Rabu, 30 Agustus 2023

Sejarah Mahasiswa (50): Ketua Mahasiswa di Indonesia; Ida Nasoetion, Lafran Pane, Januar Hakim Harahap, Widjojo Nitisastro


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Seperti orang Eropa, khususnya Belanda sangat menganggap penting arti organisasi dan berorganisasi. Demikian juga dengan orang Indonesia khususnya yang berasal dri Tapanoeli. Mengapa? Tidak hanya pada masa ini, tetapi juga sudah sejak lama, bahkan sejak tempo doeloe. Mengapa? Artikel ini berbicara tentang organisasi dan berorganisasi diantara para mahasiswa di luar negeri (Belanda) dan di Indonesia (baca: sejak Hindia Belanda).


Terungkap! Ini Pimpinan Partai Mahasiswa Indonesia. Danu Damarjati-detikNews. Sabtu, 23 Apr 2022. Jakarta - Partai Mahasiswa Indonesia benar-benar sudah terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM. Dari daftar partai politik Kemenkumham ini, terungkaplah pimpinan Partai Mahasiswa Indonesia. detikcom memperoleh data partai politik ini dari Kepala Bagian Humas Kementerian Hukum dan HAM Tubagus Erif Faturahman, Sabtu (23/4/2022). Data ini termuat dalam surat Penyampaian Data Partai Politik yang Telah Berbadan Hukum berkop Kemenkumham, Nomor M.HH-AH.11.04-19, tertanggal 17 Februari 2022. Surat ini merupakan tindak lanjut dari permintaan KPU atas data parpol pada 4 Januari 2022. Surat ditandatangani Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly. Daftar partai politik yang dicantumkan di surat ini adalah daftar yang terakhir diperbaharui per 21 Januari 2022. Ada 75 partai yang terdaftar, dari Partai NasDem hingga Partai Ummat. Partai Mahasiswa Indonesia ada di daftar nomor 69. Lambang partai ini adalah bidang bundar berwarna merah dengan gambar topi toga hitam di tengah, ada simbol sayap di tengahnya pula. Tulisan 'Partai Mahasiswa Indonesia' dengan huruf kapital semua ada di bagian bawah dari gambar toga hitam. (https://news.detik.com/)

Lantas bagaimana sejarah para pemimpin mahasiswa di Indonesia? Seperti disebut di ata organisasi dan berorganisasi begitu penting terutama diantara para mahasiswa, bahkan sejak tempo doeloe. Ada nama-nama pemimpin organisasi di Belanda dan juga ada nama di Indonesia seperti Ida Nasoetion, Lafran Pane, Januar Hakim dan Widjojo Nitisastro. Lalu bagaimana sejarah para pemimpin mahasiswa di Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Mahasiswa (49): Ong Eng Die Studi Ekonomi di Rotterdam; Menteri Keuangan Kabinet mr Amir Sjarifoeddin Harahap 1947


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Ong Eng Die bukanlah orang biasa. Ong Eng Die adalah ekonom bergelar doktor yang sejaman dengan doktor Soemitro Djojohadikoesoemo. Ong Eng Die adalah seorang Republiken yang turut membidani pendirian Bank Indonesia RI. Ong Eng Die menjadi Menteri Muda Keuangan pada Kabinet Mr Amir Sjarifoeddin Harahap (1947-1948) dan Menteri Keuangan pada Kabinet Mr Ali Sastroamidjojo (1953-1955).


Ong Eng Die (Wang Yongli) (Gorontalo, 1910 -?) adalah seorang pemimpin partai politik dan seorang ekonom Tionghoa-Indonesia. Ia lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Amsterdam pada tahun 1940 dan memperoleh gelar Doktor pada tahun 1943 setelah berhasil mempertahankan disertasinya Chineezen in Nederlandsch-Indie, een Sociografie van een Indonesische Bevolkingsgroep (diterbitkan pada tahun 1943). Pada tahun 1945 ia kembali ke Indonesia dan bekerja di Bank Indonesia, Yogyakarta. Dari tahun 1947 hingga 1948 ia diangkat sebagai Deputi Menteri Keuangan di bawah administrasi kabinet Perdana Menteri Amir Sjarifuddin. Dalam perundingan Perjanjian Renville, ia menjadi penasehat Delegasi Indonesia. Ia kemudian membuka kantor akuntan sendiri pada tahun 1950. Ia bergabung dengan PNI (Partai Nasional Indonesia) dan pada tahun 1955 menjadi Menteri Keuangan dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Drs Dr Ong Eng Die studi ekonomi di Rotterdam? Sepertiu disebut di atas Ong Eng Die sama-sama kuliah dengan Soemitro Djojohadikoesoemo di Rotterdam. Ong Eng Die menjadi Menteri Keuangan Kabinet Mr Amir Sjarifoeddin Harahap 1947. Dr Soemitro Djojohadikoesoemo menjadi menteri terakhir kali pada Kabinet Boerhanoeddin Harahap. Lalu bagaimana sejarah Drs Dr Ong Eng Die studi ekonomi di Rotterdam? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 29 Agustus 2023

Sejarah Mahasiswa (48): Soemitro Djojo Hadikoesoemo Studi di Rotterdam Meraih Gelar Doktor Ekonomi; Dr Sjamsi Widagda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Banyak siswa asal Hindia (baca: Indonesia) yang melanjutkan studi di Belanda yang mengambil bidang ekonomi, termasuk Mohamad Hatta. Namun hanya beberapa saja yang berhasil meraih gelar doktor. Yang pertama adalah Sjamsi Widagda meraih gelar doctor pada tahun 1926 lalu kemudian Soemitro Djojohadikoesoemo dan Ong Eng Die.


Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo lahir di Kebumen 29 Mei 1917. Anak sulung dari Raden Mas Margono Djojohadikusumo. Ia memulai pendidikan di sekolah Europeesche Lagere School (setara sekolah dasar) dan belakangan Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren di Banyumas. Pada tahun 1935, setelah menyelesaikan pendidikan di Hindia Belanda, Soemitro melanjutkan studinya ke Sekolah Tinggi Ekonomi (Nederlandsche Economische Hogeschool) di Rotterdam. Pada masa itu, karena depresi besar, tidak banyak putra Indonesia bahkan keturunan priyayi yang dapat berkuliah di luar negeri. Ia juga sempat menempuh kursus filosofi dan sejarah di Universitas Paris selama setahun, antara 1937 hingga 1938 setelah ia mendapatkan gelar sarjana dari Rotterdam. Selama studinya, ia turut bergabung dalam organisasi mahasiswa Indonesia yang bertujuan mempromosikan seni budaya Indonesia. Saat Soemitro sedang menyelesaikan disertasinya di Rotterdam, pada bulan Mei 1940, Jerman Nazi menyerbu Belanda. Ia tetap berhasil menyelesaikan disertasinya pada tahun 1943, yang berjudul Het Volkscredietwezen in de Depressie ("Kredit Rakyat di Masa Depresi"), dan ia memperoleh gelar doktor ekonomi. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Soemitro Djojohadikoesoemo studi di Rotterdam meraih gelar doktor ekonomi? Seperti disebut di atas, mahasiswa Indonesia hanya beberapa yang berhasil meraih gelar doctor ekonomi. Yang pertamma adalah Dr Sjamsi Widagda. Lalu bagaimana sejarah Soemitro Djojohadikoesoemo studi di Rotterdam meraih gelar doktor ekonomi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Mahasiswa (47): MO Parlindoengan dan Keluarga, Studi di Delft-Zurich; Irsinyur Teknik Kimia Direktur PINDAD Pertama

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Banyak sarjana yang menjadi perwira militer. Salah satu diantaranya Letnan Kolonel Ir. MO Parlindungan. AFP Siregar gelar Mangaradja Parlindoengan lulusan HBS di Medan yang kemudian melanjutkan studi teknik kimia ke Universiteit te Delft. Namun gelar insinurnya diperoleh di Zurich, Jerman. Mengapa? Yang jelas sejak 1940 Negeri Belaanda diduduki Jerman.


Dalam sejarah mahasiswa Indonesia, satu keluarga yang memiliki banyak sarjana yang studi ke Belanda adalah Raden Soeroto dari Pakoelaman. Lalu kemudian ada keluarga MO Parlindungan yang berasal dari keluarga terpelajar di Sipirok, Ayah adalah seorang guru yang menjadi direktur Normaal School di Pematangsiantar. Dua pamannya adalah anggota Volksraad yakni Mangaradja Soangkoepon (sekolah di Belanda) dari dapil province Oost Sumatra dan Dr Abdoel Rasjid (lulus STOVIA) dari dapil Residentie Tapanoeli. Dua abangnya adalah dokter lulusan Belanda yakni Dr, Diapari Siregar dan Dr. Gindo Siregar. Pada era perang kemerdekaan Dr Gindo Siregar adalah komandan militer wilayah Sumatra bagian utara dengan pangkat Majoor Generaal (setingkat dengan Majoor Generaal Abdoel Haris Nasoetion di di Divisi I Siliwingi). Ir. MO Parlindungan, berpangkat Letnan Kolonel.

Lantas bagaimana sejarah MO Parlindoengan dan keluarga? Seperti disebut di atas, MO Parlindoengan berasal dari keluarga terpelajar dari Sipirok. MO Parlindoengan studi di Delft dan Zurich, irsinyur teknik kimia yang menjadi Direktur PINDAD pertama. Lalu bagaimana sejarah MO Parlindoengan dan keluarga? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 28 Agustus 2023

Sejarah Mahasiswa (46): Studi ke Belanda, Abdulmadjid Djojoadiningrat; R Kartono, RA Kartini dan R Soesalit Djojoadhiningrat


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Siapa Abdulmadjid Djojoadiningrat? Ayahnya adalah bupati Djepara. Untuk lebih mengenalnya dapat dihubungkan dengan nama RA Kartini. Dalam hal ini RA Kartini adalah istri dari bupati Djepara dengan anak bernama Soesalit Djojoadhiningrat. Jadi, antara Abdulmadjid Djojoadiningrat dan Soesalit Djojoadhiningrat memiliki bapak yang sama (bupati Djepara) tetapi berbeda ibu.


Mr. Abdulmadjid Djojoadiningrat lahir 5 Januari 1904. Dia dikenal juga sebagai anak tiri dari RA Kartini. Selain itu, dia juga dikenal sebagai salah satu anggota Perhimpunan Indonesia (PI) bersama dengan Mohammad Hatta dan sebagai pelaku peristiwa Pemberontakan Madiun 1948. Ketika dia dilahirkan, ibu tirinya (RA Kartini) meninggal dunia dan telah memiliki seorang adik tiri bernama Soesalit. mereka bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS) dan Hogereburger School (HBS) di Semarang. Setelah menyelesaikan pendidikan di ELS dan HBS tahun 1925, ia kemudian kuliah di Leiden, jurusan hukum. Di Belanda, Abdulmadjid kerap menyuarakan pendapatnya antara lain menuntut kesetaraan antara orang Belanda dan Indonesia. Sejak awal 1926 setidaknya Abdulmadjid sudah menjadi sekretaris Hatta yang memimpin Indische Vereniging alias Perhimpunan Indoenesia (PI). Bersama Mohammad Hatta dan Ali Sastroamidjojo serta Nazir Pamuncak, Abdulmadjid ditangkap pada 23 September 1927 akibat aktivitas politiknya yang dianggap ekstrem saat itu. Selama pendudukan Tentara NAZI Jerman di Negeri Belanda, Abdulmadjid masih berada di Belanda. Pada kurun waktu 1943-1944, dia aktif di Kolonial Instituut dan pernah menjadi penasehatnya. Setelah Indonesia merdeka dan Republik Indonesia terbentuk, Abdulmadjid pulang ke Indonesia. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Abdulmadjid Djojoadiningrat studi ke Belanda? Seperti disebut diatas Abdulmadjid Djojoadiningrat studi ke Belanda dan berhasil mendapat gelar sarjana hukum. R Kartono dan RA Kartini di masa lalu, RM Soesalit Djojoadhiningrat dan Abdulmadjid Djojoadiningrat. Lalu bagaimana sejarah Abdulmadjid Djojoadiningrat studi ke Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Mahasiswa (45): Doktor Hukum di Leiden Mr Masdoelhak Nasution; Penasehat Hukum Presiden Dibunuh Belanda di Jogja


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Dewan Keamanan PBB marah besar. pimpinan organisasi bangsa-bangsa berkantor di New York meminta sebuah tim netral di Belanda untuk melakukan penyelidikan segera atas kematian Dr. Mr. Masdoelhak Nasoetion di Yogyakarta 21 Desember 1948. Reaksi cepat badan PBB ini untuk menanggapi berita yang beredar dan dilansir di London sebagaimana diberitakan De Heerenveensche koerier: onafhankelijk dagblad voor Midden-Zuid-Oost-Friesland en Noord-Overijssel, 01-02-1949. Koran ini mengutip pernyataan pers dari kepala kantor Republik Indonesia di London yang pernyataannya sebagai berikut: ‘sejumlah intelektual terkemuka di Indonesia, diantaranya Masdulhak, seorang penasihat pemerintah dibunuh hingga tewas tanpa diadili’.


Masdoelhak lahir di Sibolga. Ia menyelesaikan pendidikan dasar Belanda (ELS) di Sibolga, kemudian melanjutkan ke Sekolah MULO di Medan dan AMS di Jawa. Ia menjadi salah satu lulusan terbaik AMS dan mendapat kesempatan kuliah di Belanda. Tanggal 4 Oktober 1930, Masdoelhak berangkat dari Batavia menuju Belanda dan kuliah di Universitas Leiden, Bagian Hukum. Saat kuliah, Ia bergabung dengan mahasiswa pribumi lainnya dan kenal baik dengan Mohammad Hatta. Ia mengenal Adriana van der Have, Anak dari Dosen Ekonomi Mohammad Hatta, mereka menikah tahun 1932. Pernikahan mereka ditentang oleh keluarga van der Have. Mereka pindah ke Utrect, Istrinya bekerja di laboratorium kesehatan masyarakat. Ia melanjutkan pendidikan meraih gelar Doktor, dan lulus pada tahun 1943 dengan judul desertasi Kedudukan perempuan di masyarakat Batak. Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Ia dan keluarganya pindah dari Belanda ke Indonesia. Ia pernah menjabat kepala pemerintahan Sumatra Tengah, kemudian di tarik ke Yogyakarta menjadi Staf Wakil Presiden. Ia meninggal 21 Desember 1948, Setelah diculik oleh Militer Belanda di depan anak-anaknya dari rumahnya di Kaliurang. Ia dieksekusi tanpa peradilan oleh Sersan Mayor Marinus Geelhoed. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Masdoelhak Nasution doktor hukm Leiden? Seperti disebut di atas, Masdoelhak Nasoetion menyelesaikan studi fukum di Belanda dan mendapat gelar doktor. Di awal era Republik Indonesia, sebagai penasehat hukum presiden dibunuh Belanda di Jogja (1948). Lalu bagaimana sejarah Masdoelhak Nasution doktor hukm Leiden? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.