Selasa, 22 Desember 2020

Sejarah Aceh (15): Perang Atjeh, Jan van Swieten hingga Joannes Benedictus van Heutsz; Pantai Barat Pantai Timur Sumatra

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Aceh dalam blog ini Klik Disini

Perang Aceh yang dimulai pada tahun 1873 bukanlah perang terakhir Pemerintah Hindia Belanda untuk menyatukan seluruh Hindia Belanda. Masih ada Perang Tamiang, Perang Soenggal dan Perak Batak. Namun perang ini dapat dikatakan perang besar karena kraton dan masjid Atjeh hancur total. Tokoh penting dalam perang ini adalah Jenderal Jan van Swieten.

Perang Aceh ini mendapat reaksi internasional. Di dalam negeri (Hindia Belanda) semua terdiam ketika kraton dan masjid Atjeh hancur total. Di antara Belanda sendiri juga ada yang pro kontra strategi yang dipakai oleh Jenderal Jan van Swieten. Saat orang-orang pribumi terdiam di seluruh Hindia Belanda dan saat orang Belanda banyak yang bersukacita keberhasilan Jenderal Jan van Swieten itu seorang guru (kepala sekolah guru Kweekschool) di Mandailing (Tapanoeli) Willem Iskander menyampauikan pernyataan ke publik yang menyesali dan prihatin karena tidak adanya yang peduli dengan kehancuran kraton dan masjid Atjeh (lihat Provinciale Noordbrabantsche en s’Hertogenbossche courant, 28-04-1874). Disebutkan oleh Willem Iskander bahwa tidak ada yang simpati sedikit pun untuk Atchin dan bahwa ‘Atchinees’ bahkan digunakan sebagai istilah pelecehan’.

Lantas bagaimana Perang Atjeh berakhir pada tahun 1903? Tokoh penting dalam perang ini adalah Jenderal Joannes Benedictus van Heutsz yang pada saat Perang Atjeh 1873 masih berpangkat kaptein. Prestasi van Heutsz menjadi passwoed baginya diangkat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1904-1909). Bagaimana itu semua berlangsung dari Jan van Swieten hingga Joannes Benedictus van Heutsz? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Perang Atjeh Bermula 1873

Tunggu deskripsi lengkapnya

Perang Atjeh Berakhir 1903

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar