Rabu, 21 April 2021

Sejarah Filipina (13): Bahasa Tagalog dan Lingua Franca Nusantara (Bahasa Melayu); Bahasa Tagalog Jadi Bahasa Resmi Filipina

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Filipina dalam blog ini Klik Disini 

Di Hindia Timur seperti di Indonesia dan Filipina eksis berbagai bahasa. Penutur bahasa Jawa terbanyak di Indonesia dan bahasa Tagalog di Filipina. Namun yang menjadi lingua franca di Hindia Timur (Indonesia, Malaysia dan Filipina), terutama awalnya dalam dunia navigasi pelayaran (perdagangan) adalah bahasa Melayu. Bahasa Melayu inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Bahasa Indonesia yang sekarang. Sedangkan lingua franca di Filipina yang awalnya bahasa Melayu bergeser menjadi Bahasa Tagalog (kini lebih dikenal sebagai bahasa Filipino). Mengapa bisa?

Sejak zaman kuno, sudah terbentuk berbagai bahasa di Hindia Timur. Sehubungan dengan kehadiran pedagang-pedagang India (pada era Hindoe-Boedha) yang menjadi lingua franca adalah bahasa Sanskerta. Penggunaan bahasa Sanskerta ini dapat diperhatikan pada berbagai prasasti, seperti prasasti Kedukan Bukit (682 M). Lalu bahasa Sanskerta ini terus berkembang (seiring dengan penyerapan bahasa lainnya), maka lingua franca ini digunakan di berbagai kota pelabuhan seperti di Tapanuli (Barus), di Atjeh (Pasai) di Semenanjung Malaya (Malaka), di Palembang, Banten, Demak, Banjarmasin, Makassar, Ternate, Amboina, Brunai, Manado, Mindanao, Manila dan sebagainya. Penggunaan lingua franca ini mencapai Madagaskar di barat, Makao di utara, Papua di timur dan Maori (Selandia Baru) di selatan. Wilayah-wilayah atau kota-kota yang tidak memiliki bahasa sendiri (atau awalnya memiliki tetapi tergerus oleh lingua franca), bahasa lingua franca ini disebut Bahasa Melayu. Bahasa Melayu menjadi bahasa internasional (ibarat bahasa Inggris masa kini). Sebagai bahasa internasional, banyak kosa kata bahasa Melayu diserap ke dalam bahasa etnik seperti bahasa Jawa dan bahasa Batak. Baru dalam perkembangannya masuk unsur bahasa asing dari Eropa (Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris) ke dalam bahasa Melayu yang menjadi cikal bahasa Indonesia (sejak diproklamirkan tahun 1928). Pada masa kini, selain bahasa asing, bahasa-bahasa etnik juga banyak diserap ke dalam bahasa Indonesia.

Sejarah bahasa Tagalog menjadi lingua franca di Filipina pada masa ini tentulah sangat menarik diperhatikan. Sebab mengapa lingua franca bahasa Melayu menghilang (terdegradasi) di Filipina, yang lalu kemudian muncul (promosi) bahasa Tagalog. Yang jelas bahasa Melayu menjadi bahasa resmi (dan juga bahasa nasional) di Brunai dan Federasi (negara) Malaysia. Sedangkan di Filipina yang menjadi bahasa resmi tidak hanya bahasa Filipino tetapi juga bahasa Inggris. Lain lagi di Singapoera, bahasa resmi adalah Inggris, Melayu, Mandarin dan Tamil tetapi yang diakui sebagai bahasa nasional adalah bahasa Melayu. Lain pula di Timor Leste yang sekarang, bahasa resmi bahasa Tetum dan Portugis (mirip dengan di Filipina). Lalu apa yang menyebabkan bahasa Tagalog sebagai bahasa resmi di Filipina? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Lingua Franca Masa Lalu di Filipina: Bahasa Melayu

Tunggu deskripsi lengkapnya

Mengapa Bahasa Tagalog Promosi Menjadi Lingua Franca di Filipina?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar