*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini
Presiden Soekarno berkunjung ke Lombok. Pada tanggal tanggal 5 sore Presiden Soerkarno dengan pesawat Catalina berangkat dari Bima ke Lombok. Lalu Presiden Soekarno berangkat ke Denpasar pada tanggal 8 November pagi. Presiden Soekarno menginap tiga malam di Lombok. Kunjungan Presiden Sioekarno ke Lombok adalah bagian dari kunjungan kenegaraan ke tempat-tempat tertentu di Kepulauan Soenda Ketjil,
Presiden Soekarno berkunjung ke Lombok. Pada tanggal tanggal 5 sore Presiden Soerkarno dengan pesawat Catalina berangkat dari Bima ke Lombok. Lalu Presiden Soekarno berangkat ke Denpasar pada tanggal 8 November pagi. Presiden Soekarno menginap tiga malam di Lombok. Kunjungan Presiden Sioekarno ke Lombok adalah bagian dari kunjungan kenegaraan ke tempat-tempat tertentu di Kepulauan Soenda Ketjil,
Pada
tanggal 17 Agustus 1950 dalam pidato kenegaraan menyampaikan Republik Indonesia
Serikat (RIS) dibubarkan dan kembali menjadi (Negara Kesatuan) Republik
Indonesia (NKRI). Pada tanggal 18 Agustus NKRI diproklamasikan. RIS sendiri
adalah gabungan dari Republik Indonesia (RI) dan negara-negara federal.
Republik Indonesia terdiri dari beberapa daerah seperti Jogjakarta dan
Tapanoeli. Sedangkan negara-negara federal antara lain Sumatra Timur, Djawa
Timur dan Indonesia Timur. Negara (federal) Indonesia Timur terdiri dari
Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Kepulauan Soenda Ketjil (Irian Barat masih
dikuasai Belanda). Kepulauan Soenda Ketjil meliputi Bali, Lombok, Sumbawa,
Flores, Timor (minus Portugis) dan pulau-pulau yang lebih kecil lainnya. Ibu
kota Negara Indonesia Timur di Makassar.
Sebagia bagian dari kunjungan kenegaraan Presiden
Soekarno ke Kepulauan Soenda Ketjil, bagaimana kisah perjalanan Presiden
Soekarno ke pulau Lombok? Yang jelas Negara RIS
baru dibubarkan dan kembali ke negara kesatuan (NKRI) sementara Irian Barat
masih ‘disandera’ Belanda berdasarkan hasil Konferensi Medja Boendar (KMB) di
Den Haag (Belanda). Dalam hubungan dua hal inilah Presiden Soekarno berkunjung
ke Sumbawa, Flores, Timor, Lombok dan Bali. Untuk menambah pengetahuan kunjungan
Presiden Soekarno ke Lombok dan meningkatkan wawasan sejarah nasional
Indonesia, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Republik Indonesia dan Lombok di Indonesia Timur
Baru seumur jagung Indonesia merdeka (Proklamasi
Indonesia 17 Agustus 1945), Belanda dengan nama NICA kembali ke Indonesia (atas
bantuan Sekutu-Inggris). Awalnya menguasai Djakarta dan secara bertahap
mencapai seluruh Indonesia. Pulau Lombok ditempati Belanda-NICA sejak tanggal
27 Maret 1946.
Ibu
kota Republik Indonesia di Djakarta harus menyingkir ke Djokjakarta. Para
pemimpin Republik Indonesia secara bertahap dipindahkan dari Djakarta ke
Djogjakarta. Proses perpindahan tidak sekaligus, tetapi secara bertahap. Yang
pertama pindah adalah urusan pertahanan dan keamanan yang dipimpin oleh Mr.
Amir Sjarifoeddin Harahap. Tahap kedua pada awal Januari 1946 menyusul
rombongan yang dipimpin Soekarno dan Mohamad Hatta. Demikian seterusnya secara
bergelombang sesuai urutan kepentingannya, Rombongan terakhir Pemerintah
Republik Indonesia yang hijrah dari Djakarta ke Djokjakarta terjadi pada
tanggal 16 Oktober 1946. Rombongan ini dipimpin oleh Letkol Mr. Arifin Harahap.
Rombongan terakhir ini berangkat dari Stasion Manggarai menuju Djokja yang
dikawal oleh polisi Belanda (lihat Nieuwe courant, 17-10-1946).
Pembagian
wilayah Republik Indonesia sudah ditetapkan tidak lama setelah Proklaasi
Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Wilayah Republik Indonesia dibagi ke
dalam beberapa provinsi, antara lain Provinsi Sumatra ibu kota di Medan
(Gubernur T Hasan); Sulawesi di Makassar (Ratoelangi); Maluku di Ambon
(Latoeharhary) dan Kepulauan Soenda Ketjil di Denpasar (I Ketut Pudja). Para
Gubernur inilah yang kemudian mengkonsolidasikan pembentukan cabangan
pemerintahan Republik Indonesia di masaing-masing provinsi. Namun prosesnya
belum sepenuhnya selesai, Belanda (NICA) sudah menempati posisi di belakang
Sekutu-Inggris yang sedang melakukan tugas pembebasan interniran Eropa-Belanda serta
pelucutan senjata dan evakuasi militer Jepang. NICA (Nederlandsch Indiƫ Civiele
Administratie) yang dipimpin oleh HJ van Mook beribukota di Djakarta-Batavia
kemudian membentuk cabang pemerintahan (CCO=Amacab) di sejumlah tempat di
Indonesia.
Sementara ibu kota Republik Indonesia sudah
berada di Djokjakarta dan masih banyak pejabat pejabat pemerintah Republik
Indonesia di Djakarta, Belanda-NICA mulai membentuk cabang pemerintahannya di
Lombok dimana dibentuk CO-Amacab di Mataram yang membawahi seluruh pulau
Lombok. CO-Amacab (Commanding Officer-Allied Military Authority Civil Affairs
Branch) berada di bawah CCO Amacab di Soerabaja. CO-Amacab semacam setingkat
residen dan CCO Amacab setingkat gubernur pada era Pemerintah Hindia Belanda.
Het
dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia,15-04-1946: ‘Bali
en Lombok. Afdeeling Bali en Lombok secara administrasi saat ini sedemikian
rupa sehingga Bali berada di bawah CO Amacab di Singaradja dan Lombok dibawah
CO Amacab di Mataram, yang keduanya secara administratif berada di bawah CCO
Amacab di Soerabaja’.
,
Dalam perkembangannya Pemerintahan NICA mulai
mengkonsolidasikan pembentukan suatu federasi di wilayah Kalimantan, Sulawesi,
Maluku dan Kepulauan Soenda Ketjil sebagai Indonesia Timur (De Groote Oost).
Lalu diinisiasi suatu konferensi yang akan diadakan di Malino (Sulawesi
Selatan) pada bulan Juli 1946. Perwakilan NICA yang dalam hal ini Directeur van
Bmnenlandsch Bestuur, Dr. W. Hoven mengunjungi beberapa wilayah termasuk Bali
dan Lombok dalam rangka persiapan.
Het
dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 14-06-1946: ‘Konferensi
Malino Bali dan Lombok, kegiatan pra-diskusi. Penjabat direktur Bmnenlandsch
Bestuur (BB), Dr. W. Hoven melakukan kunjungan singkat beberapa hari ke Bali
dan Lombok minggu lalu. Tujuan kunjungan ini adalah untuk melakukan diskusi
awal dengan perwakilan dari berbagai kelompok penduduk dalam persiapan untuk
konferensi besar yang dalam beberapa minggu ke depan mungkin akan diadakan di
Malino. Dalam sesi pleno perwakilan penduduk Bali, Paroeman Agoeng, Denpasar,
penjabat direktur BB telah menjelaskan bagaimana semua, dengan pengecualian
Sumatera yang menjadi tersendiri, tetapi termasuk Banka dan Biliton akan segera
dapat mengirim perwakilan mereka sendiri ke Malino untuk berdiskusi disana
dengan pemerintah (NICA) dan untuk menyampaikan keinginan dan gagasan
orang-orang dari berbagai bidang mereka mengenai hubungan politik di masa depan.
Pembicaraan Malino akan menjadi fase persiapan untuk konferensi besar yang akan
datang. Sebuah diskusi yang sifatnya sama seperti di Bali dilakukan di Mataram.
Direktur BB menghadiri pertemuan sebagian besar pegawai pemerintah Indonesia dan
yang lainnya, yang masing-masing mewakili arus kehidupan sosial dan politik
yang berbeda. Selain itu, diskusi terpisah yang terperinci diadakan di Bali dan
Lombok dengan berbagai administrator yakni bupati dan camat, dengan cendekiawan
Indonesia dan perwakilan Indonesia lainnya. Dua perwakilan Bali akan hadir di
Malino yang dipilih oleh Paroeman Agoeng. Wakil Lombok pada pembicaraan yang
akan datang akan diikuti oleh dua perwakilan, yang akan dipilih pada Kongres Lombok
yang akan datang dimana sekitar 400 orang akan berpartisipasi dan akan diadakan
sekitar tanggal 20 Juni.
Dalam persiapan konferensi Malino, proses
penentuan wakil dari Lombok sudah selesai. Penentuan wakil dilakukan
berdasarkan kongres yang diadakan di Lombok pada tanggal 18 dan 19 Juni (lihat Het
dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 04-07-1946).
Disebutkan pada pada tanggal 18 dan 19 Juni suatu kongres yang terdiri dari 500
perwakilan dari semua kelompok penduduk di Lombok diselenggarakan oleh Binnenlandsch
Bestuur di Ampenan telah dibentuk komite penasehat yang terdiri dari 38 anggota
ditambah satu ketua. Komite penasehat tersebut terdiri dari: Sasaks 28 orang; Bali
(3); Cina (2); Arab dan India Inggris (1); Jawa dan Madura (1); Menado (1); Bugis
(1); Mandar (1). Komite ini memiliki dua perwakilan untuk konferensi di Malino
(Sasaks) dan memberi mereka mandat terbatas bahwa Lombok akan menjadi anggota
federasi persemakmuran (negara bagian dalam federasi). Kedua orang yang
mewakili tersebut adalah Laloe Mahnep dan Laloe Serinata.
Dalam
berita ini juga disebutkan perwakilan dari Bali untuk konferensi Malino.
Disebutkan pada tanggal 24 Juni, Paroeman Agoeng (pertemuan para pemimpin dan
perwakilan penduduk totalnya sekitar 40 orang) bertemu di Den Pasar. Pada
pertemuan itu, keputusan yang dibuat sebagai berikut: (1) akan ikut membentuk federasi
persemakmuran; (2) Delegasi yang sebelumnya
terpilih untuk Malino diberi mandat kosong mengenai hubungan Bali dengan
pulau-pulau lain.
Konferensi Malino yang diadakan pada tanggal 15
Juli-25 Juli 1946 di Malino dipimpin oleh Gubernur Jenderal HJ van Mook.
Konferensi dihadiri oleh 39 orang dari 15 daerah dari Kalimantan dan Indonesia
Timur (De Groote Oost). Hasil konferensi antara lain membentuk Algemeene
Regeeringscommissaris di Kalimantan dan Indonesia Timur yang dipimpin oleh Dr.
W. Hoven. Dalam hubungan ini diangkat anggota luar biasa dewan yang terdiri
dari Soekawati (Bali), Nadjamoeddin
(Sulawesi Selatan), Dengah (Minahasa), Tahya (Maluku Selatan), Ibrahim Sedar
(Kalimantan Selatan), Oeray Saleh (Kalimantan Barat) dan Dr. Liem Tjae Le
(Bangka, Belitung, Riau), Sementara prosedur pembentukan negara bagian akan
dibawas dalam konferensi yang akan diadakan di Denpasar, Bali. Sebelum Konferensi Denpasar,
akan diadakan konferensi Pangkal Pinang yang akan diadakan pada tanggal 1-12
Oktober 1946 di Pangkal Pinang, Bangka.
Sementara
mulai terbentuk hubungan yang erat antara Belanda dan perwakilan penduduk di
Kalimantan dan Indonesia Timur (pasca konferensi Malino dan akan dilanjutkan di
Denpasar). Pemerintah Republik Indonesia yang ber ibu kota di Djokdjakarta
terus melakukan konsolidasi ke dalam dengan terhubung dengan para TNI dan
laskar-laskar yang melakukan perlawanan terhadap militer Belanda (KNIL).
Sejumlah pemimpin lokal di berbagai tempat, seperti halnya di Kalimantan dan
Indonesia Timur mulai dirintis ke dalam wujud yang sama baik di Sumatra maupun
Jawa.
Konferensi Denpasar diadakan pada tanggal 7-24
Desember 1946. Namun konferensi ini tidak seperti yang direncanakan. Perwakilan
dari Kalimantan tidak hadir. Konferensi Denpasar menjadi hanya terbatas untuk
wilayah Indonesia Timur. Oleh karena itu jumlah dan komposisi perwakilan Lombok
berubah menjadi terdiri dari lima orang (lihat Nieuwe courant, 03-12-1946).
Disebutkan Dewan Lombok sementara memilih tuan-tuan berikut sebagai perwakilan
Lomlbok pada konferensi di Den Passar: (1) Raden Noena Noeraksa, ketua
Lombokraad dan kepala daerah Lombok; (2) I Goesti Bagoes Oka, sekretaris
departemen; (3) Laloe Mahnep, kepala distrik Sakra; (4) Laloe Serinata, kepala
distrik t/b; (5) Laloe Abdoelrachman, kepala distrik Ampenan Barat. Laloe
Mahnep dan Laloe Serinata sebelumnya mewakili Lombok di konferensi Malino.
Semua adalah orang Sasak kecuali Oka yang merupakan orang Bali. Untuk sebagai
cadangan telah ditetapkan Tutupoly (agen di Mataram) dan Ong Sik Koen (pedagang
di Ampenan). Secara keseluruhan perserta konferensi Denpasar dilaporkan oleh Nieuwe
courant, 10-12-1946:
Delegasi
Konferensi Denpasar dari Indonesia Timur terdiri dari dua kelompok yakni yang
diangkat dan sebagai perwakilan dari masing-masing daerah Zuid Celebes,
Minahasa, Noord Celebes, Midden Celebes, Sangihe en Talaud eilanden, Noord
Molukken, Zuid Molukken, Bali, Lombok, Timor en eilanden, Flores, Soembawa dan
Soemba. Perwakilan dari Lombok lima orang seperti yang disebut sebelumnya.
Jumlah perwakilan sebanyak 55 orang sementara yang diangkat sebanyak 15 orang.
Mereka yang diangkat terdiri dari berbagai golongan termasuk orang Belanda.
Dalam daftar yang diangkat ini tidak ada yang berasal dari Lombok. Peserta
konferensi juga menyertakan sekretaris dari masing-masing wilayah. Sekretaris
dari wilayah Lombok adalah Hetingga, Asp. Controleur West Lombok. Nama-nama
cadangan juga disebutkan.
Tunggu deskripsi lengkapnya
RI, RI(S) dan (NK)RI: Presiden Soekarno ke Lombok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar