan harus mampir ke pulau Pasir. Pulau ini menjadi persinggahan pertama dan langsung membuat jatuh hati. Pulau Pasir tidak luas, jika dihitung tidak akan sampai setengah lapangan bola.  Pulau kecil itu ada karena terbentuk dari gundukan pasir di tengah laut, sering juga disebut pulau Gusong bisa muncul dan hilang. Bila laut pasang, pulau akan tenggelam dan hilang sama sekali. Pagi hari gundukan pasir akan muncul kembali, dan menjadi waktu yang tepat mendatangi pulau Pasir. Disitu uniknya pulau Pasir, dijamin belum lengkap berkunjung ke Belitung bila tak sempat melihat pulau Pasir. Kapal yang membawa pelancong bisa mendarat sampai bibir pulau Pasir. Kita tinggal merasakan butiran pasir putih yang bersih, yang selalu dibersihkan air laut. Biasanya spot paling mengasyikan berada di ujung pulau. Seperti berdiri di ujung menuju samudera luas. Satu lagi keunikan pulau Pasir adalah biota laut yang sering didapat pengunjung. Yaitu Bintang Laut. Biota lucu itu tidak beracun jadi anak-anak pun tidak bahaya bila memegang sambil berfoto. Selebihnya bermain-main sambil bergulingan di pasir dengan air laut yang jernih menjadi pilihan yang sering dilakukan anak-anak sampai orang dewasa di Pulau Pasir (https://direktoripariwisata.id/). 

Lantas bagaimana sejarah Pulau Pasir di Bangka Belitung? Seperti disebut di atas, banyak pulau-pulau pasir di wilayah Indonesia, salah satunya berada di kepulauan Belitung. Diantara pulau-pulau pasir itu menjadi sengketa yang mana Pulau Pasir yang masuk wilayah NTT diklaim Australia sebagai miliknya (Ashmore Reef). Namun yang menarik diperhatikan adalah geomorfologis pulau. Lantas bagaimana sejarah Pulau Pasir di Bangka Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (802): Tidak Semua Berbahasa Melayu, Orang Melayu; Bahasa Inggris Jadi Bahasa Lingua Franca


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Orang Melayu di Indonesia adalah salah satu suku. Orang Melayu juga terdapat di wilayah Singapura, Malaysia, Brunai dan lainnya. Siapa Orang Melayu? Mereka yang mengidentifikasi diri dan berafiliasi dengan Orang Melayu. Lalu, siapa yang berbahasa Melayu? Tentu saja ada yang berbahasa Melayu selain Orang Melayu. Lantas, apakah ada Orang Melayu yang tidak berbahasa Melayu?


Bahasa Melayu adalah satu hal. Orang Melayu adalah hal lain lagi. Bahasa Melayu terdiri banyak dialek. Perbedaan dialek mengindikasikan perbedaan kelompok populasi. Hal itulah mengapa ada yang mengidentifikasi di sebagai Orang Jambi, Orang Palembang, Orang Betawi dan sebagainya. Lantas bagaimana terbentuknya bahasa Melayu? Secara historis bahasa Melayu terbentuk dari perpaduan bahasa Sanskerta dan bahasa-bahasa daera, seperti bahasa Jawa dan bahasa Batak. Lalu bagaimana terbentuknya suku Melayu? Satu yang umum diketahui di wilayah Malaysia (khususnya) Semenanjung Malaya, siapapun, dari mana pun berasal, jika seseorang berbahasa Melayu, beragama Islam dan mengikuti tradisi Orang Melayu, maka mereka didientifikasi atau mengidentifikasi sebagai Orang Melayu. Tentu saja tidak demikian, di wilayah pantai timur Sumatra dan pantai barat Kalimantan, bahwa tidak setiap orang yang berbahasa Melayu dan beragama Islam adalah Orang Melayu. Akan tetapi bisa mengidentifikasi sebagai Orang Cina, Orang Batak, Orang Minangkabau, Orang Jawa, Orang Bugis dan sebagainya. 

Lantas bagaimana sejarah tidak semua berbahasa Melayu adalah Orang Melayu? Seperti disebut di atas, di Malaysia khususnya wilayah Semenanjung Malaya, setiap orang berbahasa Melayu dan beragama Islam adalah Orang Malayu. Fakta bahwa seperti halnya bahasa Sankerta, bahasa Melayu pernah menjadi lingua franca. Pada masa ini, secara internasional, bahasa Inggris menjadi bahasa Lingua Franca dan secara nasional Bahasa Indonesia adalah Lingua Franca. Lalu bagaimana sejarah tidak semua berbahasa Melayu adalah Orang Melayu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 11 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (40): Pertanian di Bangka Belitung dan Impor Beras dari Jawa; Pertanian Lada versus Pertambangan Timah


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Provinsi Bangka dan Belitung pada masa ini, tidak lagi soal timah, tetapi juga sudah bisa membicarakan soal pertanian tanaman pangan. Pada masa lampau, diantara pertambangan timah, penduduk pada era Hindia Belanda juga mengusahakan perkebunan lada. Oleh karena di Bangka Belitung kurang dikenal sagu, kebutuhan pangan, terutama beras, sangat tergantung dari impor dari Jawa. Saat permulaan cabang Pemerintah Hindia Belanda di (ulau) Bangka dan (pulau) Belitung soal pertanian kurang terinformasikan. Hanya soal timah. Apakah penduduk di Bangka dan Belitung ada yang mengusahakan pertanian (tanaman) pangan?


Sejauh ini tidak ditemukan narasi sejarah tentang pertanian (tanaman) pangan di (provinsi) Bangka dan Belitung. Apakah tidak ada sejarahnya? Yang jelas (perkebunan) lada yang memiliki sejarahnya sendiri. Seperti dinarasikan Jelajah. Kompas (.com), kebun lada pertama di Bangka diusahakan oleh orang-orang Cina yang ditanam berdekatan dengan kawasan pertambangan timah. Mereka sehari-hari bekerja di tambang timah dan pada waktu senggang menanam dan merawat tanaman ladanya. Inilah awal sejarah lada di Bangka. Pada awal abad ke-20, petani pribumi Melayu mulai tertarik menanam lada. Hal itu tak bisa lepas dari mudahnya mengurus tanaman lada dan cocok diintegrasikan dengan tanaman ladang serta komoditas itu lebih mudah dijual dengan harga tinggi. Selain itu, Pemerintah Hindia Belanda memberikan kemudahan kepada warga pribumi untuk menanam lada sehingga lada menjadi tanaman yang disukai pribumi. Selain itu, Pemerintah Hindia Belanda hanya mengenakan syarat agar lokasi kebun harus paling sedikit berjarak 1,5 kilometer dari tambang timah dan pekebun lada tidak dikenai pajak penanaman lada. Pajak hanya dipungut oleh penguasa lokal 1 persen dari penjualan. Kemudian, lada disebarluaskan ke Pulau Belitung dan Manggar yang tercatat sebagai daerah pertama yang menanam lada. Tahun 1920-an, perkebunan lada di Bangka dan Belitung mencapai masa keemasannya. Tahun 1926, misalnya, jumlah tanaman lada mencapai 7 juta pohon. Setahun kemudian bertambah menjadi 9 juta pohon dan berkembang hampir tiga kali lipat menjadi 20 juta pohon pada 1931. Alhasil, ekspor lada dari Banga Belitung pada tahun 1931 pun tercatat lebih dari 12.000 ton, sementara ekspor lada Hindia Belanda kala itu 14.000 ton. Dunia lada telah bersaing dengan dunia timah. Bagaimana dengan tanaman pangan khususnya padi? Konon, karena beras, penduduk Bangka dan Belitung dipimpin orang berasal dari Jawa.

Lantas bagaimana sejarah pertanian di Bangka dan Belitung dan impor beras dari Jawa? Seperti disebut di atas, dari masa ke masa pulau Bangka dan pulau Belitung lebih dikenal dengan (pertambangan) timah. Namun dalam perkembangannay pertanian lada mulai mendapat perhatian, tanpa tetap meninggalkan pertambangan timah. Namun bagaimana dengan tanaman pangan? Lalu bagaimana sejarah pertanian di Bangka dan Belitung dan impor beras dari Jawa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (801): ‘Kapal Induk’ Bahasa Indonesia; Bahasa Inggris Kapal Induk- Dunia, Bahasa Indonesia- Asia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Beberapa waktu yang lalu, PM Malaysia usul agar bahasa Melayu menjadi bahasa kedua ASEAN. Menteri Pendidikan RI menolak. Menurut para ahli sejarah Indonesia, Bahasa Indonesia harga mati, selain sudah dideklarasikan 1928 oleh para pemuda, juga oleh para senior telah ditetapkan dalam konstitusi (UUD) pada tahun 1945. Para ahli Bahasa Indonesia telah memantapkan Bahasa Indonesia dalam Kongres Bahasa Indoneisia tahun 1938 di Solo dan diteruskan di Medan pada tahun 1954. Hingga kini, Bahasa Indonesia dijaga melalui kongres bahasa secara berkesinambungan.


Pada tahun 1954, penyelenggara Kongres Bahasa Indonesia di Medan, mengundang hadir pegiat dan ahli bahasa Melayu di Federasi Malaya. Sayangnya, para ahli bahasa Melayu di (negara) Singapoera tidak bisa hadir karena alasan sibuk di Universiti Malaya. Sebaliknya, para golongan muda Federasi Malaya, jurnalis dan penyair datang ke Medan menghadiri kongres sebagai peninjau (disebut peninjau mungkin karena bukan merasa ahli bahasa Melayu). Menjelang kemerdekaan Federasi Malaya tahun 1957, ahli bahasa Melayu dan pengajar di Universiti Malaya Singapoera berkunjung ke Jogjakarta untuk mencari guru-guru Bahasa Indonesia yang bisa bersedia mengajar bahasa Melayu di sekolah-sekolah di Federasi Malaya. Tampaknya keberadaan Bahasa Indonesia, dan keseriusan Kongres Bahasa Indonesia di Medan telah mengubah persepsi para ahli bahasa Melayu di Federasi Malaya: ingin membanguna bahasa Melayu di Federasi Malaya (Semenanjung Malaya). Dalam hubungannya usul PM Malaysia menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa ASEAN, seorang guru besar Malaysia mengibaratkan Bahasa Indonesia adalah kapal induk dan bahasa Melayu di Malaysia sebagai kapal pendamping. Menurut ahli bahasa tersebut bahwa kapal induk Bahasa Indonesia tidak akan berjaya jika tidak ada kapal pendamping. Apa, iya? Bukankan Bahasa Indonesia sejak lama sudah menjadi kapal induk yang tidak memerlukan kapal pendamping? Jika kapal pendamping tentulah ia berada disamping, tetapi ‘tangisan’ guru besar Malaysia itu, seakan menyiratkan posisi bahasa Melayu sudah tertinggal dan jauh berada di belakang kapal induk Bahasa Indonesia. Dalam hal ini apakah kapal induk Bahasa Indonesia memerlukan kapal pendamping? Tidak pernah terpikirkan oleh ahli Bahasa Indonesia. Yang justru ada pada masa kini banyak kapal-kapal follower yang datang dari berbagai negara, termasuk negara Australia. 

Lantas bagaimana sejarah ‘Kapal Induk’ Bahasa Indonesia? Seperti disebut di atas, pemimpin Malaysia mengindinkan bahasa Melayu sebagai bahasa ASEAN dan guru besar Malaysia mengibaratkan bahasa Melayu sebagai kapal pendamping dan Bahasa Indonesia sebagai kapal induk. Namun navigasi bahasa di zaman teknologi informasi sekarang, secara algoritma. bahasa Inggris bagaikan Kapal Induk Dunia dan Bahasa Indonesia bagaikan Kapal Induk Asia. Lantas bagaimana sejarah ‘Kapal Induk’ Bahasa Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.