*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini
Kota Serang adalah ibu kota wilayah Banten. Seperti halnya Kota Bogor, Kota Serang tidak jauh dari Kota Djakarta. Pada saat Proklamasi kemerdekaan Indonesia di Djakarta pada tanggal 17 Agustus 1945 beritanya dapat segera didengar. Lalu kemudian bagaimana situasi dan kondisi Kota Serang pada masa perang kemerdekaan? Mungkin semua orang menganggap pertanyaan ini boleh jadi tidak penting-penting amat. Akan tetapi sejarah tetaplah sejarah. Karena itu pertanyaan ini tetap penting ditanyakan.
Lantas bagaimana situasi dan kondisi di Kota Serang masa perang kemerdekaan? Apakah bermula di Serang atau justru berakhir di Serang? Dalam konteks pertanyaan kedua inilah pertanyaan pertama menjadi penting. Pertanyaan yang awaln ya biasa-biasa saja menjadi pertanyaan yang luar biasa. Okelah kalau begitu. Lalu bagaimana situasi dan kondisi di Kota Serang masa perang kemerdekaan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta
Pada tanggal 8 September 1945 utusan Sekutu yang dipimpin Inggris datang ke Djakarta. Utusan ini datang setelah sebelumnya Soekarno menemui pimpinan Sekutu di Singapoera (De patriot, 18-10-1945). Kemudian tanggal 29 September 1945 pasukan sekutu Inggris telah merapat di pelabuhan Tandjong Priok. Pasukan sekutu Inggris berikutnya memasuki wilayah Indonesia mendarat di Padang pada tanggal 13 Oktober 1945 dan kemudian menyusul di Medan. Sementara itu ganisun militer Jepang di Serang telah direlokasi ke Serpong (lihat De Rotterdammer, 15-10-1945).
Awalnya pasukan Sekutu untuk mengamankan tawanan perang (interniran Eropa-Belanda) yang selama ini dikurung oleh militer Jepang. Namun di tengah jalan orang-orang Belanda (NICA) ikut di belakang memunculkan reaksi keras dari Indonesia. Kehadiran sekutu (Inggris) menjadi hambar apalagi NICA telah mengkonsolidasikan eks KNIL, seperti dilaporkan De patriot, 18-10-1945 bahwa ‘keberangkatan sebanyak 2.500 tentara Belanda (mantan tahanan perang) dari Bangkok ke Jawa beberapa hari ditunda karena kesulitan transportasi. Mereka saat ini berlatih di sekitar Bangkok dan dipersenjatai. Sementara itu sebanyak 5.000 Belanda yang juga merupakan tawanan perang Jepang di Singapura dipersenjatai dan akan dikirim ke Indonesia’. Perang kemerdekaan tidak terelakkan (yang dipicu oleh kehadiran Belanda-NICA). Persiapan NICA-Belanda dapat dikatakan relatif bersamaan dengan pembentukan kabinet pertama oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohamad Hatta. Kabinet (pertama) sendiri baru terbentuk pada tanggal 13 Oktober 1945 dengan daftar sebagai berikut (lihat Keesings historisch archief: 14-10-1945): Raden Adipati Aria Wiranata Koesoema (Binnenlandsche Zaken); Mr. Achmad Soebardjo (Buitenlandsche Zaken); Prof. Mr. Raden Soepomo (Justitie); Ir. Soerachman (Maatschappelijk werk); Ki Hadjar Dewantoro (Onderwijs); Dr. Samsi (Financien); Dr. Boentaran Martoatmodjo (Volksgezondheid); Mr. Iwa Koessoema Soemantri (Sociale Zaken); Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap (Voorlichting); Abikoesno Tjokrosoejoso (Verbindingen); Selain itu nama menteri negara adalah sebagai berikut: Dr. Amir, Wachid Hasjim, Mr. Raden Mas Sartono, Mr. Maramis en Otto Iskondar Dinata (zonder portefeuille). Dengan terbentuknya kabinet RI pertama ini, paling tidak Soekarno dan Hatta tidak sendiri lagi, sudah ada pembantu Presiden dan Wakil Presiden. Dengan kata lain sudah ada tim (kabinet) yang membantu Presiden dan Wakil Presiden dalam merumuskan dan menjalankan fungsi pemerintahan.
Situasi umum di Jawa dari hari ke hari semakin parah, lebih-lebih di Djakarta. Semakin terkonsentrasi orang-orang Belanda di Djakarta (baca: Batavia) reaksi TNI (baca: TKR atau TRI) dan para pejuang Indonesia (baca: para Laskar) semakin meningkat. Musuh yang dihadapi tidak lagi Belanda-NICA tetapi juga Sekutu-Inggris (yang telah memberi ruang di belakang terhadap kehadiran orang-orang Belanda).
Haarlems dagblad, 28-11-1945:‘…ada kemungkinan penyerangan besar di Batavia terjadi sebelum Desember…Sementara itu, kaum nasionalis (Republiken) terus mengevakuasi para perempuan dan anak-anak dari kampung-kampung sekitar Batavia yang keudian digantikan oleh pasukan dari Jawa Tengah. Markas pejuang (laskar) telah dipindahkan ke Serang di Banten. Karena kaum nasionalis (pemerintah RI) masih memiliki kendali atas perkeretaapian, mereka masih dapat memimpin pasukan (TKR atau TRI) dengan cukup mudah. Namun, mereka tidak memiliki cukup mobil (untuk bergerak)..’.
Tidak diketahui secara jelas mengapa markas pejuang (laskar) relokasi ke Serang. Namun hal yang sama juga para pejuang (laskar) telah relokasi ke Bekasi. Di wilayah selatan Batavia (hungga) ke Bogor (Buitenzorg) garis komando ada di tangan TRI. Sebagian dari pasukan dari Divisi Siliwangi (TRI) dari Bandoeng sudah mulai konsolidasi di Poerwakarta dan membangun pos pertahanan di Tjikampek. Antara Batavia dan Tjikampek menjadi ruang gerilya para pejuang-laskar.
Dalam fase perang kemerdekaan ini ada beberapa pihak yang harus dibedakan satu sama lain. Relasi Inggris-militer Jepang di satu pihak dan relasi Inggris dengan orang Belanda (NICA). Oleh karena pihak Jepang dalam posisi wait en see maka pihak Inggris dan Belanda dipandang orang Indonesia sebagai orang asing (musuh). Sementara itu terdapat pihak pemerintah (nasionalis-TRI) dan pihak rakyat (laskar-laskar). Nasionalis-TKR lebih terorganisir dan mengikuti garis komando, tetapi jumlahnya terbatas, sedangkan para laskar jumlahnya banyak apakah laskar yang terbentuk dari organisasi kemasyarakatan atau laskar yang dibentuk para TKR dari penduduk untuk memperkuat kesatuan mereka. Dalam situasi ini para memiliter Jepang adakalanya main mata dengan TRI atau para laskar dalam memandang lawan bersama (Sekutu-Inggris dan NICA-Belanda). Diantara laskar-laskar yang ada dari berbagai asal-usul juga memiliki kepentangan tambahan yang adakalanya bertentangan tujuan TKR (akibatnya adakalanya TKR dan laskar-laskar tertentu bentrok). Pers asing menyebut TKR-TRI dan laskar pendukungnya sebagai nasionalis dan laskar-laskar yang radikal (berbeda dengan strategi dan tujuan TKR-TRI) disebut golonngan ekstrimis.
Ruang pertempuran juga semakin meluas di Jawa. Tidak hanya di kota-kota pelabuhan seperti di Djakarta, Semarang dan Soerabaja juga di pedalaman di Bandoeng. Ruang pertepuran juga terjadi di tempat strategis yang ingin direbut oleh Inggris dan NICA seperti di Buitenzorg, Oengaran dan Ambarawa serta Goeban. Wilayah Tjikampek dan Poerwakarta adalah wilayah yang diproyeksikan oleh Menteri Pertahanan Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap untuk garis pertahanan pertama di pedalaman. Posisinya yang strategis dapat mendukung pasukan ke tiga arah front pertempuran yakni ke barat ke Djakarta, ke selatan ke Bandoeng, dan ke timur ke Tjirebon.
Sejauh ini hingga pada akhir bulan Oktober, Menteri Pertahanan Mr. Amir Sjarifoeddin (masih) memuji kedisiplinan tentara di Depok, Tangerang dan Tjikampek. Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia. 21-11-1945: ‘TKR di Tjikampek, Tangerang dan Depok Jawa Barat. Sjarifoeddin Harahap menyatakan TKR di tiga wilayah ini lebih rapih (disiplin) jika dibandingkan di Jawa Timur’. Dari keterangan dapat dikaitkan seperti disebut di atas markas besar para laskar telah direlokasi ke Serang (Banten). Tampaknya TKR-TRI masih terkonsentrasi di Tangerang dan dikatakan organisasinya rapih. Lantas apakah ini alasan mengapa markas laskar direlokasi ke Serang dan apakah ini juga mengindikasikan TKR-TRI belum meluas ke Residentie Banten (masih terbatas di Residentie Batavia).
Pers asing selalu membedakan terminilogi para nasionalis dan ekstrimis. Para nasionalis ini jelas ditujukan pada TRI yang dalam operasinya selalu berseragam TRI dan pemakaian atribut lainnya. Para laskar, sangat beragam dalam soal atrubut dan pakaian. Pers asing menyebut terminilogi ekstrimis (extremistische) dan juga adakalanya ditulis sebagai Vredesleger.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Situasi dan Kondisi di Kota Serang Masa Perang Kemerdekaan
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar