Senin, 16 Januari 2023

Sejarah Surakarta (40):Karang Anyar Bukan Karang Baru; Kampong Ganjar Pranowo, Antara Tawangmangu dan Nama Colomadu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Seperti artikel sebelumn ini, nama kampong tempo doeloe di wilayah Soerakarta ditemukan di wilayah Batavia seperti nama Karanganjar. Kampong Karang Anyar berada di lereng gunung Lawu dan tidak jauh dari Karang Pandan terdapat candi baru. Jelas dalam hal ini Karang Anyar bukan karang baru. Lalu apa? Bagaimana dengan nama Colomadu yang jauh di mata tetapi dekat di hari di Karang Anyar?


Karanganyar adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di provinsi Jawa Tengah. Ibu kotanya adalah Kecamatan Karanganyar Kota. Sekitar 14 Km sebelah timur Kota Surakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Sragen di utara, Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Magetan (Jawa Timur) di timur, Kabupaten Wonogiri di selatan, serta Kabupaten Boyolali, Kota Surakarta, dan Kabupaten Sukoharjo di barat. Kabupaten Karanganyar memiliki sebuah kecamatan eksklave yang terletak di antara Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sukoharjo, dan Kota Surakarta yaitu Kecamatan Colomadu. Nama Karanganyar berasal dari pedukuhan yang berada di kabupaten ini. Nama ini diberikan oleh Raden Mas Said (Mangkunagara I), karena di tempat inilah, ia menemukan kemantapan akan perjanjian baru (Jawa: anyar) untuk menjadi penguasa setelah memakan wahyu keraton dalam wujud burung Derkuku. Pada waktu yang sama dikenal juga Kabupaten Karanganyar-Roma (Sekarang bagian Kabupaten Kebumen) sebuah kabupaten bagian dari Kasultanan Yogyakarta hingga dihapuskan oleh Kolonial Belanda dengan alasan politis pada tanggal 1 Januari 1936. Bagian barat Kabupaten Karanganyar merupakan dataran rendah, yakni lembah Bengawan Solo yang mengalir menuju ke utara. Bagian timur berupa pegunungan, yakni bagian sistem dari Gunung Lawu. Sebagian besar daerah pegunungan ini masih tertutup hutan. Nama-nama kecmatan antara lain Colomadu, Gondangrejo, Jaten, Jatipuro, Jatiyoso, Jenawi, Jumapolo, Jumantono, Karanganyar, Karangpandan, Kebakkramat, Kerjo, Matesih, Ngargoyoso, Mojogedang, Tasikmadu, Tawangmangu
(Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Karang Anyar di Soerakarta bukan karang baru? Seperti disebut di atas, suatu kampong, berada di lereng gunung Lawu, kini kota yang menjadi kampong halaman Ganjar Pranowo. Tidak jauh darinya terdapat candi baru di Karang Padan. Sehubungan dengan itu, bagaimana riwayat nama Karang Anyar hingga nama Colomadu. Lalu bagaimana sejarah Karang Anyar di Soerakarta bukan karang baru? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (39): Nama Sukoharjo di Soerakarta, Kartasoera di Sukoharjo; Distrik Larangan Kini Jadi Kabupaten Sukoharjo


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Sukoharjo adalah senang makmur. Itu satu hal. Hal lain adalah mengapa banyak nama-nama kampong tua di wilayah (residentie) Soerakarta yang mirip dengan nama-nama kampong di Batavia (Jakarta dan sekitar) seperti Sukabumi, Grogol dan Larangan. Sebaliknya mengapa ada nama-nama kampong di Tanah Batak mirip dengan nama-nama kampong di Soekoharjo seperti Bulu, Jombor dan Gupit. Yang jelas nama distrik Larangan di wilayah Soerakarta kini menjadi nama kabupaten Sukoharjo. 


Sukoharjo adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Tengah. Ibu kotanya adalah Kecamatan Sukoharjo Kota, sekitar kurang lebih 10 km sebelah selatan Kota Surakarta. Pada tanggal 16 Februari 1874, Sunan Pakubuwono IX dan Residen Surakarta, Keucheneus, membuat perjanjian pembentukan Pradata Kabupaten untuk wilayah Klaten, Boyolali, Ampel, Kartasura, Sragen dan Larangan. Surat perjanjian tersebut disahkan pada hari Kamis tanggal 7 Mei 1874, Staatsblad nomor 209. Berdasarkan surat perjanjian tersebut sekarang ditetapkan bahwa Kamis, 7 Mei 1874 menjadi tanggal berdirinya Kabupaten Sukoharjo, yang sebelum itu bernama Kawedanan Larangan. Nama Sukoharjo dalam penulisan Bahasa Jawa adalah "Sukaharja" yang berarti Bumi yang selalu "Suka = Senang / Gembira" dan "Raharja = Makmur". Bengawan Solo membelah kabupaten ini menjadi dua bagian: Bagian utara pada umumnya merupakan dataran rendah dan bergelombang, sedang bagian selatan dataran tinggi dan pegunungan. Sebagian daerah di perbatasan utara merupakan daerah perkembangan Kota Surakarta, mencakup kawasan Grogol dan Kartasura. Nama-nama kecamatan di kabupaten Sukoharjo antara lain Baki, Bendosari, Bulu, Gatak, Grogol, Kartasura, Mojolaban, Nguter, Polokarto, Sukoharjo, Tawangsari, Weru (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Sukoharjo di Soerakarta, Kartasoera di Sukoharjo? Seperti disebut di atas, wilayah kabupaten Sukoharjo yang sekarang tempo doeloe dikenal sebagai district Larangan. Lalu bagaimana sejarah Sukoharjo di Soerakarta, Kartasoera di Sukoharjo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 15 Januari 2023

Sejarah Surakarta (38): Klaten Kota Antara Surakarta dan Jogjakarta;Candi Sewu Bukan Candi Hindoe, Mirip Candi Simangambat?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Bagaimana sejarah Klaten? Tentu saja sudah ditulis. Klaten cukup dikenal di masa lalu karena keberadaan candi-candi Hindoe dan Boedha seperti candi Sewu. Tentu saja karena letaknya yang tepat berada di jalan utama antara Jogjakarta dan Surakarta. Oleh karenanya sejarah wilayah Klaten seakan berada di bayang-bayang sejarah Surakarta dan Jogjakarta. Hal itukah yang menyebabkan sejarah Klaten masih silang pendapat? Tentu saja juga karena ada silang pendapat antara kemiripan candi Sewu dengan candi Simangambat di Tapanuli Selatan. 


Klaten adalah kabupaten di provinsi Jawa Tengah. Pusat pemerintahan berada di Kota Klaten, 36 km sebelah barat Kota Surakarta. Wilayah Kabupaten Klaten terbagi menjadi tiga dataran yakni Sebelah Utara Dataran Lereng Gunung Merapi, Sebelah Timur Membujur Dataran Rendah, sebelah Selatan Dataran Gunung Kapur. Menurut topografi kabupaten Klaten terletak di antara gunung Merapi dan pegunungan Seribu dengan ketinggian antara 75-160 M dpl. Sejarah Klaten dapat ditelusuri dari keberadaan candi-candi Hindu, Buddha maupun barang-barang kuno. Daerah Kabupaten Klaten pada mulanya adalah bekas daerah swapraja Surakarta. Kasunanan Surakarta. Pada zaman penjajahan Belanda, tahun 1749, terjadi perubahan susunan penguasa di Kabupaten dan di Distrik. Ada yang menyebut tentang asal muasal nama Klatèn berasal kelathi atau buah bibir. Kata kelathi ini kemudian mengalami disimilasi menjadi Klaten. Klaten sejak dulu merupakan daerah yang terkenal karena kesuburannya. Sampai sekarang sejarah kota Klaten masih menjadi silang pendapat. Belum ada penelitian yang dapat menyebutkan kapan persisnya kota Klaten berdiri. Nama-nama kecamatan di kabupaten Klaten, antara lain Bayat, Cawas, Ceper, Delanggu, Gantiwarno, Jatinom, Jogonalan, Juwiring, Kalikotes, Karanganom, Kebonarum, Kemalang, Klaten Tengah, Manisrenggom, Pedan, Polanharjo, Prambanan, Trucuk, Tulung, Wedi, Wonosari (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Klaten, diantara Surakarta dan Jogjakarta? Seperti disebut di atas, sejarah Klaten masih terdapat silang pendapat. Apakah dalam hal ini juga termasuk silang pendapat antara candi Sewu diantara Candi Hindoe yang dikatakan mirip dengan candi Simangambat di Tapanuli Selatan? Lalu bagaimana sejarah Klaten, diantara Surakarta dan Jogjakarta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (37): Boyolali Soerakarta, Antara Kartasura - Salatiga; Kampong Selo Doeloe Antara Gunung Merapi dan Merbabu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Sejarah nama geografi tidak hanya soal asal usul nama (boya, boyo, baya lali). Lebih dari itu. Bagaimana sejarahnya. Tampaknya belum ditulis, mungkin tidak ada yang berminat. Okelah, sebelum lupa, dan nama Boyolali terlupakan ada baiknya kita angkat lagi lebih tinggi. Sejarahnya yang jauh di masa lampau, tenggelam begitu saja. Padahal di wilayah Boyolali, juga ada nama kampong tempo doeloe, kampong Selo diantara gunung Merapi dan gunung Merbabu.


Boyolali adalah sebuah wilayah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibu kotanya adalah kecamatan Boyolali, terletak sekitar 25 km sebelah barat Kota Surakarta. Kabupaten ini termasuk kawasan Solo Raya. Menurut cerita serat Babad Pengging Serat Mataram, nama Boyolali tak disebutkan. Demikian juga pada masa Kerajaan Demak Bintoro maupun Kerajaan Pengging, nama Boyolali belum dikenal. Menurut legenda nama Boyolali berhubungan dengan ceritera Ki Ageng Pandan Arang (Bupati Semarang pada abad XVI). Dalam perjalananannya dari Semarang menuju Tembayat Ki Ageng dirampok oleh tiga orang ternyata dugaan itu keliru maka tempat inilah sekarang dikenal dengan nama Salatiga. Perjalanan diteruskan hingga sampailah di banyak pohon bambu kuning atau bambu Ampel sekarang dikenal dengan nama Ampel. Ki Ageng Pandan beristirahat di sebuah Batu Besar yang berada di tengah sungai. Dalam istirahatnya Ki Ageng berucap "Båyå wis lali wong iki" yang dalam bahasa Indonesia artinya "Sudah lupakah orang ini". Dari kata "Båyå Wis Lali" maka jadilah nama Boyolali. Kini ama-nama kecamatan di kabupaten Boyolali antara lain Ampel, Andong, Banyudono, Boyolali, Cepogo, Gladagsari, Juwangi, Karanggede, Kemusu, Klego, Mojosongo, Musuk, Ngemplak, Sambi, Sawit, Selo, Simo, Tamansari, Teras, Wonosamodro (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Boyolali di Soerakarta, antara Kartasura dan Salatiga? Seperti disebut di atas, sejarah Boyolali kurang terinformasikan. Namun sebelum lupa dan dilupakan mari kita mulai dari kampong tempo doeloe, kampong Selo diantara gunung Merapi dan gunung Merbabu. Lalu bagaimana sejarah Boyolali di Soerakarta, antara Kartasura dan Salatiga? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 14 Januari 2023

Sejarah Surakarta (36):Sepakbola Surakarta, Sejak Kapan?Klub Bond Kompetisi Federasi hingga Kongres Sepakbola Indonesia, 1931


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Sepakbola tidak hanya sekadar permainan dalam olahraga, tetapi juga di dalam sepakbola terbentuk organisasi-organisasi, mulai dari klub, bond hingga federasi. Dalam hal ini, di Soerakarta sepakbola yang sudah terbentuk lama, juga menjadi tempat dimana gaung politik di dalam dunia sepakbola dimulai yang dalam hal ini mulai dari terbentuknya federasi sepak bola pribumi (PSSI) hingga kongres sepakbola Indonesia (1931).


Sejarah Persepakbolaan di Surakarta: Dari Perkembangan Sampai Pembangunan Stadion Sriwedari 1920-1948. Muhammad Ajib Al’alawi Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Yogyakarta. Abstrak. Masuknya sepak bola di Surakarta ditandai ketika para tentara Belanda bermain di halaman Benteng Vastenburg. Sepak Bola semakin berkembang dengan banyak didirikan klub dan salah satunya Persatuan Sepak Bola Surakarta atau Persis. R. Ng. Reksodiprojo sebagai pemimpin Persis membantu terbentuknya PSSI sebagai induk sepak bola di Indonesia pada 19 April 1930. Paku Buwono X sebagai raja Surakarta ingin membangun stadion dengan nama Stadion Sriwedari. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui awal masuknya sepak bola di Surakarta, perkembangan sepak bola di Surakarta sampai dengan dibangunnya Stadion Sriwedari dan perkembangan sepak bola Surakarta pasca pembangunan stadion Sriwedari. Hasil penelitian ini menunjukkan awal mula masuknya sepak bola di Surakarta pada tahun 1906, ditandai dengan berdirinya bond-bond seperti Romeo, Mars, De Leeuw, Hisbul Waton dan Sport. Bond tersebut menjadi awal mula berdirinya Persatuan Sepak Bola Surakarta/Persis pada 8 November 1923. Stadion Sriwedari dibangun pada tahun 1932 atas perintah Paku Buwono X sebagai Raja Surakarta. Pada tahun 1935 Persis menjadi juara dalam turnamen PSSI. Hal itu menandakan perkembangan sepak bola di Surakarta. Setelah kemerdekaan Indonesia tepatnya pada 9 September 1948, diadakan Pekan Olahraga Nasional pertama di Surakarta dengan Stadion Sriwedari sebagai tempat pelaksanaannya (https://journal.student.uny.ac.id/)

Lantas bagaimana sejarah sepakbola di Surakarta, sejak kapan? Seperti disebut di atas, sejarah sepakbola di Indonesia (baca: Hindia Belanda) adalah satu hal, dan sejarah sepakbola di Soerakarta adalah hal yang lain lagi. Dalam hal inilah kita berbicara klub, bond, kompetisi, federasi hingga kongres sepakbola Indonesia, 1931. Lalu bagaimana sejarah sepakbola di Surakarta, sejak kapan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (35): Kongres Pers di Soerakarta, 1939; Sarikat Jurnalis Pribumi hingga Persatuan Wartawan Indonesia-PWI


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Pers sudah lama di Indonesia (baca: sejak Hindia Belanda). Ada pers (berbahasa) Belanda dan ada pers berbahasa Melayu (baca: bahasa Indonesia) dan bahasa daerah. Diantara per berbahasa Belanda dan berbahasa Melayu/Daerah kemudian terbentuk pers pribumi (sepenuhnya di bawah control stakeholder pribumi). Dalam konteks inilah kita membicarakan kongres pers di Indonesia dan secara khusus Kongres Pers di Soerakarta yang diadakan tahun 1939. Sarikat jurnalis pribumi sendiri sudah terbentuk jauh sebelumnya.


Monumen Pers Nasional adalah museum khusus pers nasional Indonesia di Surakarta. Koleksinya meliputi teknologi komunikasi dan teknologi reportase, seperti penerbangan, mesin ketik, pemancar, telepon, dan kentongan besar. Museum ini didirikan tahun 1978. Kompleks monumen antara lain terdiri atas gedung societeit lama, dibangun 1918, dan digunakan untuk pertemuan pertama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Monumen Pers Nasional memiliki koleksi yang terdiri dari lebih dari satu juta koran dan majalah serta berbagai benda bersejarah yang terkait dengan pers Indonesia. Bangunan dulunya bernama "Societeit Sasana Soeka". Pada tahun 1933, Sarsito Mangunkusumo dan sejumlah insinyur lainnya bertemu di gedung ini dan merintis Solosche Radio Vereeniging, radio publik pertama yang dioperasikan pribumi. Pada tanggal 9 Februari 1946, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dibentuk di gedung ini. Tanggal 9 Februari 1956, dalam acara perayaan sepuluh tahun PWI, menyarankan pendirian yayasan yang akan menaungi Museum Pers Nasional. Yayasan ini diresmikan tanggal 22 Mei 1956. Nama "Monumen Pers Nasional" ditetapkan tahun 1973 dan lahannya disumbangkan ke pemerintah tahun 1977. Museum ini resmi dibuka tanggal 9 Februari 1978. Museum ini dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Bagian depan ruang depan dihiasi pahatan kepala tokoh-tokoh dalam sejarah jurnalisme Indonesia, termasuk Tirto Adhi Soerjo, Djamaluddin Adinegoro, Sam Ratulangi, dan Ernest Douwes Dekker. Diorama kedua memperlihatkan pers di era kolonial, termasuk surat kabar pertama era VOC Memories der Nouvelles (1615) dan surat kabar Bataviasche Nouvelles (1744), dan surat kabar bahasa Jawa pertama, Bromartani (1855) (Wikipedia)..

Lantas bagaimana sejarah Kongres Pers di Surakarta, 1939? Seperti disebut di atas, kongres pers di Surakarta adalah kongres pers pribumi, suatu stakeholder pers yang berada di bawah control orang-orang Indonesia. Dalam hubungan ini garis continuum dari Sarikat Jurnalis Pribumi (Perdi) hingga Persatoean Wartawan Indonesia (PWI). Lalu bagaimana sejarah Kongres Pers di Surakarta, 1939? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.