*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini
Pertanyaan penting pada masa ini mengapa ada terowongan bawah tanah di dalam Kota Sukabumi. Besar dugaan terowongan itu bukan dibangun di era pendudukan Jepang. Cikal bakal terowongan tersebut diduga dibuat pada era VOC/Belanda. Terowongan tersebut menjadi semacam bunker, tempat persembunyian (escape) jika benteng tidak mampu menahan serangan dari musuh. Keberadaan benteng inilah diduga kemudian muncul nama kampong Benteng.
Pertanyaan penting pada masa ini mengapa ada terowongan bawah tanah di dalam Kota Sukabumi. Besar dugaan terowongan itu bukan dibangun di era pendudukan Jepang. Cikal bakal terowongan tersebut diduga dibuat pada era VOC/Belanda. Terowongan tersebut menjadi semacam bunker, tempat persembunyian (escape) jika benteng tidak mampu menahan serangan dari musuh. Keberadaan benteng inilah diduga kemudian muncul nama kampong Benteng.
Benteng Goenoeng Poejoeh dan Kopeng (Peta 1899) |
Tidak jauh dari kampong Benteng
muncul nama kampong Warudoyong. Suatu perkampungan baru yang terbentuk
kemudian. Nama kampong Warudoyong bukanlah nama asli seperti nama kampong asli Cikole,
Gunung Puyuh, Gunung Parang dan Cimahi. Nama kampong Warudoyong diduga
perkampungan yang terbentuk oleh eks para pasukan pribumi pendukung militer
VOC/Belanda yang tidak kembali ke daerahnya. Meski para pasukan militer
VOC/Belanda ini berasal dari tempat yang berbeda-beda tetapi dalam berbahasa
resmi kedua digunakan bahasa Melayu. Nama kampong Kopeng, kampong Baros dan
bahkan nama kampong Soekaboemi dan kampong Soekaradja diduga kuat juga bukan
nama asli. Kata ‘goenoeng’ padanannya adalah pasir (gunung) dan Pasir Poejoeh
dan Pasir Parang diduga telah bergeser menjadi Goenoeng Poejoeh dan Goenoeng
Parang. Nama Benteng juga diduga bukan asli tetapi terminologi yang dipertukarkan
dengan fort (benteng). Idem dito dengan nama Gudang.
Dimana
posisi GPS benteng VOC/Belanda tersebut tempo doeloe diduga berada di jalan
Sriwijaya yang sekarang. Sementara yang disebut bunker tersebut berada di jalan
Kopeng, terusan jalan Sriwijaya (melalui jalan Bhayangkara). Lantas bagaimana
asal-usul dibangunnya benteng tersebut? Inilah awal pemicu mengapa terbentuk
kota Sukabumi. Untuk memahami itu semua, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini
adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.
Benteng Goenoeng Poejoeh
Nama
kampong Benteng kali pertama diberitakan pada tahun 1863 (lihat Java-bode :
nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 18-11-1863).
Disebutkan ‘pada tanggal pada tanggal 29 Oktober, di tempat dimana pasukan
berada di Karang Tengah, Kabandoengan, Tjibatoe dan Benteng, district Goenoeng Parang,
Afdeeling Soekabumi, Regentschap Tjiandjoer...’, Informasi ini menunjukkan garis
pertahanan militer Belanda dari origin ibu kota Tjiandjoer. Informasi ini juga
menunjukkan adanya (kampong) Benteng.
Benteng-benteng VOC/Belanda di seputar Residentie Batavia |
Kapan
kampong Benteng di district Goenoeng Parang, Afdeeling Soekaboemi terbentuk?
Sudah barang tentu terbentuk setelah adanya benteng. Benteng sendiri diduga
dibangun pada era VOC/Belanda sekitar tahun 1750an. Itu terjadi setelah
serangan dari (kesultanan) Banten pada tahun 1752. Serangan ini juga telah
menghancurkan villa/istana Buitenzorg.
Ketika tanah-tanah partikelir (land) sudah meluas
hingga hulu sungai Tjiliwong, Guburnur Jenderal van Imhoff pada tahun 1745
membangun villa/istana di dekat benteng (fort) Padjadjaran. Posisi benteng ini
tepat berada di titik singgung terdekat antara sungai Tjisadane dan sungai
Tjiliwong. Area villa/benteng ini kemudian disebut Buitenzorg. Posisi GPS villa/benteng
tersebut pada masa kini tepat berada di area Istana Bogor yang sekarang.
Pasca
serangan (kesulatanan) Banten ke wilayah VOC/Belanda pada tahun 1752,
pemerintah VOC/Belanda memperkuat benteng-benteng yang ada seperti benteng
Tangerang, benteng Serpong, benteng Tjiampea (hulu sungai Tjisadane) dan
benteng Padjadjaran (hulu sungai Tjiliwong). Untuk memperkuat benteng-benteng
tersebut dibangun benteng sekunder di Djasinga (di hulu sungai Tjidoerian) dan
di Goenoeng Poejoeh (hulu sungai Tjimandiri). Benteng Panjawoengan (pertemuan sungai
Tjikaniki/sungai Tjianten) dilikuidasi dan digantikan dengan benteng baru di Djasinga.
Benteng Goenoeng Poejoeh dan benteng Djasinga adalah benteng terluar pertahanan
VOC/Belanda.
Setelah adanya benteng Goenoeng Poejoeh,
pemerintah VOC mulai merintis jalan (via Tjisaroea) ke Priangan untuk membuat
kontrak-kontrak untuk penanam kopi dengan para pemimpin-pemimpin lokal seperti bupati
Tjiandjoer dan bupati Bandoeng. Itulah mengapa wilayah Cianjur menjadi wilayah
ekonomi pertama dan wilayah Sukabumi menjadi wilayah pertahanan. Benteng
Goenoeng Poejoeh dan benteng Tandjoeng Poera (Karawang) saling memperkuat untuk
mengamankan kegiatan budidaya kopi di Priangan (dari ancaman Banten dan
Mataram).
Setelah VOC dibubarkan pada tahun 1799, Kerajaan Belanda mengakuisisi dan
membentuk Pemerintah Hindia Belanda. Hanya sejumlah benteng tertentu yang tetap
dipertahankan. Benteng di Sukabumi mulai ditinggalkan. Di seputar Batavia dan
Buitenzorg mulai dibangun garnisun-garnisun militer. Dalam peta yang dibuat
oleh J van der Burgh (1808-1811) benteng/garnisun militer telah dibangun di
Tjiandjoer. Ini sehubungan dengan penetapan dan pembangunan jalur pos
(post-weg) dari Batavia ke Buitenzorg terus ke Tjiandjoer dan Soemedang. Tidak
lama kemudian terhadi pendudukan militer Inggris. Gubernur Jenderal Belanda
Daerndels digantikan oleh Letnan Gubernur Jenderal Inggris Raffles (1811-1816).
Letnan Gubernur Jenderal Raffles menjual sejumlah
lahan kepada swasta dan membentuk tanah-tanah partikelir (land) yang baru.
Land-land baru tersebut diantaranya land yang kemudian dikenal sebagai land
Soekaboemi, land Tjipoetri. Land Bajabang (Radjamandala) dan land
Oedjoengbroeng. Hal inilah yang menyebabkan mengapa benteng Goenoeng Poejoeh di
district Goenoeng Parang tetap dipertahankan.
Pemerintah Hindia Belanda kembali berkuasa pada tahun 1816. Pada awal
penataan pemerintahan Hindia Belanda ini land yang dibentuk Rafless di Residentie
Preanger (nama Priangan sejak era VOC) diakusisi kembali oleh pemerintah. Ketika
pemerintah Hindia Belanda belum selesai menata kembali pemerintahan wilayah
(pasca pendudukan Inggris) di sejumlah wilayah para pemimpin lokal menentang
kehadiran Belanda. Satu yang penting pada fase ini adalah terjadinya Perang
Djawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro (1825-1830). Perang ini sangat
berlarut-larut sehingga terjadi akumulasi militer Belanda. Jumlah militer
Belanda (yang terus didatangkan dari Belanda) lambat laun semakin banyak
(semakin kuat).
Pasca Perang Djawa ini, apakah terkait dengan kekuatan militer Belanda,
Gubernur Jenderal van den Bosch (1830-1833) menerapkan kebijakan baru dari
koffiekultuur menjadi koffiestelsel. Pemerintah Hindia Belanda juga tidak
memfungsikan benteng tetapi lebih memperbanyak garnisun-garnisun militer di
berbagai tempat dimana koffiestelsel diterapkan. Benteng Goenoeng Poejoeh
tamat. Demikian juga benteng Tomo di Karang Sambong tamat. Dalam
perkembangannya jalur militer Buitenzorg-Tjiandjoer via Tjiseroea (Puncak)
digeser ke selatan pada tahun 1850an via Tjitjoeroek dan Soekaboemi. Garnisun-garnisun
dalam perkembangannya semakin dilengkapi dengan menambah berbagai fungsi
seperti penjara dan rumah sakit. Garnisun di Soekaboemi memiliki rumah sakit
(lihat De locomotief : Samarangsch
handels- en advertentie-blad, 13-12-1884). Rumah sakit militer ini dibangun
pada tahun 1882.
Kampong Benteng dan Kampong Waroedojong: Area Pemukiman Pribumi
Kampong
Benteng di masa lampau adalah kampung besar yang awalnya satu dusun berkembang
menjadi beberapa dusun (lembur). Dusun-dusun kampong Benteng ini tersebar di
semua penjuru angin dari situs benteng (fort). Jauh sebelum terbentuk
perkampongan Benteng, nama-nama yang sudah eksis dan terbilang besar, antara
lain: Tjikole, Goenoeng Poejoeh, Waroedojong dan Tjitamiang. Nama-nama kampong
kecil antara lain: Kopeng, Karamat, Kabandoengan, Koeta, Tjipoho, Njomplong,
Nama-nama kampong ini berada di District Goenoneg Parang.
Pada
permulaan pemerintahan tahun 1826 (setelah tahun 1823 land Soekaboemi
diakuisisi pemerintah), Regentschap Tjiandjoer terbagi dua afdeeling, yakni:
Afdeeling Tjiandjoer dan Afdeeling Soekaboemi. Sementara itu Afdeeling
Soekaboemi terdiri dari dua onderafdeeling, yakni: Onderafdeeling Soekaboemi
dan Onderfadeeling Tjitjoeroek. Sebelumnya semua wilayah ini disebut hanya
District Goenoeng Parang. Dalam pembentukan pemerintahan tahun 1826 wilayah
District Goenoeng Parang diadministrasikan dalam satu afdeeling yang disebut
Afdeeling Soekaboemi (mengambil nama land yang sudah ada). Untuk memimpin
Afdeeling baru ini ditempatkan Controelur yang berkedudukan di (kampong)
Tjikole.
Rumah/kantor
Controleur dibangun di sisi utra jalan yang baru dibangun. Jalan baru originnya
di kota Tjiandjoer. Seperti biasanya sebelum Controleur baru datang ke tempat
yang baru para militer (pasukan zeni) sudah mempersiapkan terlebih dahulu
segalanya seperti jalan dan jembatan, perumahan dan sebagainya. Dalam
mempersiapkan area pemerintahan (Controleur) ini sudah dipetimbangkan lanskap
area (semacam planologi awal). Rumah/kontrol ini dibangun tepat di sisi timur
jalan akses menuju tempat tinggal para planter (Selabatoe) di kampong Tjikole. Seperti
biasa pemukiman orang-orang Tionghoa tidak jauh dari rumah para planter
(landheer). Pada tahun 1821 pemukiman orang Tionghoa berada di kampong Tjikole
(lihat Bataviasche courant, 29-12-1821).
Dengan demikian lokasi rumah/kantor Controleur Soekaboemi agak terpisah di
selatan dari pusat Eropa/Belanda dan Tionghoa yang berada di utara. Lalu
kemudian sejak adanya Controleur Soekaboemi jalan rintisan baru dibuka dari Soekaboemi
ke Wijnkoopsbaai tempat dimana sudah ada garnisun militer. Nama pengganti Wijnkoopsbaai
sebagai Palaboehan Ratoe kali pertama ditemukan pada tahun 1837 (lihat Utrechtsche
courant, 25-12-1837). Bersamaan
dengan rintisan jalan ke Wijnkoopsbaai juga dilakukan peningkatan jalan dari
Soekaboemi ke Tjitjoeroek melalui Tjimahi (Karang Tengah) dan Tjiheulang
(Nagrak).
Benteng
di Goenoeng Poejoeh di District Goenoeng Parang dibangun setelah tahun 1750an.
Pada era Pemerintahan Hindia Belana, khususnya pasca pendudukan Inggris
(1811-1816) fungsi benteng ini mulai ditinggalkan sehubungan dengan pembentukan
sejumlah garnisun militer di berbagai tempat yang akan dijadikan pemerintah
sebagai pusat perekonomian dan pusat pemerintahan.
Pada fase inilah diduga kuat muncul nama kampong
Benteng. Munculnya perkampongan di sekitar benteng sehubungan dengan tidak
difungsikannya lagi benteng. Di daerah sekitar benteng inilah terbentuk
perkampungan yang secara keseluruhan tempat-tampat pemukiman (lembur) itu
disebut kampong Benteng. Sebelum terbentuknya kampong Benteng, kampong sudah
ada (agak jauh dari benteng) adalah kampong Goenoeng Poejoeh, kampong Karamat,
kampong Kopeng, kampong Kabandoengan dan Kampong Warodojong. Sejaman dengan
munculnya kampong Benteng adalah munculnya kampong Tjitamiang. Pada fase
berikutnya muncul kampong Tipar, kampong Paboearan, kampong Njomplong dan
kampong Tjipoho.
Seiring
dengan peningkatan status Soekaboemi dari Controleur (semacam Camat) menjadi
Asisten Residen (semacam Bupati) pada tahun 1871, kota Soekaboemi semakin
tumbuh dan berkembang. Tata kota mulai dilakukan, pemisahan dan pengelompokkan
warga kota juga mulai diterapkan (Eropa/Belanda, Tionghoa dan pribumi). Dalam
fase ini proses urbanisasi semakin cepat terjadi (di dalam kota) dan munculnya
kampong-kampong baru di wilayah sekirar.
Nama-nama kampong (lembur) yang baru di sekitar
kota Soekaboemi umumnya mengikuti nama-nama asli atau mengadopsi nama-nama
kampong yang sudah ada di di wilayah Banten dan Priangan seperti penggunaan
kata depan Tji, nama Babakan, Paboearan, Pasir, Bodjong dan sebagainya. Namun
nama-nama kampong yang lama di sekitar benteng kurang dikenal seperti
Waroedojong, Kopeng dan Koeta. Seperti nama kampong Benteng sendiri mengikuti
keberadaan benteng (fort), besar dugaan nama-nama kampong Waroedojong, Kopeng
dan Koeta diduga berasosiasi dengan pasukan pribumi pendukung militer VOC/Pemerintah
Hindia Belanda. Secara praktis, pasukan pribumi ini ditempatkan di wilayah lain
yang jauh dari kampong halamannya, misalnya pasukan Ambon, Sulawesi dan Bali ke
Jawa, pasukan Jawa ke Sumatra dan Kalimantan dan pasukan Melayu ke Jawa.
Seperti di wilayah lainnya, di Batavia muncul nama kampong Bugis, kampong
Tambora, kampong Makassar, kampong Melayu dan kampong Bali, dan di Sumatra
kampong Jawa. Satu hal lagi nama perkampongan yang muncul kemudian di kota
Soekaboemi adalah (kampong) Kaoeman, suatu pemukiman yang diasosiasikan dengan
keberadaan orang-orang Arab.
Pada
tahun 1836 pemerintah pusat mengidentifikasi dan menetapkan jalan menurut
kelas. Ruas jalan antara Buitenzorg hingga ke Tjiandjoer melalui Soekaboemi dan
Tjitjoeroek ditetapkan sebagai jalan kelas tiga. Jalan kelas satu adalah jalan
pos (Groote-postweg) dari Batavia ke Buitenzorg terus ke Tjiandjoer melalui
Tjisaroea terus ke Bandoeng. Jalan kelas dua antara lain ruas jalan dari
Buitenzorg ke Djasinga terus ke Banten. Jalan kelas tiga adalah jalan tahap
rintisan yang akan terus dikembangkan (kereta belum bisa dan baru bisa dilalui
oleh pedati atau kuda).
Rumah/kantor Controleur Soekaboemi berada di jalan pos (kini jalan Ahmad
Yani), tepatnya di hook antara jalan Ahmad Yani dengan jalan Perintis
Kemerdekaan. Di sebelah utara rumah/kantor Controleur adalah garnisun militer
(kota menjadi Polres Kota Sukabumi). Di sebelah barat rumah/kantor Controleur
dijadikan sebagai taman/alun-alun kota. Layout kota ini semasa era Controleur
mirip layout kota Bandoeng. Di seberang taman/alun-alun dibangun kantor/pos dan
pesanggrahan. Di selatan alun-alun berada kantor/rumah kepala district (kelak
menjadi area rumah/kantor Asisten Residen). Dalam era Controleur ini dibangun
pasar (di hook antara jalan pos dengan jalan ke arah pelabuhan). Untuk mengawal
kota, pos militer ditempatkan di sejumlah titik . Pada tahun 1863 pos militer
di district Goenoneg Parang terdapat di Karang Tengah, Kabandoengan, Tjibatoe
dan Benteng (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 18-11-1863).
Dalam fase era baru kota Suoekaboemi ini tidak
hanya merelokasi kantor kepala district (pribumi) juga terjadi relokasi
garnisun militer ke pinggir kota (di sebelah timur pasar di jalan pos ke arah
Tjiandjoer. Relokasi juga dilakukan terhadap kantor pos yang dipindahkan ke
arah pasar.
Sebagaimana
di kota-kota lain, setelah tata kota Sukabumi dilakukan, tampak pemusatan
(area) orang Eropa/Belanda di sekitar alun-alun ke arah lokasi yang lebih
tinggi (Selabatoe). Area orang Tionghoa berada di dekat area orang
Eropa/Belanda ke arah dekat pasar. Sementara area orang pribumi salah satu
titik berada di kampong Waroedojong, tempat dimana kepala district (demang)
berada. Sedangkan pemukiman orang-orang Arab yang mulai berdatangan bermukim di
sekitar masjid (yang kelak disebut Kaoeman).
Mengapa Ada Bunker di Dalam Kota?
Kota Sukabumi pada masa ini terdiri dari tujuh
kecamatan, yakni: Cikole, Gunung Puyuh, Warudoyong dan Citamiang. Tiga kecamatan
yang lain adalah Baros, Cibeureum dan Lebursitu. Pada masa lampau wilayah tujuh
kecamatan ini berada dalam satu distrik yang disebut District Goenoeng Parang. Namun kini, nama Gunung Parang hanya ditabalkan
sebatas nama kelurahan di kecamatan Cikole.
District Goenoeng Parang (Peta 1823-1829) |
District Goenoeng Parang tempo doeloe cukup luas,
selain wilayah tujuh kecamatan yang kini menjadi bagian dari Kota Sukabumi,
juga termasuk kecamatan Sukabumi dan kecamatan Sukaraja (yang menjadi bagian
dari Kabupaten Sukabumi), Sepertin tampak pada Peta 1823-1829, District
Goenoeng Parang mulai dari sungai Tjimandiri di selatan hingga gunung Gede di
sebelah utara.
Kota Bogor (118,5 Km²); Kota Sukabumi (48,42 Km²) |
Pada era VOC/Belanda, District Goenoeng Parang adalah
salah satu district di Regentschap (kabupaten) Tjiandjoer. Bupati (regent)
berada di (kampong/kota) Tjiandjoer. Dalam perkembangannya, pada era Pemerintah
Hindia Belanda (1829), District Goenoeng Parang bersama enam distrik yang
lainnya (Tjimahi, Tjiheulang, Tjitjoeroek, Palaboehan Ratoe, Djampang Koelon
dan Djampang Wetan) disatukan menjadi Onderafdeeling Soekaboemi dimana
Controelur berkedudukan di Soekaboemi (wilayah kampong Tjikole). Onderafdeeling
ini kemudian ditingkatkan menjadi Afdeeling pada tahun 1871 dengan meningkatkan
status Controelur menjadi Asisten Residen plus menempatkan dua Controleur di
Tjitjoeroek (District Tjitjoeroek) dan Njalindoeng (District Djampang Wetan,
kemudian namanya menjadi Djampang Tengah).
Soekaboemi (1899), Sukabumi (NOW) |
Kota Sukabumi terus berkembang. Dalam usianya
yang sudah mulai menua di era milenial yang sekarang, muncul penemuan suatu
terowongan bawah tanah yang diduga semacam bunker pada masa lampau. Bunker ini
ditemukan di kampong Kopeng, kelurahan Karamat, kecamatan Gunung Puyuh. Lantas
bagaimana itu bunker ada? Untuk menjawab ini kita tentu harus kembali ke masa
lampau, bahkan ketika nama Sukabumi belum ada (masih berada di Batavia).
Jalan Kopeng/Jalan Karamat (NOW) |
Anda ingin meneliti mengapa ada bunker di tengah
Kota Sukabumi? Jangan lupa nama-nama kampoeng tempo doeloe: Benteng, Waroedojong,
Goenoeng Poejoeh, Karamat dan Kopeng. Selamat meneliti.
Wah, kalo boleh tau ada peta Sukabumi tempo dulu ga ?
BalasHapusKalo boleh tau, dimana yaa saya bisa lihat peta Sukabumi tempo dulu,soalnyassoalnya penasaran sama tata kota Sukabumi yang dibuat sama Belanda. Terimakasih
BalasHapusCoba dilacak di KITLV
HapusSelamat belajar sejarah
data konkret sebagai pertanyaan bunker Jepang yang selama ini jadi bahan kajian teman-teman di Sukabumi, melalui data ini mulai terbuka tabir misteri tentang terowongan bawah tanah yang bisa dimasuki truk Militer
BalasHapusLanjut terus bang catatan sejarah Sukabumi nya