Rabu, 23 Januari 2019

Sejarah Yogyakarta (9): Yogyakarta Jelang Pendudukan Jepang; Belanda Takut Sekali, Rangkul Madjelis Rakjat Indonesia di Jogja


* Untuk melihat semua artikel Sejarah Yogyakarta dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Indonesia dan sejarah kota-kota di Indonesia cenderung memisahkan peristiwa sejarah menjadi dua: era kolonial Belanda dan masa pendudukan Jepang. Padahal ada satu sepotong masa sejarah yang kerap terlupakan yakni pada masa transisi antara era kolonial Belanda dan masa pendudukan Jepang. Pada masa transisi ini kedudukan Madjelis Rakjat Indonesia (MRI) menjadi penting bagi Belanda. Dalam suasana ketakutan Belanda meminta bantuan kepada MRI di Jogjakarta, suatu bentuk organisasi yang sejak dari awal dimusuhinya. Belanda telah merendahkan dirinya.  

Panama Maru, 1933
Belanda menelan ludah sendiri. Sejak dari awal Belanda sangat sadar kebangkitan Indonesia dan berusaha keras menghambat pergerakan politik para revolusioner Indonesia. Polisis rahasia Belanda dibentuk untuk mematai-matai setiap aktivitas oraganisasi kebangsaan dan organisasi politik serta individu yang bersifat revolusioner dan radikal. Namun organisasi kebangsaan dan organisasi politik tidak pernah berhenti. Mati satu tumbuh sepuluh. Untuk memperkuat persatuan dan kesatuan lalu pada tahun 1927 dibentuk supra organisasi yang disebut Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia  (PPPKI). Organisasi ini menaungi organisasi kebangsaan dan organisasi politik. Dalam perkembangannya PPPKI bertransformasi menjadi supra organisasi yang baru yang disebut: Madjelis Rakjat Indonesia. Saat Belanda berada di ujung tanduk, sehubungan dengan invasi Jepang ke Hindia Belanda, Belanda coba merangkul Madjelis Rakjat Indonesia di Jogjakarta.

Bagaimana bisa Belanda merangkul MRI? Itu semua karena ketakutan Belanda yang hanya menunggu waktu untuk invasi ke Hindia Belanda. Ketakutan Belanda yang sesungguhnya adalah kehilangan Hindia Belanda (baca: Indonesia) yang telah lebih dari tiga abad menjadi rumah bagi mereka. Belanda berpikir hanya MRI yang mampu melawan Jepang untuk menjaga kepentingan mereka. Lantas apakah Belanda berhasil merangkul MRI? Bagaimana selanjutnya dan apa sikap kraton/Sultan Jogjakarta? Mari kita telusuri.

Invasi Jepang ke Hindia Belanda: Nama Indonesia Dimuliakan

Nama Indonesia alergi bagi orang Belanda. Oleha karena itu nama Indonesia tetap mereka pertahankan dengan nama Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), suatu nama kompromi, percampuran nama lama Hindia dengan Belanda. Nama Hindia yang baru yakni Indonesia tidak diinginkan Belanda. Nama Indonesia adalah suatu nama yang ditakutkan. Sebab nama Indonesia menyatakan semangat penduduk Hindia dimana Belanda tamat. Orang Belanda sangat takut invasi Jepang, tetapi yang lebih ditakutkan adalah kehilangan Nederlandsch-Indie, kehilangan segala-galanya setelah memilikinya berabad-abad.

Invasi Jepang sudah berada di pintu gerbang Indonesia. Warga Kota Soerabaja telah mengetahuinya ketika putri Radjamin Nasution, seorang dokter yang tengah bertugas di Tarempa, Riauw bersama suaminya mengirim surat ke Soerabaya yang dimuat surat kabar Soeara Oemoem yang dikutip oleh Indische Courant, 08-01-1942.

Tandjong Pinang, 22-12-194l.

Dear all. Sama seperti Anda telah mendengar di radio Tarempa dibom. Kami masih hidup dan untuk ini kita harus berterima kasih kepada Tuhan. Anda tidak menyadari apa yang telah kami alami. Ini mengerikan, enam hari kami tinggal di dalam lubang. Kami tidak lagi tinggal di Tarempa tapi di gunung. Dan apa yang harus kami makan kadang-kadang hanya ubi. Tewas dan terluka tidak terhitung. Rumah kami dibom dua kali dan rusak parah. Apa yang bisa kami amankan, telah kami bawa ke gunung. Ini hanya beberapa pakaian. Apa yang telah kami menabung berjuang dalam waktu empat tahun, dalam waktu setengah jam hilang. Tapi aku tidak berduka, ketika kami menyadari masih hidup.

Hari Kamis, tempat kami dievakuasi….cepat-cepat aku mengepak koper dengan beberapa pakaian. Kami tidak diperbolehkan untuk mengambil banyak. Perjalanan menyusuri harus dilakukan dengan cepat. Kami hanya diberi waktu lima menit, takut Jepang datang kembali. Mereka datang setiap hari. Pukul 4 sore kami berlari ke pit controller, karena pesawat Jepang bisa kembali setiap saat. Aku tidak melihat, tapi terus berlari. Saya hanya bisa melihat bahwa tidak ada yang tersisa di Tarempa.

Kami mendengar dentuman. Jika pesawat datang, kami merangkak. Semuanya harus dilakukan dengan cepat. Kami meninggalkan tempat kejadian dengan menggunakan sampan. Butuh waktu satu jam. Aku sama sekali tidak mabuk laut….. Di Tanjong Pinang akibatnya saya menjadi sangat gugup, apalagi saya punya anak kecil. Dia tidak cukup susu dari saya...Saya mendapat telegram Kamis 14 Desember supaya menuju Tapanoeli...Saya memiliki Kakek dan bibi di sana…Sejauh ini, saya berharap kita bisa bertemu….Selamat bertemu. Ini mengerikan di sini. Semoga saya bisa melihat Anda lagi segera.

Penyerangan oleh Jepang dimulai dengan pengeboman di Filipina dan Malaya/Singapura. Pemboman oleh Jepang di Tarempa merupakan bagian dari pengeboman yang dilakukan di wilayah Singapura. Tarempa sangat dekat dari Singapura. Orang-orang Belanda di Indonesia mulai panik. Perang Dunia II di Eropa telah bergeser ke Asia-Pasifik dan hanya menunggu waktu di Indonesia.

Bataviaasch nieuwsblad, 29-01-1942
Skenario Jepang ini telah diketahui Belanda pada akhirnya Jepang akan menduduki wilayah-wilayah Inggris dan Belanda seperti Semenanjung dan Singapore serta Indonesia. Setelah Jepang menyerang Pangkalan Angkatan Laut Amerika di Pearl Harbour, Hawaai pada tanggal 8 Desember 1941, garis komando diperluas ke Indonesia dengan membentuk komando gabungan (The Unified Command) sebagaimana dilaporkan Bataviaasch nieuwsblad, 29-01-1942. Komando tersebut lihat gambar dari kiri atas ke kanan bawah sebagai berikut: 1. Jenderal Sir Archibald Wavell, Komandan Komando Uni Eropa; 2. Admiral (Laksamana) Thomas C. Hart, Komandan Pasukan Sekutu; 3. Vice Admiral Sir Geoffry Layton, Komandan Pasukan Britis Zcpanning di Pasifik; 4. Laksamana Muda AFE Palliscr Kepala Staf Wakil Laksamana Layton; 5. Sir Charles Bornett, Komandan Angkatan Udara Kerajaan Australia; 6. Mayor Jenderal Lewis H. Brereton, Komandan Pasukan Darat Amerika; 7. Letnan Jenderal George H. Brett, Komandan Angkatan Udara Sekutu; 8. Schout-bij-Nacht William R Purne1, Kepala Staf Admiral Hart; 9, Laksamana Muda CEL Helfrich, Komandan Pasukan Hindia Belandal 10. Letnan Jenderal HL ter Poorten, Komandan Angkatan Udara dan Darat Hindia Belanda.

Untuk tetap mempertahankan Nederlandsch-Indie hanya satu-satunya cara yakni dengan merangkul MRI. Suatu tindakan yang sangat rendah dan merendahkan diri. Namun bangsa Indonesia sudah sangat muak dengan Belanda. Kedatangan Jepang adalah cara mudah bagi Indonesia untuk mengentaskan Belanda. Para revolusioner Indonesia telah mempersiapkannya sejak 1933.   

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar