Jumat, 27 Oktober 2023

Sejarah Bahasa (104): Bahasa Kutai Daerah Aliran Sungai Mahakam; Suku Dayak Ot Danum dan Pendatang Melayu Bugis Banjar


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Kutai, atau Urang Kutai adalah salah satu dari rumpun suku Dayak yaitu Dayak Lawangan yang mendiami wilayah Kalimantan Timur. Pada awalnya Kutai merupakan nama suatu teritori tempat bermukimnya masyarakat asli Kalimantan. Suku Kutai berdasarkan jenisnya adalah termasuk suku Dayak Islam yang banyak menyerap nilai nilai kebudayaan suku Banjar dan Melayu pesisir yang berada di Kalimantan Timur. Adat-istiadat lama suku Kutai memiliki beberapa kesamaan kesamaan dengan adat-istiadat suku Dayak rumpun Ot Danum.


Bahasa Kutai adalah bahasa yang dituturkan oleh Suku Kutai yang mendiami alur sepanjang Sungai Mahakam, dan populasinya terbesar di wilayah bekas Kabupaten Kutai (kabupaten induk dari Kabupaten Kutai Barat, Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Kota Balikpapan dan Kota Samarinda sekarang ini) di Kalimantan Timur. Bahasa Kutai umumnya hidup dan berkembang dalam bentuk penuturan (percakapan), serta sastra dalam bentuk puisi (pantun). Sangat sedikit bukti-bukti tertulis yang dihasilkan dalam bahasa Kutai, terlebih lagi yang dihasilkan pada periode pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara. Berdasarkan Ethnologue, rumpun bahasa Kutai terbagi menjadi dua bahasa, yaitu: Bahasa Kutai Kota Bangun dan Bahasa Kutai Tenggarong dituturkan di Tenggarong, Loa Janan, Loa Kulu, Muara Kaman, Muara Pahu, Anggana (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Kutai di daerah aliran sungai Mahakam? Seperti disebut di atas bahasa Kutai ditututkan oleh orang Kutai di daerah aliran sungai Mahakam. Suku Dayak Ot Danum dan para pendatang Melayu, Bugis dan Banjar. Lalu bagaimana sejarah bahasa Kutai di daerah aliran sungai Mahakam? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bahasa (103): Bahasa Pasir Suku Dayak Paser di Kalimantan Timur; Bahasa Daerah di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Paser atau Dayak Paser adalah suku bangsa yang tanah asal leluhurnya berada di sepanjang bagian Selatan dari provinsi Kalimantan Timur. Orang Dayak Paser mendiami di Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara, dan Kota Balikpapan. Juga ada di Samboja yang kini masuk kabupaten Kutai Kartanegara, Bongan, Resak dan Pringtali yang kini masuk Kabupaten Kutai Barat.


Tempat penutur bahasa Pasir ialah sepanjang tepi, hulu, dan muara sungai Kendilo, Pasir, Tanjung Aru, teluk Adang, muara Telake, Long Ikis, Long Kali, Batu Sopan, Muara Komam dan Batu Kajang. Selain di Kabupaten Pasir, penutur bahasa Pasir terdapat juga di Kotamadya Balikpapan dan Batu Besar di Kabupaten Kotabaru. Sampai saat ini belum diketahui jumlah penutur bahasa Pasir yang past;' Diperkirakan sebanyak 60% penduduk atau 40.000 jiwa adalah penutur asli bahasa Pasir. Di Kabupaten Pasir terdapat pula suku Banjar dan Bugis disamping suku-suku lain yang jumlahnya keciL Mereka menggunakan bahasa mereka masing-masing. Orang Banjar dan orang Bugis yang kawin dengan orang Pasir dan tinggal turun-temurun di Pasir dapat juga berbahasa Pasir. Mereka berbahasa Pasir dengan orang Pasir. Bahasa Pasir terdiri atas t7 dialek yang dikelompokk atas Olo Oot Danum, Olo Ot Ngaju. Induk bahasa Pasir adalah bahasa Peteban yang dipakai di kalangan istana kesultann Pasir dahulu (lihat Bahasa Pasir oleh Darmasyah dkk. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta 1979) 

Lantas bagaimana sejarah bahasa Pasir, suku Dayak Paser di pantai timur Kalimantan? Seperti disebut di atas bahasa Pasir dituturkan oleh orang Pasir di Kalimantan. Bahasa Pasir, bahasa daerah di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Lalu bagaimana sejarah bahasa Pasir, suku Dayak Paser di pantai timur Kalimantan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 26 Oktober 2023

Sejarah Bahasa (102): Bahasa Bakumpai di Daerah Aliran Sungai Barito; Bahasa Banjar di Hilir dan Bahasa Dayak Ngaju di Hulu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Dayak Bakumpai (Belanda: Becompaijers/Bekoempaiers/Becompayer) adalah salah satu subetnis Dayak Ngaju, mendiami sepanjang daerah aliran sungai Barito di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah yaitu dari kota Marabahan, sampai kota Puruk Cahu, Murung Raya. Suku Bakumpai banyak mendapat pengaruh bahasa, budaya, hukum adat, dan arsitektur Banjar, karena itu suku Bakumpai secara budaya dan hukum adat termasuk ke dalam golongan budaya Banjar, namun secara bahasa, suku Bakumpai memiliki kedekatan dengan bahasa Ngaju.

 

Bahasa Bakumpai adalah sebuah bahasa dalam rumpun bahasa Barito Raya yang dituturkan oleh suku Bakumpai maupun suku Dayak Bara Dia (Suku Dayak Mengkatip) yang mendiami aliran sungai Barito di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Bahasa Bakumpai merupakan bahasa suku Dayak di daerah DAS Barito Dayak yang mendapat pengaruh bahasa Banjar. Bahasa Bakumpai juga memiliki sejumlah peribahasa. Penutur bahasa Bayan menggunakan bahasa Bakumpai jika berbincang dengan non penutur bahasa Bayan. Kesamaan leksikal bahasa Bakumpai terhadap bahasa lainnya yaitu 75% dengan bahasa Ngaju dan 45% dengan bahasa Banjar. (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah bahasa Bakumpai di daerah aliran sungai Barito? Seperti disebut di atas, bahasa Bakumpai di daerah aliran sungai Barito. Bahasa Banjar di hilir dan bahasa Dayak Ngaju di hulu. Lalu bagaimana sejarah bahasa Bakumpai di daerah aliran sungai Barito? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bahasa (101): Bahasa di Sumatra dan Bahasa di Jawa; Bahasa Sanskerta dan Bahasa Batak, Melayu, Bahasa Kawi, Jawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Pulau Sumatra dan pulau Jawa berdekatan. Secaea geomorfologis kedua pulau diduga menyatu di masa lampau. Oleh karena cukup berdekatan dimungkin bahasa terjadi interaksi yang intens dari waktu ke waktu. Pada masa ini wilayah Jawa diidentifikasi beberapa bahasa, yakni bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Madura, bahasa Kangean dan bahasa Betawi. Dalam hal ini bahasa Betawi mirip bahasa Melayu di Sumatra.


Daftar bahasa di Sumatra adalah sebagai berikut: Abung, Aceh, Alas-Kluet, Bangka, Basemah, Angkola, Mandailing, Simalungun, Toba, Bengkulu, Col, Dairi, Devayan, Duano, Enggano, Gayo, Haji, Kaur, Karo, Kerinci, Komering, Kubu, Lampung, Lematang,Lengkayap, Loncong, Lubu, Melayu, Belitung, Jambi, Deli, Palembang, Riau, Mentawai, Minangkabau, Musi, Nias, Ocu, Pekal, Penesak, Rejang, Sakai, Sekayu, Sigulai dan Simeulue (Wikipedia)     

Lantas bagaimana sejarah bahasa di Sumatra dan bahasa di Jawa? Seperti disebut di atas bahasa di Jawa jumlahnya sedikit sebaliknya di Sumatra jumlahnya banyak. Bahasa Betawi di Jawa mirip bahasa Melayu di Sumatra. Bagaimana bahasa Sanskerta dan relasi bahasa Batak dan Melayu, dan relasi bahasa Kawi dan Jawa? Lalu bagaimana sejarah bahasa di Sumatra dan bahasa di Jawa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 25 Oktober 2023

Sejarah Bahasa (100): Bahasa Hakka - Khek Bangka Belitung dan Migran Asal Tiongkok Masa ke Masa; Bahasa Hakka dan Mandarin


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Orang Tionghoa Indonesia telah tinggal di Kepulauan Bangka Belitung selama berabad-abad. Bangka Belitung salah satu daerah dengan jumlah orang Tionghoa terbanyak di Indonesia. Imigran Cina datang ke kepulauan Bangka Belitung pada tahun 1700–1800an. Banyak orang Hakka dari berbagai wilayah di Guangdong datang sebagai penambang timah. Tionghoa pulau Bangka berbeda dengan pulau Belitung. Generasi pertama tiba di pulau Bangka, berdarah campuran (peranakan). Tionghoa Belitung dianggap lebih murni (totok).


Bahasa Hakka berarti "bahasa keluarga tamu" atau di Indonesia disebut Khek adalah bahasa dituturkan oleh orang Hakka, yakni suku Han yang tersebar di kawasan pegunungan provinsi Guangdong, Fujian dan Guangxi di Republik Rakyat Tiongkok. Masing-masing daerah ini juga memiliki khas dialek Hakka yang agak berbeda tergantung provinsi dan juga bagian mana mereka tinggal. Menurut ahli bahasa Hakka di awal abad ke-20 Donald Maciver, Bahasa Hakka di satu sisi masih berkerabat dengan Bahasa Kanton dan di lain dengan Bahasa Mandarin. Bahasa Hakka diwariskan dari bahasa rakyat Tiongkok Utara yang mengungsi ke selatan Tiongkok sejak periode Dinasti Song dan Dinasti Yuan. Bahasa ini mendapatkan namanya dari penyebutan kelompok penuturnya oleh orang Kanton di Provinsi Guangdong "Hakka". Di daerah lain seperti di Jiangxi atau Fujian, umummnya tidak mengenal istilah Hakka, melainkan "ThĂș-fa" yang berarti "Bahasa Lokal" untuk membedakan mereka dengan penutur bahasa lain. Meixian, dahulu dinamakan Jiayingzhou (Hakka: Ka-yin-chu) adalah konsentrasi Hakka terbesar di Guangdong, maka bahasa Hakka standar adalah Bahasa Hakka dialek Meixian. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Hakka di Bangka Belitung dan migran asal Tiongkok masa ke masa? Seperti disebut di atas populasi orang Cina (kini Tionghoa) asal Tiongkok cukup banyak di Bangka Belitung. Bagaimana bahasa Hakka dengan bahasa Mandarin? Lalu bagaimana sejarah bahasa Hakka di Bangka Belitung dan migran asal Tiongkok masa ke masa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bahasa (99):Bahasa Sekak dan Suku Laut di Pesisir Kepulauan Bangka Belitung; Ragam Dialek-Dialek Bahasa Melayu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Sekak adalah kelompok etnis yang mendiami kepulauan Bangka Belitung. Sekak merupakan salah satu suku tua yang mendiami pesisir sepanjang Pulau Bangka. Sebagian besar masyarakat suku ini masih menganut animisme atau kepercayaan lokal. Suku ini mendiami daerah di pesisir pantai di daerah utara Pulau Bangka. Suku Sekak merupakan keturunan suku Mantang, salah satu suku tertua yang merupakan bagian dari suku Laut.

 

Mengenal Lebih Dalam Suku Sawang Di Bangka Belitung, Simak Berdasarkan Historis, Ciri-ciri dan Bahasa. Trendberita. com. Pulau Bangka memiliki beberapa suku asli yang hingga kini masih memegang prinsip dan kearifan lokalnya seperti suku Sawang dan suku Lom atau suku Sekak. Di pulau Belitung suku Sawang adalah kelompok etnis yang hidupnya berpindah-pindah di laut kawasan pantai pulau-pulau kecil yang bisa dikatakan sebagai suku yang hidup di daerah laut atau orang laut. Suku Sawang dikenal juga dengan sebutan suku Laut atau suku Sekak. Di pulau Belitung, suku Sawang tinggal di daerah Juru Seberang, Kampung Baru/Kampung Laut, dan Gantung. di pulau Bangka suku Sawang ini berada di pulau Lepar dan pulau Pongok di bagian selatan pulau Bangka. Suku Sawang terkenal sebagai pemandu, penyelam, dan nelayan yang andal, hidup di perahu dari satu tempat ke tempat lain. Orang Sawang memiliki warna kulit lebih gelap, rambut lurus dan sebagian bergelombang, badan kekar dan tegap. Bahasa suku Sawang bernama bahasa Sekak, bahasa Melayu dialek yang berbeda suku asli lain di daerah Belitung. (https://www.trendberita.com/)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Sekak dan suku Laut di pesisir kepulauaan Bangka Belitung? Seperti disebut di atas orang Sekak di wilayah pesisir Bangka Belitung berbahasa Sekak. Raham dan dialek-dialek bahasa Melayu. Lalu bagaimana sejarah bahasa Sekak dan suku Laut di pesisir kepulauaan Bangka Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.