*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini
Satu ancaman manusia tempo doeloe sudah punah di Soekaboemi yakni macan. Namun masih ada satu hal lagi yang terus mengancam kehidupan di Soekaboemi yang sudah kerap muncul sejak dari doeloe yakni banjir dan gempa. Ancaman banjir boleh jadi sudah dapat ditangani tetapi tidak dengan gempa. Peristiwa gempa kejadiannya adakalanya tidak terduga dan kejadiannya dapat berulang (bahkan hingga ke masa depan).
Satu ancaman manusia tempo doeloe sudah punah di Soekaboemi yakni macan. Namun masih ada satu hal lagi yang terus mengancam kehidupan di Soekaboemi yang sudah kerap muncul sejak dari doeloe yakni banjir dan gempa. Ancaman banjir boleh jadi sudah dapat ditangani tetapi tidak dengan gempa. Peristiwa gempa kejadiannya adakalanya tidak terduga dan kejadiannya dapat berulang (bahkan hingga ke masa depan).
Dampak gempa di Sukabumi (De Volkskrant, 12-02-1975) |
Upaya kita warga Sukabumi untuk merespon gempa adalah dengan cara
mengantisipasinya agar dampak yang ditimbulkan minimal--tidak tidak ada korban
jiwa. Peristiwa gempa sebagai kejadian yang berulang menjadi penting untuk
mencatat kembali kejadian-kejadian yang terjadi di masa lampau. Informasi ini selain
dapat memperkaya data badan/instansi terkait, catatan sejarah ini paling tidak
sebagai pengingat agar kita tetap waspada terhadap ancaman gempa bumi. Untuk
itu mari kita catat kejadian-kejadian gempa yang pernah terjadi di Soekabimi
berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini
adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.
Gempa Vulkanik Gunung
Gede di Soekaboemi
Kejadian
gempa yang terbilang kuat di Soekaboemi baru mulai tercatat pada tahun 1880
(lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 15-04-1880).
Disebutkan pada tanggal 20 Maret yang lalu pada pukul 5 pagi lewat 10 menit
terjadi guncangan horizontal yang cukup parah di ibu kota Sukabumi, yang
berlangsung sekitar 40 detik; Arah gempa itu dari barat ke timur. Kejadian
gempa pada waktu yang sama juga terjadi di ibu kota Tasikmalaja pada tingkat
yang lebih rendah.
Java-bode voor Nederlandsch-Indie, 15-04-1880 |
Kejadian gempa di ibu kota Soekaboemi karena
arahnya dari barat haruslah dilihat bahwa goncangan gempa itu sudah barang
tentu terjadi di Tjibadak dan Palaboehan Ratoe yang boleh jadi kekuatannya
lebih besar dibandingkan di kota Soekaboemi. Seperti disebutkan di dalam berita
itu bahwa gempa yang terjadi cukup parah. Namun tidak dijelaskan seberapa besar
dampaknya apakah ada korban luka atau meninggal atau berapa buah rumah rusak
berat dan rusak ringan.
Sumatra-courant, 04-03-1886 |
Pada tanggal 14 Februari 1886 pada sore hari sekitar pukul dua penduduk
di district Tjitjoeroek dikagetkan oleh adanya goncangan gempa yang cukup keras.
Goncangan ini diduga kuat diakibatkan oleh gemuruh gunung Gede. Goncangan
gunung Gede ini juga dirasakan di kota Soekaboemi (lihat Sumatra-courant :
nieuws- en advertentieblad, 04-03-1886). Pada hari dan jam yang sama juga
diperoleh berita dari Residen Bantam bahwa guncangan vertikal yang cukup parah
dari gempa dirasakan di Goenoeng Kentjana (Afdeeling Lebak) yang berlangsung selama
2 hingga 3 detik (lihat Het nieuws van den dag : kleine courant, 29-03-1886).
Catatan panjang kejadian gempa di Soekaboemi |
Beberapa
bulan kemudian terjadi lagi gempa di wilayah yang saling berdekatan Batavia,
Banten dan Preanger (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 08-07-1886). Menurut laporan lebih lanjut dari Residen Batavia
dan Residen Bantam, gempa bumi yang diamati di tempat-tempat ibukota pada pagi
hari tanggal 29 Juni dan juga terasa di di Buitenzorg dan di Tangerang serta di
Lebak dan di Pandeglang dan Tjaringin. Di Buitenzorg, gempa bumi terdeteksi
pada sore hari tanggal 28 Juni sekitar jam setengah lima pagi. Gempa bumi pada
sore hari tanggal 28 Juni dan pada pagi hari tanggal 29 menurut laporan dari
Residen Preanger juga diamati di Soekaboemi. Goncangannya cukup parah di Soekaboemi.
Algemeen Handelsblad, 11-08-1886 |
Sebulan kemudian juga dirasakan goncangan gempa di Rangkas Bitoeng dan
Tangerang (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 17-07-1886). Disebutkan goncangan gempa ini ringan (tidak
sehebat bulan sebelumnya). Meski demikian, gempa tetaplah gempa, berat atau
ringan tetap menimbulkan trauma di tiga residentie (Banten, Batavia dan
Preanger). Kembali terjadi gempa di Tjitjoeroek pada tanggal 8 bulan September pukul
6 pagi lewat 45 menit terjadi guncangan horizontal dari gempa yang diamati
(lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie,
22-09-1886).
Gempa selalu menjadi perhatian serius bagi pemerintah
terutama di Residentie Batavia dan Residentie Banten serta Residentie Preanger,
sehingga setiap kejadian langsung dikomunikasikan. Memang kejadian gempa kerap
terjadi, tetapi kejadian meletusnya gunung Krakatau masih segar dan belum
terlupakan. Gunung Krakatau meletus tahun 1883 yang menyebabkan tsunami dan
menimbulkan korban jiwa ribuan orang. Tsunami gunung Krakatau tersebut
dirasakan di Batavia. Besarnya dampak letusan gunung Krakatau tidak hanya
menimbulkan tsunami yang menghempaskan kapal di pelabuhan Tandjong Karang ke
daratan juga debu vulkanik dari Krakatau ini bahkan sampai menutupi kota
Batavia sehingga semua warga harus menyalakan lampu. Singkatnya meletusnya
gunung Gede (1834) dan gunung Krakatau (1883) telah membuat pemerintah dan penduduk
menjadi selalu trauma jika ada muncul gempa.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Gempa Besar di Soekaboemi, 1900
Mengawali abad baru, redaksi surat kabar di
Soerabaja menerima telegram pemberitahuan dari Soekaboemi telah terjadi gempa
(lihat Soerabaijasch handelsblad, 11-01-1900). Berita singkat ini hanya
dianggap angin lalu. Tidak ada surat kabar yang memperdalam berita ini. Oleh
karenanya kapan gempa tersebut terjadi di Soekaboemi tidak dikerahui secara
jelas. Lagi pula si pengirim berita tidak menyebut secara rinci gempa di
Soekaboemi tersebut. Berita gempa di Soekaboemi baru dilaporkan oleh surat
kabar yang terbit di Batavia, Bataviaasch nieuwsblad, 15-01-1900. Disebutkan
bahwa kemarin malam (15 Januari 1900) terjadi gempa di Soekaboemi. Berita
singkat Soerabaijasch handelsblad, 11-01-1900 tampaknya menjadi gempa pendahulu
sebelum terjadi gempa besar pada tanggal 14. Bataviaasch nieuwsblad, 15-01-1900
menghimpun telegram yang diterima redaksi.
Bataviaasch
nieuwsblad, 15-01-1900: ‘Gempa bumi. Bandoong 15 Januari. Kemarin malam pukul 11
ada gempa. Telegram-1. Di Tjiandjoer, gempa bumi diamati dari pukul 11 hingga pukul
4. Jalur rel antara Karangtungga dan Chibeber rusak; rel ditekuk dan bangunan halte.stasion
runtuh. Lalu lintas mungkin akan diblokir lagi untuk waktu yang lama. Telegram-2.
Bagian/ruas Tjibadak dan Karantengah juga tidak dapat digunakan. Kereta ekspres
tidak dapat melanjutkan dan akan berangkat dari Tjandjoer sebagai terminal.
Terowongan Lampegan terbelah. Guncangan masih berlanjut di Soekaboemi. Beberapa
rumah dan rumah pribadi retak dan tidak dapat digunakan. Telegram ke-3.
Guncangan terasa di Sukabum, gempa begitu kejam sehingga semua penduduk telah
meninggalkan rumah. Sejauh ini tidak ada korban luka maupun korban jiwa.
