Selasa, 02 Februari 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (45): Mengapa Surat Kabar Harus Berhenti Terbit; Apakah Pikiran Rakyat Bisa Berhenti Terbit

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Biasanya sejarah bermula, tepi kali in kita berpikir tentang sejarah berakhir. Sangat janggal menulis narasi sejarah dengan judul negatif seperti surat kabar berhenti terbit. Judul yang kerap dan lebih adil adalah secara positif seperti sejarah awal terbitnya surat kabar Pikiran Rakyat (terserah kapan berakhir). Tiga surat kabar (majalah) yang pernah saya berlangganan di masa lalu, yang belum lama ini dikabarkan harus berhenti terbit: Suara Pembaruan, Indo Pos dan Koran Tempo.

Berhentinya tiga surat kabar ini Suara Pembaruan, Indo Pos dan Koran Tempo boleh kita tangisi tetapi jangan berlebihan, Saya masih ingat wartawan Suara Pembaruan mewawancarai saya tentang sejarah sepak bola. Bisa saja isak tangis tiga koran cetak ini menjadi kegembiraan jika tiga surat kabar ini beralih ke surat kabar on-line. Tiga koran ini mewakili koran-koran lain sebelumnya yang lebih dulu berhenti terbit. Entah berapa koran lagi akan menyusul. Itu semua karena zaman baru telah mengubah arah pembaca. Yang jelas bahwa tiga koran ini dan koran lainnya akan dikenang sebagai bagian sejarah pers Indonesia. Saya masih ingat ketika surat kabar Suara Pembaruan dan surat kabar Indopos terbit pertama dan kemudian berlaganan. Saya masih ingat di tahun 1980an membeli majalah tempo (plus Intisari) bekas dengan harga rata-rata Rp 50-Rp 200 karena mahasiswa umumnya hanya mampu baca majalah di perpustakaan. Hingga lulus kuliah saya punya koleksi majalah Tempo hampir 800 edisi dimana ditemukan kolom Catatan Pinggir dari GM dan kolom Abdurrachman Wahid dan Emha Ainun Najib. Tentu saja itu semua menjadi sejarah bagi saya. Secara khusus untuk Indopos, saya masih menyimpan banyak suplemennya Indosport-nya (bersaa Go dan Top Skor).

Artikel ini tidak berbicara tiga surat kabar yang belum lama ini berhenti terbit, tetapi tentang surat kabar tempo doeloe yang juga harus berhenti terbit karena berbagai sebab apakah pada era VOC, era Pemerintah Hindia Belanda, era Pendudukan Jepang dan era Republik Indonesia. Pada era Pemerintah Hindia Belanda satu kata ‘breidel’ menjadi kata kematian untuk suatu koran berhenti terbit, seperti surat kabar Sianr Merdeka yang terbit di Padang Sidempoean 1919 dan dibreidel 1922, surat kabar Bintang Timoer dan surat kabar Fikiran Ra’jat. Tentu saja di era Republik Indonesia bagaimana surat kabar Indonesia Raja dibreidel dan bagaima surat kabar Pikiran Rakjat tetap eksis. Jaman breidel sudah lama berlalu, tetapi seperti tiga koran di atas berhenti terbit secara alamiah (perubahan zaman). Untuk ntuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Era Kolonial: Belanda, Inggris dan Jepang

Tunggu deskripsi lengkanya

Era Republik Indonesia: Pikiran Rakyat

Tunggu deskripsi lengkanya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar