Kamis, 12 November 2020

Sejarah Kalimantan (74): Kisah Presiden Sukarno Kunjungi Kalimantan Tengah 1957; Perjalanan Sungai Semalam Palangkaraya

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Tengah di blog ini Klik Disini

Presiden Soekarno mengunjungi rakyatnya di banyak tempat, termasuk di Palangkaraya. Namun uniknya, Presiden Soekarno tidak menggunakan pesawat ke Palangkaraya, melainkan menggunakan transportasi sungai dari Banjarmasin ke Palangkaraya. Mengapa? Bukan soal ada lapangan terbang atau tidak. Sebab banyak tempat yang tidak memiliki lapangan terbang seperti ke Tapanoeli, Nias dan Lombok dapat dilakukan dengan pendaratan di laut dan di danau. Apakah tidak bisa melakukan pendaratan di sungai?

Kunjungan Presiden Soekarno ke Palangkaraya dalam rangka untuk meresmikan penetapan ibu kota provinsi Kalimantan di Palangkaraya. Perjalanan sungai dari Banjarmasin membutuhkan waktu semalam. Lebih lama di perjalanan daripada di Palangkaraya sendiri. Namun Presiden Soekarno tampaknya tidak kelelahan untuk sampai ke Palangkaraya. Perjalanan jauh sudah pernah dialaminya sebelum menjadi presiden. Perjalanan jauh itu terjadi pada tahun 1938 dari Ende (Flores) ke Soerabaja (naik kapal), lalu ke Batavia (naik kereta), kemudian dari Batavia ke Anjer (naik mobil), seterusnya naik kapal dari Anjer ke Telok Betong yang dilanjutkan naik kereta api dari Telok Betong ke Lahat. Pada ruas perjalanan terakhir dari Lahat ke Bengkoelen dilakukan dengan naik mobil. Sebagaimana diketahui, Soekarno jatuh cinta dengan gadis manis Bengkoeloe.

Bagaimana kisah kisah Presiden Soekarno berkunjung ke Kalimantan Tengah tentu saja sudah ada yang menulis. Namun tentu saja ada kisah yang masih terlupakan. Sebagai bagian sejarah Kalimantan Tengah, tentu kisah-kisah itu menjadi penting. Lantas mengapa berkunjung ke Kalimantan Tengah itu harus dilakukan lewat sungai? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Perjalanan Banjarmasin-Palangkaraya

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar