*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini
Ini bukan judul puisi Karawang Bekasi oleh Charil Anwar, tetapi sejarah perebutan land Tjikarang dan land Tjibaroesa antara Residentie Krawang dan Residentie Batavia tahun 1810. Perebutan wilayah ini menjadi sebab munculnya pemberontakan orang-orang Cina di Krawang kepada Pemerintah Hindia Belanda tahun 1832. Dalam perang ini juga dilibatkan pasukan Sentot Alibasja di pihak Belanda. Persoalannya tidak hanya sampai disitu.
Ini bukan judul puisi Karawang Bekasi oleh Charil Anwar, tetapi sejarah perebutan land Tjikarang dan land Tjibaroesa antara Residentie Krawang dan Residentie Batavia tahun 1810. Perebutan wilayah ini menjadi sebab munculnya pemberontakan orang-orang Cina di Krawang kepada Pemerintah Hindia Belanda tahun 1832. Dalam perang ini juga dilibatkan pasukan Sentot Alibasja di pihak Belanda. Persoalannya tidak hanya sampai disitu.
Cikarang Cibarusa |
Persoalan berikutnya adalah memasukkan land Tjikarang ke Afdeeling Bekasi
dan land Tjibaroesa ke Afdeeling Buitenzorg. Lantas apa yang terjadi? Terjadi
konektivitas yang kuat diantara orang-orang Tionghoa di sisi timur sungai
Tjitaroem (Tandjoeng Poera) dengan di sisi barat sungai Tjitaroem (Tjikarang). Konektivitas
yang kuat diantara orang-orang Tionghoa juga terjadi yang ada di Afdeeling
Bekasi (Tjikarang) dan yang ada di Afdeeling Buitenzorg (Tjibaroesa). Lalu mengapa
Cibarusa kemudian masuk Bekasi? Itu semua bermula dari masa lampau. Mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Terbentuknya District Tjabangboengin: Tjikarang dan Tjibaroesa
VOC bangkrut, lalu kerajaan Belanda mengambiul alih. Akan tetapi Kerajaan
Belanda juga tengah mengalami krisis karena dianeksasi oleh Prancis. Untuk
mempertahankan wilayah koloni Hindia Belanda, Gubernur Jenderal Daendels tidak
memiliki uang. Lalu untuk memperkuat (pulau) Jawa sebagai sumber pendapatan,
maka untuk membangun kota-kota utama, membentuk militer yang kuat dan membangun
jalan yang terintegrasi, Daendels membuat kebijakan yang tidak lazim (meniru
VOC), yakni menjual lahan-lahan yang potensial untuk mendapatkan uang segar. Sebanyak
enam bidang lahan dijual kepada swasta (lihat Bataviasche koloniale courant, 16-03-1810).
Lahan-lahan yang dijual tersebut termasuk land Tjikarang dan land Tibaroesa.
Bataviasche koloniale courant, 16-03-1810 |
Tindakan Daendels ini sesuai keputusan tanggal 5
Januari 1810, meskipun sewenang-wenang tetapi sebenarnya diminta oleh keadaan.
Karena itulah surat kabar berbahasa Belanda, satu-satunya yang terbit di
Batavia membuat judul Conditien. Kondisi yang dihadapi oleh pemerintahan Daendels
sejak Januari 1910 telah menyebabkan wilayah-wilayah bagian barat Residentie
Krawang berubah status dari hak pemerintah (lebih bebas) menjadi hak swasta
(lebih terikat). Enam lahan yang dipisahkan dari Residentie Krawang kemudian
akan ditambahkan ke Residentie Batavia. Penduduk yang ada di dalam land-land
tersebut akan memiliki tuan baru yakni para landheer dan pemerintah baru (di
Batavia). Yang paling gerah terhadap perubahan status dan kepemilikan ini
adalah orang-orang Tionghoa yang menjadi warga di lahan-lahan tersebut.
Gubernur
Jenderal Daendels tidak hanya menjual lahan di Krawang, tetapi juga membeli
lahan Buitenzorg (Bloeboer) dan pasar serta lahan di Semarang untuk membangun
kota. Total pembelian lahan-lahan dan pasar ini sebesar 400.000 rijksd. Lahan
Bloeboer ini termasuk villa yang kemudian diubah menjadi Istana Gubernur
Jenderal (kini Istana Bogor) dan pasar yang dimaksud adalah pasar Bogor yang
sekarang. Melihat dari selisih penjualan dan pembelian lahan, dalam hal ini
dapat dikatakan penduduk di enam bidang lahan eks Residentie Krawang (yang
kemudian menjadi Residentie Batavia) menanggung beban untuk membangun kota
Buitenzorg (kini pusat kota Bogor).
Sebagai wilayah baru di Residentie Batavia, dari enam
land baru ini pasar terdekat berada di Bekasi (yang telah berdiri sejak 1752).
Keberadaan pasar di Tjabangboengin paling tidak sudah diketahui pada tahun 1823
(lihat Bataviasche courant, 26-04-1823). Adanya pasar, berarti adanya orang
Eropa/Belanda. Sebab pendirian pasar yang dilakukan oleh pemilik land harus
seizin pemerintah. Wilayah Batavia dari batas sungai Tjisadane di barat hingga
batas sungai Tjitaroem di timur sejak era VOC sudah terbagi habis menjadi
tanah-tanah partikelir (land).
Dalam
ketentuan pengaturan pajak pada tahun 1829 tercatat keterangan bahwa pasar
Bekasi buka pada hari zaturdag (lihat Javasche courant, 24-11-1829). Dalam
perkembangannya pasar Tjabangboengin kalah populer jika dibandingkan dengan
pasar-pasar baru seperti pasar Pamanoekan, pasar Soebang dan pasar Tandjoeng Poera
atau pasar Krawang (lihat Almanak 1838).
Pada awal tahun 1850an dibentuk pemerintahan di
wilayah Residentie Batavia. Wilayah Residentie Batavia dibagi ke dalam lima afdeeling:
Stad en Vorstaden Batavia, Meester Cornelis, Tengarang, Buitenzorg dan
Bekassie. Residen berkedudukan di Batavia dan dua Asisten Residen masing-masing
di Meester Cornelis dan Buitenzorg. Untuk Afdeeling Tangerang dan afdeeling
Bekasssie diangkat seorang Schout (setingkat Controleur). Dalam hal ini Asisten
Residen Meester Cornelis juga membawahi Afdeeling/District Bekassie yang
dipimpin oleh seorang Schout. Wilayah Schout Bekassie dalam hal terdiri dari
dua onderdistrict yakni onderdistrict Bekasi (di sungai Bekasi) dan
onderdistrict Tjabangboengin (di sungai Tjitaroem).
Dalam
struktur wilayah administrasi yang bari di wilayah Residentie Batavia ini land
Tjibaroesa dimasukkan ke dalam Afdeeling Buitenzorg. Saat ini salah onderfadeeling
di Afdeeling Buitenzorg adalah onderafdeeling Tjibinong dimana terdapat land
Tjibaroesa.
Sementara itu dalam struktur wilayah yang baru
ini land Tjikarang disatukan ke dalam land Kcdoeng Gedé dan kampong/kota
Tjikarang berada di land Kedoeng Gede (lihat Java-bode : nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 31-12-1853). Meski demikian, Tjikarang
sudah termasuk pusat perdagangan yang penting dan mengeskpor komoditi terutama
beras ke Batavia (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 20-05-1854).
Kota-kota
penting di daerah aliran sungai Tjitaroem adalah Tjabangboengin, Tandjoeng
Poera, Tjicao, Kramat, Tjikarang. Kota-kota ini menjadi pelabuhan sungai yang
menjadi pusat perdagangan wilayah sekitar. Pusat perdagangan yang terpenting di
daerah aliran sungai Bekasi adalah kota Bekasi dan Babelan.
Land Tjikarang lambat laun menjadi berkembang pesat. Penduduk land Tjibaroesa
dalam perdagangan tidak lagi mengandalkan sungai Tjipamingkis dan sungai Tjibeet
yang jauh ke Kedoeng Gede dan Tandjoeng Poera di sungai Tjitaroem, tetapi telah
mengembangkan jalan darat dari Tjibaroesa ke Tjikarang melalui Lemah Abang. Jalur
darat telah memperpendek jalur sungai dari Tjibaroesa ke Tjikarang yang membuat
jarak tempuh lebih singkat paling tridak hingga ke Tjikarang. Sementara itu, jalur
perdagangan dari Tjibaroesa ke Bekasi via Tjilengsi juga dianggap terlalu jauh
sehubungan dengan berkembangnya jalur darat ke Lemah Abang/Tjikarang. Pilihan
perdagangan dari land Tjibaroesa ke land Tjikarang membuat dua land ini dalam
hal perdagangan menjadi terintegrasi.
Kota Tjibaroesa (Peta 1905) |
Posisi land Tjikarang cukup strategis. Ke arah
barat sudah terbentuk jalan darat ke Lemah Abang dan Tamboen, ke arah timur
sudah terhubung dengan jalan darat dan bangunan jembatan di atas sungai Tjibeet
ke Kedoeng Gede. Meningkatnya jalur darat ke selatan ke Tijbaroesa via
Tjibitoeng juga telah membuat Tjikarang menjadi pusat perdagangan yang intens. Atas
dasar ini pemilik land Tjikarang mengajukan pendirian pasar ke pemerintah. Pada
tahun 1855 pemilik land Tjikarang diizinkan pemerintah untuk mendirikan pasar
di Tjikarang (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 19-09-1855).
Kota Tjikarang (Peta 1903) |
Apakah karena putusnya moda transportasi darat
dari land Tjikarang ke land Kedoeng Gede membuat tak berdaya pemilik land tidak
diketahui secara jelas. Sejak adanya jembatan ini arus pedagangan dari land (pasar)
Tjikarang telah dilakukan melalui darat hingga ke Kedoeng Gede untuk
selanjutnya melalui sungai Tjitaroem ke Batavia. Jembatan ini telah mendukung
perkembangan di land Tjikarang. Pada tahun 1861 pemilik 1861 land Tjikrang dan
land Kedoeng Gede menjual kedua lahan tersebut (lihat Bataviaasch handelsblad, 07-09-1861).
Boleh jadi pemilik kedua land menjualnya karena besar kemungkinan penyewa land telah
merugi (dan mungkin bangkrut).
Namun
penjualan land Tjikrang dan land Kedoeng Gede ternyata tidak mudah. Boleh jadi
kareana harganya mahal atau boleh jadi karena sebab tiadanya jembatan lagi yang
menghubungkan land Tjikarang dengan pelabuhan di sungai Tjitaroem. Gauw Itjaij dan
Nio Tek Soei pemilik land Tjikarang dan land Kedoeng Gedeh menjual kembali pada
tahun 1864 melalui iklan di surat kabar (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 20-04-1864).
Tjikarang dan Tjibaroesa: Basis Pertahanan Belanda
Adakah sejarah tentang land kedoeng gedeh yang sekarang masuk wilayah kedungwaringin kab bekasi? karena sy sedang membuat sejarah tentang kedungwaringin, demikian terimakasih.
BalasHapusDi kampung citarik, lemah abang yang dulu masuk Cibarusah pernah ada jawara yang bernama pak macem. Kalo tau mohon teliti Om, banyak tokoh yang hilang di wilayah bekasi, karena di data di sebutkan kadang hanya wilaya Cibarusah saja, lokasi tepatnya jarang di sebutkan.
BalasHapus