Menurut sebuah laporan, Hotel Victoria dan Sela Batu telah hancurkan sebagian. Telegram
lainnya hanya berbicara tentang kerusakan yang signifikan. Semua hotel dan
rumah telah ditinggalkan; orang-orang menggunakan pondokan bambu. Pemulihan
mengenai kerusakan sampai saat ini hanya di West Preanger. Surat yang dikirim dari
Weltevreden mengatakan bahwa komunikasi antara Soekaboemi dan Tjiandjoer rusak,
stasion telegrafik Sukaboemi rusak parah, stasiun Tjibeber runtuh. Penumpang
dari sini ke arah Batavia, dari Lampegan mereka harus mencoba untuk melakukan sendiri.
Dari Buitenzorg memberitahukan akibat gempa bumi ini telah terjadi kerusakan di
enam tempat, diantaranya ada yang panjang hingga 200 meter. Ada hambatan dalam
transportasi kereta antara tempat-tempat tersebut.
Gempa Soekaboemi (dan Tjiandjoer) ini sangatlah
besar. Tidak ada berita-berita pada tahun-tahun sebelumnya yang memiliki dampak
seperti yang sekarang. Banyak rumah penduduk hancur dan juga rumah-rumah batu
yang dimiliki oleh orang Eropa/Belanda. Gedung-gedung umum seperti
stasion/halte rubuh dan hotel-hotel retak. Satu hal lagi adalah teroeongan
Lampengan terbelah. Gambaran ini mengindikasikan kekuatan gempa tersebut sangat
besar.
Pada
kolom lain Bataviaasch nieuwsblad, 15-01-1900 menyebutkan bahwa menurut sebuah
pernyataan dari observatorium meteorologi, guncangan ini terdeteksi oleh semua tempat
observasi meteorologi. Sebagian besar instrumen di tempat-tempat tersebut menunjukkan
arah gempa dari timur ke barat dan satu menunjukkan arah dari utara ke selatan.
Bataviaasch nieuwsblad, 15-01-1900 tidak bisa menyiarkan semua telegram yang
masuk karena jumlahnya ratusan. Namun ada satu surat telegram yang masuk pada
hari kemarin (sebelum kejadin gempa tengah malam). Telegram tersebut berasal
dari Soekaboemi. Isinya adalah sebagai berikut: ‘Tuan Editor yang Terhormat!
Terlihat bahwa hingga saat ini belum ada surat kabar harian yang melaporkan
bahwa telah terjadi ketegangan selama lebih dari sepuluh hari di Soekabumi
dengan guncangan yang terputus-putus, gempa bumi yang parah, kadang-kadang
hingga 10 kali lipat dan suatu hari suara-suara berderik dan berderak diamati khawatir
penghuni rumah batu lalu meninggalkan rumah untuk sementara waktu atau telah
mengambil tindakan pencegahan sementara gempa itu sendiri belum dijelaskan. Apa
yang lebih mencolok adalah bahwa tidak ada surat kabar harian yang coba mencari
tahun tentang apa yang dialami oleh penduduk Soekaboemi. Surat ini seakan
menjelaskan sendiri mengapa berita singkat yang ditemukan pada Soerabaijasch
handelsblad, 11-01-1900 tidak ada respon dari berbagai pihak termasuk media
surat kabar.
Dari informasi ini dapat disimpulkan bahwa pusat
gempa diduga kuat berada di sekitar gunung Gede (gempa vulkanik). Oleh karena
arahnya dari timur ke barat dan dari utara ke selatan, goncangan ini hanya
dirasakan di Soekaboemi dan Tjiandjoer. Boleh jadi orang berada di Buitenzorg
dan Batavia tidak merasakannya.
Untuk
sekadar catatan, pada masa ini di berbagai tulisan disebutkan bahwa telah
terjadi gempa di Sukabumi pada tahun 1903. Gempa Sukabumi tersebut disebut bermagnitudo
8.1 SR. Disebutkan penyebabnya karena megathrust segmen Pelabuhan Ratu pecah.
Juga disebutkan bahwa gempa 1903 adalah gempa terakhir yang tercatat di BMKG.
Lantas mengapa kejadian gempa di Soekaboemi tahun 1900 tidak diinformasikan.
Sebaliknya di dalam semua surat kabar sejaman tidak ditemukan berita gempat
bumi yang hebat di Soekabioemi yang terjadi tahun 1903. Sejauh ini gempa bumi
yang besar yang tercatat pada era kolonial Belanda adalah gempa bumi yang
terjadi tahun 1900.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar