Sabtu, 26 November 2022

Sejarah Madura (1): Asal Usul Nama Pulau Madura; Seberapa Dekat Secara Geografis Pulau Madura dan Pulau Jawa Tempo Dulu?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini  

Pada dasarnya, di zaman kuno, nama menunjukkan (nama) tempat. Itu berarti secara geografis mengindikasikan nama tempat (kampong), nama sungai, nama gunung, nama pulau atau nama selat dan nama teluk dan nama tanjong. Bagaimana dengan nama (pulau) Madura? Nama Madura tidak hanya sebagai nama pulau, tetapi nama kelompok populasi (asli) yang mendiaminya. Dalam hal ini secara geomorfologis, apakah pulau Madura adalah pulau yang terpisah dengan pulau Jawa atau sebeliknya pulau yang menyatu dengan pulau Jawa?


Dalam babad tanah Madura dikisahkan pulau Madura pada zaman dahulu hanya terlihat sebagai puncak-puncak tanah tinggi (bukit-bukit, dan beberapa dataran yang ketika air laut surut dataran tersebut terlihat), sedangkan apabila laut pasang dataran tersebut tidak tampak (di bawah permukaan air). Puncak-puncak terlihat tersebut diantaranya disebut Gunung Geger di kabupaten Bangkalan dan gunung Pajudan di kabupaten Sumenep. Sementara itu, disebut sejarah tanah Madura tidak terlepas dengan sejarah yang terjadi di tanah Jawa. Diceritakan suatu masa di pulau Jawa berdiri kerajaan Medang Kamulan, di dalam kotanya ada sebuah keraton bernama Giling Wesi, rajanya bernama Sang Hyang Tunggal (Kerajaan Medang Kamulan terletak di muara sungai Brantas; ibu kotanya bernama Watan Mas). Sedangkan sejarah Madura dimulai dari Arya Wiraraja sebagai Adipati pertama di Madura pada abad 13, diangkat oleh Raja Kertanegara dari Singosari, tanggal 31 Oktober 1269 dimana pusat pemerintahan di Batuputih Sumenep (yang menjadi keraton pertama di Madura). Dalam teks Nagarakertagama terutama pada tembang 15, disebutkan pulau Madura semula bersatu dengan tanah Jawa, ini menujukkan bahwa pada tahun 1365an orang Madura dan orang Jawa merupakan bagian dari komunitas budaya yang sama. Sekitar tahun 900-1500, pulau ini berada di bawah pengaruh kekuasaan kerajaan Hindu Jawa timur seperti Kediri, Singhasari, dan Majapahit. Antara tahun 1500 dan 1624, para penguasa Madura bergantung pada kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara Jawa seperti Demak, Gresik, dan Surabaya. Pada tahun 1624, Madura ditaklukkan oleh Mataram dan sesudah itu, pada paruh pertama abad ke-18 Madura berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah asal usul nama Pulau Madura? Seperti disebut di atas, ketersediaan data dapat mempengaruhi narasi sejarah. Jika sejarah adalah narasi fakta dan data pertanyaannya adalah seberapa dekat secara geografis Pulau Madura dan Pulau Jawa pada masa tempo doeloe? Apakah sangat dekat bahkan Bersatu atau sangat berjauhan? Lalu bagaimana sejarah asal usul nama Pulau Madura? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (806): Belanda vs Indonesia Sejak VOC hingga Kedaulatan Indonesia; Siapa yang Paling Menderita?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Dalam sejarah Indonesia, hubungan antara orang Belanda dengan orang Indonesia sangat intens, jauh melebihi intensitas Portugis, Spanyol, Inggris dan Prancis. Diantara orang Eropa di Indonesia (baca: Hindia), orang Belanda menjadi penguasa. Kekuasaan orang Belanda mulai sejak pelaut-pelaut Belanda menaklukkan benteng Portugis di Amboina pada tahun 1605. Namun jangan lupa, belum lama  pada tahun 1599 pelaut-pelaut Belanda mengalami malapertaka di Atjeh, yang mana Cornelis de Houtman terbunuh.


Dalam narasi sejarah Indonesia, agak terlupakan, dan boleh dikatakan kurang menyadari, bahwa diantara orang Belanda dalam berbagai generasi, orang Indonesia dianggap lemah, seakan selalu terjajah. Narasi yang menyatakan bahwa Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun sesungguhnya tidak berdasarkan. Ini seakan-akan Belanda selalu di atas angin (berkuasa) sementara orang Indonesia selalu di bawah angin (tertindas). Hal itu tidak sepenuhnya benar. Dalam konteks kolonial Belanda di Indonesia harus dibedakan antar wilayah (ruang) dan antar generasi (waktu). Seperti disebut di atas, orang Belanda sangat menderita di Atjeh tahun 1599. Dalam perjalanan sejarah orang Belanda sendiri di Indonesia, orang Belanda banyak menderita, mulai soal kesehatan yang membawa kematian (wilayah tropis yang sesuai bagi orang Indonesia); kekalahan perang dengan kerajaan-kerajaan dimana banyak para pemimpin Belanda terbunuh. Disamping pertempuran diantara sesama Eropa dimana orang Belanda banyak menjadi korban. Riwayat pilu orang Belanda secara masif terjadi pada pendudukan Inggris (1811-1816) dan pendudukan Jepang (1842-1945) dan jangan lupa dalam perang kemerdekaan Indonesia (1845-1949). Orang Indonesia dapat melupakan pengalaman dijajah di negeri sendiri, tetapi mimpi buruk bagi orang Belanda yang selama 350 tahun di Hindia (baca: Indonesia) harus terusir dari Indonesia. Mereka telah kehilangan selamanya, tentang apa yang mereka sangat inginkan: wilayah Indonesia yang kaya raya (jumlah populasi dan potensi sumberdaya alam). Siapa yang paling menderita: orang Belanda atau orang Indonesia? 

Lantas bagaimana sejarah Belanda versus Indonesia sejak era VOC hingga pengakuan kedaulatan Indonesia, siapa paling menderita? Narasi sejarah hanya menyatakan orang Indonesia dijajah orang Belanda selama 350 tahun, namun itu tidak berdasar. Fakta bahwa orang Indonesia pernah dijajah orang Belanda, tetapi bukan berarti selamanya orang Belanda menarik kekuntungan. Fakta bahwa orang Belanda banyak mengalami kerugian bahkan penderitaan. Orang Indonesia telah melupakan penjajahan, apakah demikian dengan orang Belanda. Lalu bagaimana sejarah Belanda versus Indonesia sejak era VOC hingga pengakuan kedaulatan Indonesia, siapa paling menderita? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 25 November 2022

Sejarah Bengkulu (36):Perang Kemerdekaan di Wilayah Bengkulu; Hazairin di Bengkulu dan Mr Gele Haroen Nasoetion di Lampung


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bengkulu dalam blog ini Klik Disini  

Perang kemerdekaan adalah perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Pada permulaan Perang Kemerdekaan ini Mr Hazairin menjadi warga Padang Sidempoean. Residentie Tapanoeli dan Mr Gele Haroen Nasoetion warga Tandjoeng Karang, Residentie Lampoeng. Keduanya yang memimpin perang di Bengkoeloe dan di Lampoeng bertemua di Liwa, Residentie Bengkoelen (kini Liwa masuk provinsi Lampaung).


Hazairin lulus Sekolah Tinggi Hukum (Recht Hoge School) di Batavia 1936, dengan gelar doktor. Hazairin mulai bekerja sebagai kepala Pengadilan Negeri (Landraad) Padang Sidempuan (1938-1945). Selama menjabat, Hazairin juga melakukan penelitian terhadap hukum adat Tapanuli Selatan. Di Padang Sidmepoean, Hazairin diberi gelar adat "Pangeran Alamsyah Harahap." Pada April 1946, Hazairin diangkat sebagai Residen Bengkulu, merangkap Wakil Gubernur Militer Sumatra Selatan. Gele Harun belajar hukum di sekolah hakim tinggi di Leiden, Belanda. Setelah lulus kembali ke tanah air dengan gelar Mr (meester in de rechten) lalu membuka kantor advokat pertama di Lampung. Pada tahun 1945, ia memulai perjuangan dari Angkatan Pemuda Indonesia (API) sebagai ketua. Lalu Gele ditugaskan menjadi hakim di Mahkamah Militer Palembang tahun 1947 dengan pangkat letnan kolonel (tituler). Pada 5 Januari 1949, Gele Harun diangkat sebagai acting Residen Lampung (kepala pemerintahan darurat). Pada 18 Januari 1949, Gele Harun memindahkan keresidenan dari Pringsewu ke Talangpadang seiring Belanda memasuki kawasan Pringsewu. Lalu Gele Harun kembali memindahkan pemerintahan ke pegunungan Bukit Barisan di Desa Pulau Panggung, dan terakhir hingga Liwa (kini Lampung Barat). Di Waytenong, putrinya, Herlinawati, usia delapan bulan meninggal dimakamkan di sebuah desa di tengah hutan. Gele Harun dan pasukannya keluar dari hutan Waytenong setelah gencatan senjata antara Indonesia-Belanda 15 Agustus 1949 dan kembali ke Tanjungkarang setelah penyerahan kedaulatan pada 27 Desember 1947. Di Tanjungkarang, Gele diangkat menjadi Ketua Pengadilan Negeri pada 1 Januari 1950 dan diangkat kembali menjadi Residen Lampung "definitif" tanggal 1 Januari 1950 (hingga 7 Oktober 1955). Gele Haroen meninggal 4 April 1973. usia 62 tahun, dimakamkan di TPU Kebonjahe, Enggal, Kota Bandar Lampung (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah perang kemerdekaan di wilayah Bengkulu? Seperti disebut di atas ada dua tokoh yang dikenal luas pada era perang kemerdekaan di wilayah Lampung yakni Mr Hazairin di Bengkoeloe dan Mr Gele Haroen Nasoetion di Lampoeng. Pada saat itu wilayah Kroei masih menjadi bagian wilayah keresidenan Lampung. Lalu bagaimana sejarah perang kemerdekaan di wilayah Bengkulu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bengkulu (35): Abdoel Rivai, Warga Hindia vs Warga Negara Kerajaan Belanda; Soetan Casajangan hingga Parada Harahap


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bengkulu dalam blog ini Klik Disini 

Siapa Abdoel Rivai? Tentulah sudah dikenal luas. Bagaimana hubungan Dr Abdoel Rivai dengan wilayah Bengkulu? Tampaknya kurang terinformasikan. Di dalam laman Wikipedia tidak ada indikasi hubungan Dr Abdoel Rivai dengan wilayah Bengkoeloe. Satu yang jelas belum lama ini nama Dr Abdoel Rivai termasuk diantara tokoh yang diusulkan Pemerintah Provinsi Bengkulu untuk mendapat gelar Pahlawan Nasional.


Abdoel Rivai (13 Agustus 1871 – 16 Oktober 1937) adalah dokter dan wartawan. Orang Indonesia pertama menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu dari luar negeri, pribumi Indonesia pertama yang meraih gelar doctor. Ayah Abdul Karim dan ibu Siti Kemala Ria. Ayahnya guru di sekolah Melayu. Pada tahun 1886, usia 15 tahun diterima bersekolah di STOVIA. Setamat 1894, ditugaskan menjadi dokter di Medan. Penghujung 1899, Rivai melanjutkan pendidikan ke Belanda. Rivai merupakan orang Hindia pertama yang bersekolah kedokteran di Belanda, lulus 1907. Ia kemudian melanjutkan studi doktoralnya di Gent, Belgia dan dinyatakan lulus 23 Juli 1908, sebagai pribumi pertama meraih gelar doktor. Rivai terlibat perdebatan dengan AA Fokker, pejabat Belanda yang mengklaim lebih fasih berbahasa Melayu ketimbang orang Melayu sendiri. Dalam perdebatan ini Fokker berang karena ada orang inlander yang berani menantangnya. Akibat kegemilangannya dalam berdebat, Rivai diperbolehkan sekolah di Utrecht. Tahun 1900 Rivai memprakarsai surat kabar Pewarta Wolanda. Selain itu Rivai mengirimkan tulisan ke berbagai media di Belanda maupun Hindia. Bersama Henri Constant Claude Clockener Brousson, Rivai menerbitkan Bendera Wolanda pada 15 April 1901. Juga bersama Brousson, ia mendirikan usaha penerbitan Bintang Hindia pada Juli 1902. Selanjutnya, Rivai memutuskan untuk keluar dari Bintang Hindia pada tahun 1907, hingga akhirnya Bintang Hindia meredup dan akhirnya pada tahun 1910 berakhir. Setibanya dari Belanda pada tahun 1911, Rivai turut mendukung pembentukan Indische Partij (IP) di Sumatra. Tahun 1913 IP dibubarkan karena dianggap membahayakan pemerintah kolonial. Mantan aktivisnya kemudian mendirikan Insulinde. Pada tahun 1918, ia diangkat sebagai anggota Volksraad (Dewan Rakyat) mewakili Insulinde. Ia kemudian menetap di Batavia, sebagai pembantu utama surat kabar Bintang Timur. Sementara itu surat kabar Pewarta Deli, Medan menyebutnya Sebagai "Bapak dalam golongan Jurnalistik (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Abdoel Rivai, penduduk Hindia dan warga negara Kerajaan Belanda? Seperti disebut di atas, sejarah Abdoel Rivai sudah ditulis. Lalu mengapa harus ditulis Kembali. Yang jelas Dt Abdoel Rivai memiliki kedekatan dengan guru Soetan Casajangan dan Parada Harahap. Lantas bagaimana sejarah Abdoel Rivai, penduduk Hindia dan warga negara Kerajaan Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 24 November 2022

Sejarah Bengkulu (34):Detik-Detik Berakhir Belanda di Bengkulu; Soekarno Dievakuasi ke Kota Padang untuk Tujuan Australia 1942


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bengkulu dalam blog ini Klik Disini  

Ibarat lirik lagu ‘kau yang memulai, kau yang mengakhiri’ itulah yang terjadi pada orang-orang Belanda di Indonesia sejak era VOC/Belanda hingga era Pemerintah Hindia Belanda. Bagaimana awalnya sudah dideskripsikan pada artikel-artikel awal. Dalam artikel ini akan dideskripsikan bagaimana orang Belanda harus berakhir di wilayah Bengkulu. Bagaimana terjadinya? Tampaknya kurang terinformasikan.


Di Bengkulu Bung Karno juga banyak berdiskusi dan berteman baik dengan pimpinan Muhammadiyah Cabang Bengkulu dan tokoh agama lain serta tokoh-tokoh setempat. Tidak hanya itu, Soekarno juga merangkul kaum muda. Bahkan, Bung Karno mengambil alih klub musik Monte Carlo yang dikembangkan menjadi sandiwara musik (Tonil), sebagai media penyebarluasan gagasan perjuangannya. ''Saat massa Pengasingan Bung Karno diperbolehkan beraktivitas di luar rumah hanya saja tidak diperkenankan keluar dari Kota Bengkulu dengan radius 40 kilometer dan tetap mendapat pengawasan polisi Belanda,'' ungkap Almidianto. Ternyata awal kedatangan Bung Karno ke Bengkulu tidak disukai warga Bencoolen atau Bengkulu karena mereka takut Sang Proklamator akan membuat pembaharuan yang tidak diinginkan masyarakat. Banuak warga di sana yang menolak gagasan Bung Karno. Pun begitu, justru warga menganggap Bung karno sebagai tempat bertanya berbagai masalah, mulai dari urusan agama, rumah tangga, politik hingga urusan mencari jodoh bagi anak gadis setempat. Tidak tanggung-tanggung ada 300-an anak gadis yang meminta dicarikan jodoh. Banyaknya warga yang mendatangi rumah Bung Karno membuat Belanda gerah dan mengirim intel untuk mengawasi tamu. Mereka khawatir Bung Karno akan menularkan semangat perjuangan dan perlawanan. Akibatnya warga tidak berani datang kecuali tokoh-tokoh setempat, sahabat dan teman seperjuangan serta LCM Jaquet, pegawai Hindia Belanda yang mengurus tunjangan Bung Karno yang lama-lama kagum pada Bung Karno yang ramah dan bersahabat. ''Meski di tengah pengasingan dan pengawasan ketat polisi Belanda, perjuangan terus digencarkan Bung Karno, guna membangkitkan nasionalisme, kemerdekaan,'' cerita Almidianto (https://www.detik.com/)

Lantas bagaimana sejarah detik-detik berakhir Belanda di Bengkulu? Seperti disebuat di atas, bagaimana Pemerintah Hindia Belanda di wilayah Bengkulu jelang kehadiran pendudukan Jepang kurang terinformasikan. Satu yang jelas Ir Soekarno tahun 1942 dievakuasi ke Padang untuk tujuan Australia. Lalu bagaimana sejarah detik-detik berakhir Belanda di Bengkulu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bengkulu (33): Perang di Bengkulu, dari Masa ke Masa; Perlawanan Menentang Otoritas Pemerintahan Era Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bengkulu dalam blog ini Klik Disini 

Apakah ada perang di wilayah Bengkulu? Tampaknya ada, tetapi kurang terinformasikan. Perang melawan otoritas Pemerintah Hindia Belanda tidak hanya di Jawa juga ada di wilayah Bengkulu. Kapan itu terjadi, dimana itu terjadi di wilayah Bengkulu. Sejarah tetaplah sejarah. Sejarah adalah narasi fakta dan data. Narasi sejarah harus disebarluaskan.


Monumen Perlawanan Rakyat Bengkulu (https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/). Desember 1807 di Mount Felix, merupakan hari kelabu bagi EIC (Inggris). Thomas Parr sebagai pemimpin Inggris yang dikenal sangat angkuh dan kejam terhadap Rakyat Bengkulu. Thomas Parr ditemukan tewas pada kerusuhan yang dikenal sebagai peristiwa Mount Felix. Peristiwa ini menjadi penanda perlawanan rakyat Bengkulu terhadap kekuasaan EIC di Bengkulu. Pihak EIC mendirikan sebuah tugu sebagai peringatan atas kematian Thomas Parr pada peristiwa tersebut. Namun sebaliknya, pembangunan tugu tersebut bagi rakyat Bengkulu menjadi monumen yang memberikan pesan pada generasi muda Bengkulu. Bahwa leluhur mereka punya keberanian dalam menentang kesewenangan dan penindasan yang dilakukan residen Inggris di Bengkulu (Thomas Parr). Thomas Parr dikuburkan di Benteng Marlborough. Berdasarkan lukisan Joseph C Stadler dalam buku Prints of Sotut East Asia in The India Office Library terlihat di lokasi tugu ini terdapat Gedung Pemerintahan dan Gedung Dewan EIC. Namun pada masa sekarang, diperkirakan bangunan tersebut tekah beralih fungsi menjadi pertokoan dan pusat pemerintahan. Bangunan ini dikelilingi oleh taman yang memiliki pagar besi dan dihiasi oleh pepohonan serta tenaman perdu. Bentuk bangunan seperti tugu yang memiliki ruangan yang terdapat tiga buah pintu masuk berbentuk setengah lingkaran di atasnya Terdapat enam buah pilar terdapat di sudut-sudut bangunan dengan berbentuk segi delapan. Memiliki tangga naik yang berlantai ubin warna merah diseluruh bagian kaki bangunan.

Lantas bagaimana sejarah perang di Bengkulu, masa ke masa? Seperti disebut di atas, sejarah perang di wilayah Bengkulu kurang terinformasikan. Untuk itu mari melacak perlawanan penduduk di Bengkulu menentang otoritas Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah perang di Bengkulu, masa ke masa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.