Minggu, 05 Juli 2020

Sejarah Lombok (29): Presiden Soekarno ke Lombok, 1950; Republik Indonesia Serikat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Presiden Soekarno berkunjung ke Lombok. Pada tanggal tanggal 5 sore Presiden Soerkarno dengan pesawat Catalina berangkat dari Bima ke Lombok. Lalu Presiden Soekarno berangkat ke Denpasar pada tanggal 8 November pagi. Presiden Soekarno menginap tiga malam di Lombok. Kunjungan Presiden Sioekarno ke Lombok adalah bagian dari kunjungan kenegaraan ke tempat-tempat tertentu di Kepulauan Soenda Ketjil,

Pada tanggal 17 Agustus 1950 dalam pidato kenegaraan menyampaikan Republik Indonesia Serikat (RIS) dibubarkan dan kembali menjadi (Negara Kesatuan) Republik Indonesia (NKRI). Pada tanggal 18 Agustus NKRI diproklamasikan. RIS sendiri adalah gabungan dari Republik Indonesia (RI) dan negara-negara federal. Republik Indonesia terdiri dari beberapa daerah seperti Jogjakarta dan Tapanoeli. Sedangkan negara-negara federal antara lain Sumatra Timur, Djawa Timur dan Indonesia Timur. Negara (federal) Indonesia Timur terdiri dari Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Kepulauan Soenda Ketjil (Irian Barat masih dikuasai Belanda). Kepulauan Soenda Ketjil meliputi Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Timor (minus Portugis) dan pulau-pulau yang lebih kecil lainnya. Ibu kota Negara Indonesia Timur di Makassar.

Sebagia bagian dari kunjungan kenegaraan Presiden Soekarno ke Kepulauan Soenda Ketjil, bagaimana kisah perjalanan Presiden Soekarno ke pulau Lombok? Yang jelas Negara RIS baru dibubarkan dan kembali ke negara kesatuan (NKRI) sementara Irian Barat masih ‘disandera’ Belanda berdasarkan hasil Konferensi Medja Boendar (KMB) di Den Haag (Belanda). Dalam hubungan dua hal inilah Presiden Soekarno berkunjung ke Sumbawa, Flores, Timor, Lombok dan Bali. Untuk menambah pengetahuan kunjungan Presiden Soekarno ke Lombok dan meningkatkan wawasan sejarah nasional Indonesia, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Republik Indonesia dan Lombok di Indonesia Timur

Baru seumur jagung Indonesia merdeka (Proklamasi Indonesia 17 Agustus 1945), Belanda dengan nama NICA kembali ke Indonesia (atas bantuan Sekutu-Inggris). Awalnya menguasai Djakarta dan secara bertahap mencapai seluruh Indonesia. Pulau Lombok ditempati Belanda-NICA sejak tanggal 27 Maret 1946.

Ibu kota Republik Indonesia di Djakarta harus menyingkir ke Djokjakarta. Para pemimpin Republik Indonesia secara bertahap dipindahkan dari Djakarta ke Djogjakarta. Proses perpindahan tidak sekaligus, tetapi secara bertahap. Yang pertama pindah adalah urusan pertahanan dan keamanan yang dipimpin oleh Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap. Tahap kedua pada awal Januari 1946 menyusul rombongan yang dipimpin Soekarno dan Mohamad Hatta. Demikian seterusnya secara bergelombang sesuai urutan kepentingannya, Rombongan terakhir Pemerintah Republik Indonesia yang hijrah dari Djakarta ke Djokjakarta terjadi pada tanggal 16 Oktober 1946. Rombongan ini dipimpin oleh Letkol Mr. Arifin Harahap. Rombongan terakhir ini berangkat dari Stasion Manggarai menuju Djokja yang dikawal oleh polisi Belanda (lihat Nieuwe courant, 17-10-1946).

Pembagian wilayah Republik Indonesia sudah ditetapkan tidak lama setelah Proklaasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Wilayah Republik Indonesia dibagi ke dalam beberapa provinsi, antara lain Provinsi Sumatra ibu kota di Medan (Gubernur T Hasan); Sulawesi di Makassar (Ratoelangi); Maluku di Ambon (Latoeharhary) dan Kepulauan Soenda Ketjil di Denpasar (I Ketut Pudja). Para Gubernur inilah yang kemudian mengkonsolidasikan pembentukan cabangan pemerintahan Republik Indonesia di masaing-masing provinsi. Namun prosesnya belum sepenuhnya selesai, Belanda (NICA) sudah menempati posisi di belakang Sekutu-Inggris yang sedang melakukan tugas pembebasan interniran Eropa-Belanda serta pelucutan senjata dan evakuasi militer Jepang. NICA (Nederlandsch Indiƫ Civiele Administratie) yang dipimpin oleh HJ van Mook beribukota di Djakarta-Batavia kemudian membentuk cabang pemerintahan (CCO=Amacab) di sejumlah tempat di Indonesia.

Sementara ibu kota Republik Indonesia sudah berada di Djokjakarta dan masih banyak pejabat pejabat pemerintah Republik Indonesia di Djakarta, Belanda-NICA mulai membentuk cabang pemerintahannya di Lombok dimana dibentuk CO-Amacab di Mataram yang membawahi seluruh pulau Lombok. CO-Amacab (Commanding Officer-Allied Military Authority Civil Affairs Branch) berada di bawah CCO Amacab di Soerabaja. CO-Amacab semacam setingkat residen dan CCO Amacab setingkat gubernur pada era Pemerintah Hindia Belanda.

Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia,15-04-1946: ‘Bali en Lombok. Afdeeling Bali en Lombok secara administrasi saat ini sedemikian rupa sehingga Bali berada di bawah CO Amacab di Singaradja dan Lombok dibawah CO Amacab di Mataram, yang keduanya secara administratif berada di bawah CCO Amacab di Soerabaja’.
,  
Dalam perkembangannya Pemerintahan NICA mulai mengkonsolidasikan pembentukan suatu federasi di wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Kepulauan Soenda Ketjil sebagai Indonesia Timur (De Groote Oost). Lalu diinisiasi suatu konferensi yang akan diadakan di Malino (Sulawesi Selatan) pada bulan Juli 1946. Perwakilan NICA yang dalam hal ini Directeur van Bmnenlandsch Bestuur, Dr. W. Hoven mengunjungi beberapa wilayah termasuk Bali dan Lombok dalam rangka persiapan.

Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 14-06-1946: ‘Konferensi Malino Bali dan Lombok, kegiatan pra-diskusi. Penjabat direktur Bmnenlandsch Bestuur (BB), Dr. W. Hoven melakukan kunjungan singkat beberapa hari ke Bali dan Lombok minggu lalu. Tujuan kunjungan ini adalah untuk melakukan diskusi awal dengan perwakilan dari berbagai kelompok penduduk dalam persiapan untuk konferensi besar yang dalam beberapa minggu ke depan mungkin akan diadakan di Malino. Dalam sesi pleno perwakilan penduduk Bali, Paroeman Agoeng, Denpasar, penjabat direktur BB telah menjelaskan bagaimana semua, dengan pengecualian Sumatera yang menjadi tersendiri, tetapi termasuk Banka dan Biliton akan segera dapat mengirim perwakilan mereka sendiri ke Malino untuk berdiskusi disana dengan pemerintah (NICA) dan untuk menyampaikan keinginan dan gagasan orang-orang dari berbagai bidang mereka mengenai hubungan politik di masa depan. Pembicaraan Malino akan menjadi fase persiapan untuk konferensi besar yang akan datang. Sebuah diskusi yang sifatnya sama seperti di Bali dilakukan di Mataram. Direktur BB menghadiri pertemuan sebagian besar pegawai pemerintah Indonesia dan yang lainnya, yang masing-masing mewakili arus kehidupan sosial dan politik yang berbeda. Selain itu, diskusi terpisah yang terperinci diadakan di Bali dan Lombok dengan berbagai administrator yakni bupati dan camat, dengan cendekiawan Indonesia dan perwakilan Indonesia lainnya. Dua perwakilan Bali akan hadir di Malino yang dipilih oleh Paroeman Agoeng. Wakil Lombok pada pembicaraan yang akan datang akan diikuti oleh dua perwakilan, yang akan dipilih pada Kongres Lombok yang akan datang dimana sekitar 400 orang akan berpartisipasi dan akan diadakan sekitar tanggal 20 Juni.

Dalam persiapan konferensi Malino, proses penentuan wakil dari Lombok sudah selesai. Penentuan wakil dilakukan berdasarkan kongres yang diadakan di Lombok pada tanggal 18 dan 19 Juni (lihat Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 04-07-1946). Disebutkan pada pada tanggal 18 dan 19 Juni suatu kongres yang terdiri dari 500 perwakilan dari semua kelompok penduduk di Lombok diselenggarakan oleh Binnenlandsch Bestuur di Ampenan telah dibentuk komite penasehat yang terdiri dari 38 anggota ditambah satu ketua. Komite penasehat tersebut terdiri dari: Sasaks 28 orang; Bali (3); Cina (2); Arab dan India Inggris (1); Jawa dan Madura (1); Menado (1); Bugis (1); Mandar (1). Komite ini memiliki dua perwakilan untuk konferensi di Malino (Sasaks) dan memberi mereka mandat terbatas bahwa Lombok akan menjadi anggota federasi persemakmuran (negara bagian dalam federasi). Kedua orang yang mewakili tersebut adalah Laloe Mahnep dan Laloe Serinata.

Dalam berita ini juga disebutkan perwakilan dari Bali untuk konferensi Malino. Disebutkan pada tanggal 24 Juni, Paroeman Agoeng (pertemuan para pemimpin dan perwakilan penduduk totalnya sekitar 40 orang) bertemu di Den Pasar. Pada pertemuan itu, keputusan yang dibuat sebagai berikut: (1) akan ikut membentuk federasi persemakmuran; (2)  Delegasi yang sebelumnya terpilih untuk Malino diberi mandat kosong mengenai hubungan Bali dengan pulau-pulau lain.

Konferensi Malino yang diadakan pada tanggal 15 Juli-25 Juli 1946 di Malino dipimpin oleh Gubernur Jenderal HJ van Mook. Konferensi dihadiri oleh 39 orang dari 15 daerah dari Kalimantan dan Indonesia Timur (De Groote Oost). Hasil konferensi antara lain membentuk Algemeene Regeeringscommissaris di Kalimantan dan Indonesia Timur yang dipimpin oleh Dr. W. Hoven. Dalam hubungan ini diangkat anggota luar biasa dewan yang terdiri dari  Soekawati (Bali), Nadjamoeddin (Sulawesi Selatan), Dengah (Minahasa), Tahya (Maluku Selatan), Ibrahim Sedar (Kalimantan Selatan), Oeray Saleh (Kalimantan Barat) dan Dr. Liem Tjae Le (Bangka, Belitung, Riau), Sementara prosedur pembentukan negara bagian akan dibawas dalam konferensi yang akan diadakan di Denpasar, Bali. Sebelum Konferensi Denpasar, akan diadakan konferensi Pangkal Pinang yang akan diadakan pada tanggal 1-12 Oktober 1946 di Pangkal Pinang, Bangka.

Sementara mulai terbentuk hubungan yang erat antara Belanda dan perwakilan penduduk di Kalimantan dan Indonesia Timur (pasca konferensi Malino dan akan dilanjutkan di Denpasar). Pemerintah Republik Indonesia yang ber ibu kota di Djokdjakarta terus melakukan konsolidasi ke dalam dengan terhubung dengan para TNI dan laskar-laskar yang melakukan perlawanan terhadap militer Belanda (KNIL). Sejumlah pemimpin lokal di berbagai tempat, seperti halnya di Kalimantan dan Indonesia Timur mulai dirintis ke dalam wujud yang sama baik di Sumatra maupun Jawa.

Konferensi Denpasar diadakan pada tanggal 7-24 Desember 1946. Namun konferensi ini tidak seperti yang direncanakan. Perwakilan dari Kalimantan tidak hadir. Konferensi Denpasar menjadi hanya terbatas untuk wilayah Indonesia Timur. Oleh karena itu jumlah dan komposisi perwakilan Lombok berubah menjadi terdiri dari lima orang (lihat Nieuwe courant, 03-12-1946). Disebutkan Dewan Lombok sementara memilih tuan-tuan berikut sebagai perwakilan Lomlbok pada konferensi di Den Passar: (1) Raden Noena Noeraksa, ketua Lombokraad dan kepala daerah Lombok; (2) I Goesti Bagoes Oka, sekretaris departemen; (3) Laloe Mahnep, kepala distrik Sakra; (4) Laloe Serinata, kepala distrik t/b; (5) Laloe Abdoelrachman, kepala distrik Ampenan Barat. Laloe Mahnep dan Laloe Serinata sebelumnya mewakili Lombok di konferensi Malino. Semua adalah orang Sasak kecuali Oka yang merupakan orang Bali. Untuk sebagai cadangan telah ditetapkan Tutupoly (agen di Mataram) dan Ong Sik Koen (pedagang di Ampenan). Secara keseluruhan perserta konferensi Denpasar dilaporkan oleh Nieuwe courant, 10-12-1946:

Delegasi Konferensi Denpasar dari Indonesia Timur terdiri dari dua kelompok yakni yang diangkat dan sebagai perwakilan dari masing-masing daerah Zuid Celebes, Minahasa, Noord Celebes, Midden Celebes, Sangihe en Talaud eilanden, Noord Molukken, Zuid Molukken, Bali, Lombok, Timor en eilanden, Flores, Soembawa dan Soemba. Perwakilan dari Lombok lima orang seperti yang disebut sebelumnya. Jumlah perwakilan sebanyak 55 orang sementara yang diangkat sebanyak 15 orang. Mereka yang diangkat terdiri dari berbagai golongan termasuk orang Belanda. Dalam daftar yang diangkat ini tidak ada yang berasal dari Lombok. Peserta konferensi juga menyertakan sekretaris dari masing-masing wilayah. Sekretaris dari wilayah Lombok adalah Hetingga, Asp. Controleur West Lombok. Nama-nama cadangan juga disebutkan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

RI, RI(S) dan (NK)RI: Presiden Soekarno ke Lombok

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar