*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini
Perang kermedekaan di Bekasi adalah bagian dari perang kemerdekaan Indonesia. Seperti di tempat lain, di Bekasi juga terjadi perang melawan Sekutu/Inggris. Perang kemerdekaan melawan Sekutu/Inggris di Bekasi dipicu oleh sebab terjadinya kecelakan pesawat militer Inggris di Rawa Gatel. Setelah seminggu dari kejadian baru pasukan Inggris dikerahkan ke Bekasi untuk tindakan operasi mencari lorban selamat dan evakuasi korban.
Perang kermedekaan di Bekasi adalah bagian dari perang kemerdekaan Indonesia. Seperti di tempat lain, di Bekasi juga terjadi perang melawan Sekutu/Inggris. Perang kemerdekaan melawan Sekutu/Inggris di Bekasi dipicu oleh sebab terjadinya kecelakan pesawat militer Inggris di Rawa Gatel. Setelah seminggu dari kejadian baru pasukan Inggris dikerahkan ke Bekasi untuk tindakan operasi mencari lorban selamat dan evakuasi korban.
Tentara Sekutu/Inggris di Bekasi, 1945 |
Namun ada beberapa kejadian di Bekasi yang diceritakan (lisan) pada masa
ini tidak sinkron dengan fakta yang benar-benar terjadi yang diberitakan di
dalam surat kabar pada waktu itu. Karena alasan itu perlu kiranya sejarah
perang kemerdekaan di Bekasi ditulis kembali. Dalam rangka untuk merapikan
narasi sejarah perang kemerdekaan melawan Sekutu/Inggris kedua sumber tersebut
dikombinasikan, tetapi dengan mengutamakan sumber tertulis (surat kabar
sejaman).
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Pasukan Sekutu/Inggris ke Bekasi
Pesawat Dakota yang mengangkut pasukan
Sekutu/Inggris dari Djakarta ke Semarang mendarat darurat di Rawa Gatel,
Tjakoeng pada Jumat 23 November 1945. Pesawat ini tidak segera diketahui oleh
Inggris dimana posisi jatuhnya pesawat. Dan tentu saja tidak ada mandat
pimpinan Sekutu/Inggris memerintahkan pejabat Indonesia untuk mengurusnya
apalagi untuk mengumumkan ultimatum. Situasi dan kondisi sudah memasuki status
perang.
Pasukan
Sekutu/Inggris tanggal 29 September 1945 merapat di pelabuhan Tandjong Priok.
Lalu mulai melakukan tigas pelucutan senjata militer Jepang dan pembebasan
interniran Eropa/Belanda. Sebagai respon terhadap pasukan sekutu Inggris dan
NICA yang tidak peduli terhadap Proklamasi Kmerdekaan Indonesia, lalu Tentara
Rakjat Indonesia mengumumkan Proklamasi Perang pada tanggal 13 Oktober 1945 dan
yang juga hal yang sama dilakukan Oemat Islam sebagaimana dilaporkan Keesings
historisch archief: 14-10-1945. Seperti dketahui pada tanggal 5 Oktober 1945,
Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan maklumat pembentukan tentara
nasional yang diberi nama Tentara Rakyat Indonesia (TRI). Dalam masa
konsolidasi TRI ini, tentara Sekutu/Inggris sudah masuk jauh ke pedalaman di
Buitenzorg.
Lalu pada
tanggal 15 Oktober pasukan Sekutu/Inggris ke Buitenzorg. Pada hari yang sama
satu detasemen Punjabi ke Depok untuk membebaskan sandera akibat kerusuhan
tanggal 11 Oktober. Setelah membebaskan sandera, pasukan bersama sandera ke
Buitenzorg. Robert Kiek, wartawan ANP ikut dalam pembebasan ke Depok ini. Pada
tanggal 16 Oktober 1945 pasukan Belanda telah mengambil kendali lapangan
terbang Tjililitan dan pada tangga 17 Oktober 1945 terjadi pertempuran antara
pasukan Belanda dengan nasionalis (lihat De patriot, 18-10-1945). Pada tanggal
18 Oktober 1945 pasukan Sekutu/Inggris memasuki Bandoeng. Pasukan
Sekutu/Inggris pada tanggal 20 Oktober 1945 mendarat di Semarang dan pada
tanggal 25 Oktober 1945 di Surabaya. Lalu pada tanggal 28 Oktober hingga 31
Oktober 1945 terjadi pertempuran yang hebat di Surabaya. Pertempuran di
Soerabaja puncaknya terjadi pada tangga 10 November.
Menteri
Pertahanan Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap meminta Kepala Staf Umum Letnan
Jenderal Oerip Soemohardjo untuk mengadakan konferensi diantara para pimpinan tentara
untuk menentukan pimpinannya sebagai Panglima untuk menggantikannya. Mr. Amir
Sjarifoeddin Harahap ingin fokus pada fungsi manajemen keamanan dan pertahanan.
Panglima adalah yang memimpin pertempuran di lapangan. Konferensi yang diadakan
pada tanggal 12 November 1945 di Djogjakarta menghasilkan sejumlah keputusan
yang antara lain pembagian wilayah pertahanan Indonesia (terutama di Jawa) dan
penetapan pimpinan militer tertinggi sebagai Panglima. Yang terpilih adalah salah
satu pimpinan TKR/TRI, Soedirman.
Dalam fase
konsolidasi organsiasi tentara ini, perang terus berkobar dimana-mana, Menteri
Pertahanan Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap menilai terdapat tiga wilayah TKR yang
melakukan tugasnya dengan rapih seperti dikutip oleh surat kabar Het dagblad:
uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia. 21-11-1945: ‘TKR di
Tjikampek, Tangerang dan Depok Jawa Barat. Sjarifoeddin Harahap menyatakan TKR
di tiga wilayah ini lebih rapih (disiplin) jika dibandingkan di Jawa Timur’. Dalam
situasi pergerakan pasukan inilah, pasukan Sekutu/Inggris dari Djakarta dikirim
ke Semarang pada tanggal 23 November 1945 (dan mendarat darurat di Tjakoeng,
Bekasi).
Setelah seminggu, setelah cukup informasi (dan
dianggap memiliki waktu dan sumber daya), pada hari Kamis [29-11-1945] batalion
Punjabi dikirim ke Bekasi yang didukung satu pasukan 9 buah tank dan pasukan
kaveleri serta satu skuadron empat pesawat pembom (lihat Het dagblad: uitgave
van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 30-11-1945). Berita ini dikirim
koresponden yang ikut serta dalam ekspedisi ini pada Kamis sore dari Bekasi.
Edisi pertama Het dagblad: te Batavia, 23-10-1945 |
Het dagblad yang mendapat pasokan berita dari koresponden
Robert Kiek, wartawan ANP yang ikut ke Bekasi mengatakan bahwa beberapa para
korban selamat awalnya dipindahkan ke Oedjoeng Menteng dan kemudian dipindahkan
ke penjara Bekasi yang lalu dibunuh di sebuah lapangan di belakang penjara. Di dalam penjara ini juga terdapat tahanan Belanda lainnya. Pasukan Sekutu/Inggris
menurut koresponden tidak satu pun yang masih ditemukan.
Ketika pasukan
memulai ekspedisi, mereka menemukan semua penduduk Krandji telah melarikan
diri, tetapi ada satu orang yang masih tertinggal. Dari orang ini pasukan
mendapat keterangan. Pasukan ini menemukan markas pejuang di Krandji yang telah
kosong yang diduga sebagai pasukan pelopor. Pasukan juga menemukan rumah
Asisten Wedana telah dijadikan sebagai tempat pembuatan seragam pejuang dan
ditemukan gulungan kain hitam. Pasukan lalu membebaskan Eric von Pritzelwitz
van der Horst dari penjara serta 21 orang lainnya termasuk perempuan dan
anak-anak serta empat wanita Ambon karena alasan suami mereka menjadi tentara
Hindia Belanda.
Koresponden juga melaporkan semua petugas polisi
di Bekasi telah melarikan diri. Di kantor polisi, yang berada di sebelah
penjara, banyak dokumen yang memberatkan ditemukan. Seorang perwira polisi
berpangkat rendah ditemukan, terlepas dari kenyataan bahwa dia mengenakan pita
Palang Merah dan kemudian dia dibawa ke Batavia untuk diinterogasi. Orang
Indonesia lain juga ditangkap yang memiliki senjata. Seluruh operasi
berlangsung di bawah pengawasan skuadron udara. Tank menembakkan beberapa
tembakan ke penghalang jalan. Pesawat mengamati beberapa pergerakan orang
Indonesia yang menyamar. Tembakan-tembakan terhadap penghalang tadi cukup untuk
membuat para pejuang menghindar menjauh. Ekspedisi ini adalah pertama kalinya
pasukan Sekutu/Inggris tidak tertembak, ini indikasi yang jelas bahwa sikap
agresif yang dilakukan Sekutu/Inggris selama operasi ini telah memberikan efeknya.
Sehari setelah Het dagblad melaporkan kejadian di Bekasi, surat kabar republik yang terbit di Djakarta, Merdeka pimpinan BM Diah [Harahap] menyebut peristiwa itu hanya kesalahpahaman. Disebutkan "Sebuah pesawat Dakota jatuh di Pondok Gedeh kemarin. Penduduk datang untuk menawarkan bantuan, tetapi tentara Inggris mulai menembaki mereka’. Lalu dalam perkembangannya, api yang ditembakkan dengan karet (semacam bom molotov?) menjadi alasan pintu pesawat terbakar. Artikel itu diakhiri dengan kalimat berikut: ‘Apa yang kita lakukan sendiri adalah membela diri kita, membela kebebasan kita’.
Apa yang telah terjadi di Bekasi terpaksa Perdana Menteri Sjahrir membuat
pernyataan kepada Inggris dan menyatakan penyesalannya dan akan menghalangi
tindakan-tindakan para pejuang (lihat Friesch dagblad, 03-12-1945). Disebutkan,
untuk menghalangi pemuda pejuang ini Sjahrir belum melakukannya karena
membutuhkan keberanian besar dan berbahaya untuk memberikan nasihat yang
bertentangan dengan perasaan rakyat. Sayangnya, menurut Sjahrir, Jepang merusak
pemuda ini dan sangat sulit bagi kami untuk mendapatkannya kembali di jalur
yang benar.
Algemeen Handelsblad, 04-12-1945 |
Sementara Perdana Menteri Soetan Sjahrir yang
juga merangkap Menteri Luar Negeri sibuk bekerja dengan pimpinan militer
Sekutu/Inggris dan menghadapi tekanan diplomasi, Menteri Pertahanan (BKR) Mr.
Amir Sjarifoeddin yang juga merangkap Menteri Penerangan sangat sibuk
mengkonsolidasikan organisasi tentara dengan para pejuang rakyat (laskar) dari
satu tempat ke tempat lainnya.
Pada
tanggal 13 Desember 1945 dibentuk Komando Tentara dan Teritorium di Jawa
(Kolonel Abdul Haris Nasution sebagai Panglima). Lalu beberapa hari kemudian Pemerintah
Republik Indonesia melalui Menteri Pertahanan Mr. Amir Sjarifoeddin akhirnya
menetapkan dan mengangkat Kolonel Soedirman menjadi Panglima pada tanggal 18
Desember 1945 (dengan tetap berpangkat Kolonel). Dengan demikian fungsi
perencanan dan pengaturan (anggaran dan personel) ditangani oleh Menteri Mr.
Amir Sjarifoeddin dan pelaksana tugas di medan perang dikomandokan oleh
Panglima Soedirman. Sebagai panglima yang baru, Mr. Amir Sjarifoeddin memberi
layanan tersendiri bagi Kolonel Soedirman dengan menunjuk dokter berbakat Dr.
Willer Hutagalung sebagai dokter pribadi Kolonel Soedirman.
Untuk meningkatkan kualifikasi TRI dan menjaga korps keamanan, ruang
pertempuran di wilayah luar Batavia (yang meliputi seluruh West Java) berada di
bawah komando Siliwangi yang berpusat di Bandoeng dan kemudian di relokasi ke
Poerwakarta. Peristiwa pembunuhan terhadap korps militer Sekutu/Inggris di
Bekasi (oleh pasukan Banteng Hitam) menjadi alasan untuk memindahkan markas
dari Bandoeng ke Poerwakarta. Boleh jadi untuk mengantisipasi kemungkinan
tentara Sekutu/Inggris melakukan balas dendam.
Untuk
mengatur perlawanan di Bogor dan sekitarnya Kolonel Abdul Haris Nasution mengangkat
Letkol Kawilarang. Wilayah pertahanan Kawilarang juga meliputi Soekaboemi dan
Tjiandjoer. Untuk wilayah Bogor dan sekitarnya (termasuk Depok) dipimpin oleh
Majoor Ibrahim Adjie. Sedangkan untuk wilayah Tjikampek Kolonel Abdul Haris
Nasution mengangkat Letkol Moeffreni Moe’min. Dua wilayah ini saling bahu
membahu karena wilayahnya yang berdekatan dan langsung bersinggungan dengan
Batavia. Pusat komando Siliwangi berada di Poerwakarta. Untuk wilayah front
terdepan di Bekasi diangkat Mayor Sambas Atmadinata,
Saat terjadinya pesawat Dakota jatuh di Tjakoeng,
Mayor (laut) Madmuin Hasibuan dan pasukannya yang berada di Tjilinting bergegas
ke TKP. Pasukan yang dipimpin Hasibuan ini pada akhirnya dapat mengepung
tentara korban Dakota dan mengevakuasinya ke Oedjoeng Menteng untuk diteruskan
ke pos berikutnya di Bekasi sebagai tahanan. Orang-orang yang dianggap POW ini
akan dijadikan sebagai tameng atau sandera untuk kebutuhan tawar menawar dalam
perang. Komando Mayor (laut) Madmuin Hasibuan kembali ke Tjilintjing.
Namun
tidak disangka pasukan Banteng Hitam yang berada di Bekasi mengambil langkah
yang lain dengan cara menghabisinya. Ini dapat dimaklumi karena situasi dan
kondisi status perang. Boleh jadi situasi saat itu orang kembali teringat
ketika tujuah pejuang Bekasi digantung Belanda pada tahun 1870. Akan tetapi tindakan
baru-baru ini bukan jalan terbaik. Sebab belum lama ini Menteri Pertahanan Mr.
Amir Sjarifoeddin Harahap memuji habis kedisiplinan TKR (kemudian disebut TRI)
di wilayah Bekasi, Depok dan Tangerang. Pasukan Banteng Hitam telah mencoreng
nama baik di wilayah.
Ketika
Menteri Pertahanan Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap dalam sebuah konferensi pers,
koresponden Amerika mengkonfirmasi tentang peristiwa di Bekasi. Mr. Amir Sjarifoeddin
Harahap menjawab sebagai berikut: ‘Saya telah menerima laporan kecelakaan udara
pada hari Minggu dan tanpa memberi tahu markas Inggris, saya mengirim seorang
utusan dengan sepucuk surat yang meminta para komandan di Bekasi untuk membawa
para tahanan mereka ke Batavia. Utusan itu sejauh ini belum kembali, tetapi saya
baru mengetahui kemudian (setelah terjadi pembunuhan) bahwa surat itu tidak sampai
hingga para korban itu terbunuh. Setelah
utusan dikirim, sehari berikutnya baru markas besar Inggris pertama kali
diberitahu tentang hal ini’ (lihat Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche
Dagbladpers te Batavia, 05-12-1945).
Bekasi Lautan Api?
Cerita Bekasi lautan api diiterpretasi dengan
cara berbeda. Kisah yang diceritakan secara lisan dengan fakta yang benar-benar
diberitakan pada masa itu berbeda. Fakta yang sebenarnya dimulai setelah pasukan
Sekutu/Inggris menemukan dua mayat yang dibunuh di tempat lain, dengan amarah
yang tinggi lalu mereka membakar rumah di dua kampung. Pembakaran ini bukan di kota
Bekasi tempat dimana ditemukan 18 Inggris/India dan empat Inggris melainkan di dua
kampung yang berada di dekat dua mayat Inggris/India yang ditemukan. Seperti
disebutkan dua Inggris/India ini terbunuh di TKP di Tjakoeng.
Dalam
satu konferensi pers Menteri Pertahanan Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap juga
menuduh pasukan Sekutu/Inggris telah membakar dua kampong (lihat Het dagblad :
uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 08-12-1945). Jelas bahwa counter Mr. Amir Sjarifoeddin
Harahap tidak akan mengubah keadaan dimana pasukan berharga Sekutu/Inggris
telah dibunuh.
Dalam perkembanganya, markas Sekutu/Inggris
meminta bantuan pasukan TKR untuk mengawal kereta api Rapwi yang hendak ke
Bandoeng dan (sebaliknya) dari Poerwakarta ke Batavia. Permintaan ini dituruti
dan dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal keberangkatan dan kedatangan. Kereta
api di Bekasi sempat diserang oleh para pejuang bersenjata (lihat Het dagblad :
uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 10-12-1945). Namun berita
ini tidak menjelaskan seperti apa dampaknya.
Permintaan
markas Sekutu/Inggris muncul, sebab sebelumnya kereta api yang membawa
barang-barang dari Batavia ke Bandoeng di Tjibadak telah diserang. Atas
serangan pejuang tersebut, kemudian 13 pesawat pembom Sekutu/Inggris menghancurkan
Tjibadak dan markas Sekutu/Inggris kemudian menambah kekuatan di Sukaboemi. Situasi
dan kondisi di Tjibadak , Soekabomi inilah yang menyebabkan munculnya
permintaan markas Sekuti/Inggris untuk menggunakan jalur Poerwakarta. Sebelum dilakukan pemboman Tjibadak sudah lebih
dahulu diperingatkan oleh pamflet pemboman yang akan segera dilakukan. Tidak
ada korban jiwa, hanya sepenuhnya korban fisik.
Dengan dalih untuk melakukan tindakan balasan
terhadap pejuang di Bekasi, pasukan Sekutu/Inggris yang disertai tank melakukan
perjalanan ke Bekasi kamis pagi. Dilaporkan pagi ini ekspedisi tersebut diketahui
tidak menemukan pejuang di Bekasi (lihat Het dagblad : uitgave van de
Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 13-12-1945). Pasukan Sekutu/Inggris kemudian
membakari rumah-rumah penduduk.
Pasukan
Sekutu/Inggris menduduki Bekasi dan hanya menemukan kompong-kampong kosong. Setiap
rumah dibakar oleh pasukan Sekutu/Inggris setelah diisi bensin. Kepulan asap
setinggi 300 meter dan semakin meluas. Dari Batavia, 20 Km jarak ke Bekasi, kepulan
asap ini terlihat jelas Pasukan menangkap empat anggota Banteng Hitam dan
senjata. Pesawat pembom yang melihat truk yang melarikan diri berhasil dibom
dan terbakar (lihat Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te
Batavia, 14-12-1945). Tampaknya sindiran Menteri Pertahanan Mr. Amir
Sjarifoeddin Harahap yang mana pasukan Sekutu/Inggris telah membakar rumah dua
kampong sebelumnya tak cukup bagi markas Sekutu/Inggris di Batavia.
Sementara
itu, pusat para pejuang Bekasi telah bergeser ke Tjikampek. Sebuah sumber yang
dapat dipercaya memberi tahu kami bahwa para pejuang telah memindahkan pusat
pergerakan mereka dari Bekasi yang sekarang hampir hancur total--600 rumah
diratakan ke tanah—kini berada di Tjikampek, sekitar 110 Km sebelah timur
Batavia (lihat Bredasche courant, 17-12-1945).
Boleh jadi balas demdam hanya sekadar alasan,
tetapi secara strategis ini dapat diinterpretasi untuk membuka ruang bagi
Sekutu/Inggris. Perjalanan kereta api melalui Soekaboemi tidak hanya jauh juga
medan yang tidak menguntungkan. Namun melalui Poerwakarta juga bukan hal yang
mudah. Dalam perjalanan kereta api Rapwi dari Batavia ke Bandoeng (dan
sebelaliknya) kereta telah diserang di Tjikampek dan menahan enam kru dimana
dua orang terbunuh dan empat orang belum diketahui, Serangan di Tjikampek ini
dilakukan oleh sekitar 800 orang pejuang (lihat Het dagblad : uitgave van de
Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 17-12-1945).
Pemindahan
pusat pergerakan dari Bekasi ke Tjikampek mungkin tidak masalah bagi para
pejuang Bekasi meninggalkan kota karena secara gerilya Tjikampek lebih
strategis untuk bergerilya dibandingkan wilayah Bekasi yang lebih terbuka.
Wilayah Tjikampek memiliki wilayah hutan dan jurang yang dalam ke arah selatan.
Boleh jadi pembakaran kota Bekasi yang menelan rumah terbakar 600 buah dianggap
sepadan oleh pasukan Sekutu/Inggris terhadap pembunuhan 22 serdadu, tetapi
sebaliknya bagi pejuang Bekasi yang pindah ke Tjikampek ini justru menjadi pemicu
untuk mengobarkan semangat patriotisme.
Di
Tjikampek, pejuang Bekasi tidak sendiri. Tjikampek telah dijadikan sebagai pusat
pertahanan. Diberitakan pada akhir bulan Oktober sejumlah besar senjata
diangkut dari Bandoeng ke Tjikampek, tempat sebagian senjata tersebut
didistribusikan kepada penduduk. Sekitar waktu itu juga kontingen pertama
pasukan Indonesia dari beberapa bagian wilayah di Jawa telah tiba yang datang
untuk memperkuat garnisun Tjikampek. Tujuannya adalah untuk membangun apa yang
disebut ‘garis pertahanan pertama’ di Tjikampek, yang dimaksudkan untuk menahan
pergerakan Sekutu/Inggris ke arah Timur. Garis pertahanan pertama ini sekarang,
ketika pejuang Bekasi datang sudah sangat siap. Sementara
itu dalam minggu-minggu terakhir ini semakin banyak orang Indonesia dari
beberapa bagian wilayah dari Jawa telah diangkut ke Tjikampek dimana saat ini
beberapa ribu orang telah terkonsentrasi. Sebagian yang telah tiba ini adalah
orang-orang yang telah berpartisipai dalam perang di Soerabaja, Semarang dan
Bandoeng.
Ekses dalam pembakaran rumah-rumah di Bekasi,
terdapat sebanyak 60 buah rumah orang Tionghoa yang terbakar. Pasukan
Sekutu/Inggris ketika dikonfirmasi seorang jurnalis Tionghoa hanya menyatakan
tidak sengaja (Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te
Batavia, 18-12-1945). Kemenangan Sekutu/Inggris menjadi hambar, karena jurnalis
tersebut menyebutkan bahwa orang-orang Tionghoa sudah cukup menderita selama
pendudukan (militer) Jepang. Mereka berhak atas tempatnya dan tugasnya di
negara ini dan jangan sampai mereka dilewatkan.
Warga
Tionghoa di Bekasi tetap tinggal. Mereka jelas tidak perlu takut dengan pasukan
Inggris. Atas nama Inggris, mereka bahkan berpartisipasi dalam pekerjaan pembersihan
kota.. Ekses dari pembakaran 600 rumah yang menyebabkan terbakarnya 60 buah
rumah Tionghoa telah mengakibatkan sebanyak 300 jiwa kehilangan tempat tinggal.
Namun, tak terduga, setelah kepergian semua pasukan Inggris dari Bekasi,
orang-orang Indonesia kembali dan kemudian melakukan pembalasan terhadap
orang-orang Tionghoa. Lebih dari 20 diantara mereka ditawan, sementara banyak rumah
orang Tionghoa yang selamat dari kebakaran menjadi korban perampasan penduduk ((Het
dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 18-12-1945).
Bekasi selalu dalam dilema, bahkan sejak tempo doeloe pada saat terjadinya
Perang Tamboen 1870.
Tentu saja ada negara lain yang membela Bekasi
dan mencela perbuatan pasukan Sekutu/Inggris. Sejumlah surat kabar di Amerika
Serikat mengecam tindakan pasukan Sekutu/Inggris di Bekasi (lihat Het vrije volk : democratisch-socialistisch
dagblad, 18-12-1945). Disebutkan, sejumlah surat kabar di Amerika Serikat pada
tanggal 15 Desember menyebut Bekasi yang dibom sebagai ‘Lidice Kedua’. Lidice
adalah sebuah desa di Polandia, dihancurkan oleh Jerman sebagai tindakan
balasan. Koresponden New York Times mengirim pesan dari Batavia bahwa RAF
tampaknya telah menimbulkan banyak korban.
Sesungguhnya
dengan peristiwa Bekasi ini, markas Sekutu/Inggris di Batavia tengah berada di persimpangan
jalan (linglung). Tugas yang berat untuk melucuti tentara Jepang dan
membebaskan para interniran Eropa/Belanda dan semakin berat dengan ulah sendiri
yang membakar Bekasi. Kebencian terhadap Inggris akan semakin meningkat. Di
sisi lain, Belanda/NICA tidak sabar dengan tugas-tugas pasukan Sekutu/Inggris,
sebab masih banyak orang Belanda yang belum terbebaskan seperti di Jogja sekitar
2.000 orang dan di Malang sekitar 3.000 orang. Desakan Belanda/NICA terhadap
Sekutu/Inggris dapat dipahami karena Belanda/NICA ingin segera berkuasa
kembali. Keinginan ini sangat kuat di Belanda, karena secara ekonomi Indonesia
dipandang sebagai sumber kemakmuran Belanda. van Mook mulai diragukan, dianggap
kurang agresif memainkan peran untuk kepentingan Belanda. Sebaliknya, Inggris
yang angkuh tidak ingin disetir oleh siapapun, apalagi oleh Belanda. Inggris
terus melakukan tugasnya seberapa pun kelambatan yang dihadapi. Inggris ke
depan akan dihantui oleh peristiwa yang pernah terjadi di Jogjakarta pada tahun
1812. Pembakaran di Bekasi, bagi orang Jogjakarta menunjukkan kelemahan
Inggris. Kini, pasukan dari Jogjakarta sudah ada yang berada di Tjikampek. Pembakaran
di Bekasi juga dikecam seorang anggota parlemen di Belanda, tentu saja tidak
untuk maksud prihatin, tetapi karena peristiwa di Bekasi telah memperlambat
sampai ke tujuan.
Dalam perkembangannya, perhatian Sekutu/Inggris
segera bergeser dari Bekasi ke Bandoeng, demikian juga fokus Kolonel Abdul
Haris Nasution terkonsentrasi di Priangan. Ini sehubungan dengan semakin
memuncaknya perseteruan TKR/TRI plus pejuang rakyat (laskar) menghadapi Inggris
di Bandoeng. Ini juga terkait dengan rencana pemerintah memindahkan ibukota
dari Djakarta ke Jogjakarta. Komandan Sekutu/Inggris di Bandoeng saat ini adalah
Brigadir Jenderal MacDonald.
Ibukota
RI akhirnya dipindahkan dari Djakarta ke Djogjakarta tanggal 4 Januari 1946.
Lalu di Jogjakarta TKR diubah menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia) pada
tanggal 25 Januari 1946. Penyesuaian ini dimaksudkan untuk menjadikan TRI
sebagai satu-satunya organisasi militer yang mempunyai tugas khusus dalam
bidang pertahanan darat, laut, dan udara. TRI ini kemudian dibiayai oleh negara
atas pertimbangan banyaknya perkumpulan atau organisasi laskar pada masa itu
yang mengakibatkan perlawanan tidak dapat dilakukan dengan efektif dan efisien.
Di Bandoeng, Sekutu/Inggris sudah nekad. Komandan
Sekutu/Inggris di Bandoeng telah memberi ultimatum agar TRI (Tentara Rakyat
Indonesia) mengosongkan kota sejauh 11 Km dari pusat kota paling lambat pukul
24.00 tanggal 24 Maret 1946. Maklumat ini diumumkan sehari sebelumnya. Menteri
Pertahanan Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap lantas bergegas dari Jogjakarta dengan
menggunakan kereta api ke Bandung dan mendiskusikannya dengan Panglima Divisi
III/Siliwangi, Kolonel Abdul Haris Nasution.
Kolonel Abdul Haris Nasution, Panglima Divisi III
Siliwangi, untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, lantas menyampaikan
pengumuman agar TRI dan penduduk untuk meninggalkan kota. Ultimatim tanggal 24
Maret 1946 merupakan rangkaian ultimatum pertama tentara sekutu pada tanggal 21
November 1945 yang mana tentara Sekutu/Inggris meminta Bandung Utara
dikosongkan selambat-lambatnya tanggal 29 November 1945. Tentu saja ultimatum
ini tidak diindahkan oleh para pejuang yang menyebabkan terjadinya sejumlah
insiden. Pasukan Sekutu/Inggris sendiri mendarat di Bandoeng sejak 17 Oktober
1945.
Pada tanggal 12 Maret 1946 Menteri Pertahanan Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap bersama Kolonel Zulkifli Lubis membentuk Departemen Pertahanan RI di Djogja (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 20-07-1948). Disebutkan satu cabang utama Departemen Pertahanan ini berada di Poerwakarta-Tjikampek. Salah satu divisi (divisi ke-5) Departemen Pertahanan ini adalah agitasi dan propaganda (Agitprop). Beberapa bulan kemudian Menteri Pertahanan Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap, Komandan Intelijen RI Kolonel Zulkifli Lubis dan Soeltan Djogja mendesain organisasi pertahanan. Mereka bertiga inilah founder father Kementerian Pertahanan RI (dihilangkan atau hilang dari sejarah Kementerian Pertahanan). Menteri Pertahanan Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap menyediakan secara khusus dokter pribadi, seorang dokter muda berbakat (Dr. Willer Hoetagaloeng) dan sebagai ajudan pribadi Soeltan Djogja ditunjuk M Karim Loebis (yang menguasai bahasa Belanda dan Inggris).
Saat pejuang dan penduduk Kota Bandung mengungsi
disana sini terjadi pembakaran. Terjadinya kobaran api yang besar ini yang
kelak dikenal sebagai ‘Bandung Lautan Api’. Politik bumi hangus di Bandung
terjadi di Bandung Selatan. Tindakan bumi hangus ini bersamaan dengan serangkan
mortir yang dilancarkan oleh republic ke Bandung Utara tempat dimana pasukan Sekutu/Inggris
berada. Tindakan ini telah memicu kemarahan Sekutu/ Inggris. Ini bukan
provokasi tetapi tindakan patriot antara TRI dan penduduk di Bandung.
Limburgsch
dagblad, 26-03-1946: ‘Dilaporkan dari Bandung, Minggu malam di Bandung Selatan
telah terjadi kebakaran hebat berdasarkan pemantaun yang dilakukan patroli
pesawat. Ini mengingatkan tempat kejadian menunjukkan banyak kesamaan dengan
kebakaran pertama yang disebabkan oleh serangan udara di London pada tahun
1940. Beberapa menit sebelum tengah malam terjadi kebakaran di Onion saat yang
bersamaan saat dilakukan tembakan mortir yang ditujukan ke Bandung Utara dalam
melawan posisi Inggris. Meskipun tidak mungkin untuk melakukan estimasi
kerusakan di malam hari, adalah, tanpa diragukan lagi, lebih dari sepertiga
dari Zuid Bandung dibakar. Ini adalah politik bumi hangus yang digunakan oleh
pejuang dengan maksud untuk menunda ultimatum Inggris. Kebakaran Minggu itu
yang disebabkan sebagian besar oleh lingkaran Republik berakibat permohonan TRI
penundaan operasi Inggris ditolak’
Aksi bumi hangus yang dilakukan oleh republik
karena sebelumnya Inggris menolak penundaan ultimatum. TRI coba memuinta
ultimatum ditunda tetapi atas penolakan itu penduduk gerah dan melakukan
tindakan bumi hangus. TRI tidak bisa menenangkan penduduk. Terjadilah
pembakaran dimana-mana. Republik dituduh dibantu tentara Jepang sehingga cukup
tersedia bahan bakar yang menjadi api mudah berkobar.
Politik
bumi hangus di Bandung telah menyebabkan lautan api. Area yang kebakaran
meliputi sepertiga dari Bandung Selatan. Jumlah bangunan yang terbakar ditaksir
sebanyak 150 bangunan (Algemeen Handelsblad, 30-03-1946).
Sehubungan dengan semakin menguatnya Belanda/NICA
yang telah menggantikan Sekutu/Inggris, wilayah pertahanan Indonesia kembali dibagi
ke dalam beberapa Divisi dengan mengangkat panglimanya. Pemerintah RI membentuk
panita organisasi tentara yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo.
Hasil kerja panitia diumumkan pada tanggal 17 Mei 1946 yang terdiri dari
struktur pertahanan (yang dipimpin oleh Menteri Pertahanan Mr. Amir
Sjarifoeddin Harahap) dan struktur kemiliteran. Dalam pengumuman ini juga
Soedirman dipromosikan menjadi panglima tertinggi dengan pangkat Jenderal,
sementara personil militer disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi
(lihat Nieuwe courant, 29-05-1946). Nama-nama para pimpinan TRI ditetapkan
untuk mengisi jabatan-jabatan strategis.
Nieuwe
courant, 29-05-1946: ‘Perubahan dan penunjukan pada posisi baru TRI telah
diterbitkan. Dalam penunjukkan ini terlihat keterlibatan orang-orang muda dan
perwakilan dari tentara rakyat di Jawa. Soedirman dipromosikan menjadi panglima
tertinggi dengan pangkat Jenderal. Ketua Pengadilan Tinggi Militer ditunjuk Mr.
Kasman Singodimedjo. Kepala staf diangkat Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo.
Kolonel Soetjipto diangkat menjadi Kepala Dinas Rahasia; Kolonel TB
Simatoepang sebagai Kepala Organisasi; Kolonel Hadji Iskandar sebagai
Kepala Departemen Politik; Kolonel Soetirto sebagai Kepala Urusan Sipil;
Kolonel Soemardjono sebagai Kepala Hubungan dan Kolonel Soeyo sebagai Kepala
Sekretariat. Sudibyo diangkat menjadi Direktur Jenderal Departemen Perang yang
mana Didi Kartasasmita adalah Kepala Infantri. Di dalam Departemen Perang juga
diangkat: Kepala Departemen Artileri Letnan Kolonel Soerjo Soermano; Kepala
Departemen Topografi Soetomo (bukan penyiar radio); Kepala Geni Kolonel
Soedirio; Kepala Persenjataan Mayor Jenderal Soetomo (juga bukan penyiar radio)
dan Kepala Polisi Militer Mayor Jenderal Santoso (bukan penasihat Dr. Van
Mook). Mayor Jenderal Abdoel Haris Nasution ditunjuk sebagai Panglima
Divisi-1 dengan Letnan Kolonel Sakari sebagai Kepala Staf. Panglima Divisi-2
Mayor Jenderal Abdulkadir (bukan penasihat Dr. Van Mook) dengan Letnan Kolonel
Bamboengkoedo sebagai Kepala Staf; Panglima Divisi-3 Mayor Jenderal Soedarsono
(bukan menteri) dan Letnan Kolonel Pari sebagai Kepala Staf; Panglima Divisi-4
Mayor Jenderal Sudiro dengan Letnan Kolonel Fadjar sebagai Kepala Staf;
Panglima Divisi-5 Mayor Jenderal Koesoemo dengan Letnan Kolonel Bagiono sebagai
Kepala Staf; Panglima Divisi-6 Mayor Jenderal Songkono dengan Letnan Kolonel
Marhadi sebagai Kepala Staf, dan Panglima Divisi-7 Mayor Jenderal Ramansoedjadi
dengan Letnan Kolonel Iskandar Soeleiman sebagai Kepala Staf.
Dalam struktur organisasi tentara yang baru ini
kali pertama diperkenalkan pangkat tertinggi yang disebut Jenderal (Soedirman,
sebagai Panglima). Pangkat dibawahnya Letnan Jenderal (Oerip Soemohardjo,
sebagai Kepala Staf). Lalu kemudian pangkat Mayor Jenderal disematkan kepada
tujuh Panglima Divisi plus Kepala Persenjataan dan Kepala PM. Pangkat di
bawahnya sejumlah Kolonel dan sejumlah Letnan Kolonel (belum digunakan pangkat
Brigadir Jenderal).
Lautan
api tidak hanya di Bekasi dan Bandung, juga di kota-kota lain di Indonesia. Politik
bumi hangus (verschroeide aarde) terjadi dua cara: Pertama, pihak yang
menyerang melakukan pembakaran baik akibat granat, bom darat atau udara.
Pasukan Sekutu dan pasukan Jepang banyak melakukan tindakan ini seperti di
Birma, Singapora, Australia, Batam dan Soerabaja. Kedua, pihak yang diserang
melakukan pembakaran dengan cara konvensional agar bangunan tidak dapat
digunakan musuh. Tindakan heroik serupa ini hanya ditemukan di dua kota yakni di
Bandoeng dan Padang Sidempoean, Kota Padang Sidempuan di Tapanuli Selatan adalah
kota kampung halaman Panglima Siliwangi Kolonel Abdul Haris Nasution dan Menteri
Pertahanan Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar