*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini
Sejarah awal Indonesia di zaman kuno begitu minim data yang ditemukan pada masa ini. Namun begitu narasi sejarah sudah ditulis. Sejarah sendiri adalah narasi fakta dan data. Oleh karena itu sejarah fakta dan data baru ditemukan maka penulisan narasi sejarah (Indonesia) tidak pernah berhenti (hanya narasi itu-itu saja). Tugas para sejarawan untuk melengkapi data dan menyempurnakan narasi. Sumber data sejarah yang berasal dari zaman kuno adalah prasasti dan candi plus teks kuno seperti Negarakertagama diperkaya dengan catatan-catatan manca negara (India, Tiongkok, Eropa). Seperti halnya, Kerajaan Aru, Kerajaan Tarumanagara, Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Mataram (Kuno), lalu bagaimana sejarah Kerajaan Singhasari.
Lantas bagaimana sejarah Kerajaan Singhasari? Seperti disebut di atas, Singhasari termasuk salah satu kerajaan penting pada zaman kuno, Keutamaan Kerajaan Singhasari dalam sejarah zaman kuno Indonesia karena posisinya dalam sejarah nusantara sebagai kerajaan pertama di Jawa yang menjalin hubungan dengan, terutama kerajaan-kerajaan di Sumatra (Kerajaan Aru dan Kerajaan Mauli). Schnitger (1935) menyatakan raja terkenal Singhasari Kertanegara adalah pendukung fanatik agama Boedha Batak sekte Bhairawa. Ups! Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Kerajaan Tumapel vs Kerajaan Kadiri: Invasi Chola di Kerajaan Kadaram, Kerajaan Aru dan Kerajaan Sriwijaya
FM Schnitger, kepala dinas kepurbakalaan Sumatra di Palembang melakukan eskavasi di candi-candi Padang Lawas (Tapanuli Selatan) pada tahun 1935. Schnitger sangat kaget dan menyimpulkan ada banyak persamaan candi=candi di Padang Lawas dengan candi Singhasari di Malang. Schnitger terus mengujinya. Yang membuat lebih kaget Schnitger dan menyimpulkan bahwa Raja Kertanegara dari Singhasari adalah salah satu pendukung fanatik agama Boedha Batak sekte Bhairawa. Koran-koran di Hindia Belanda heboh dan beritanya menjadi viral di koran-koran nun jauh di Belanda.
Lantas apa yang melatarbelakangi mengapa candi Singhasari yang unik diantara candi-candi di Jawa memiliki banyak kemiripan dengan candi-candi di Padang Lawas. Lalu apa pula yang menyebabkan raja terkenal Singhasari Kertanegara menjadi pendukung fanatik sekte Bhairawa? Seperti disebut di atas yang sudah dijawab oleh Schnitger (1935) tampaknya ceritanya hanya sampai disitu, tetapi mengapa kerajaan Singhasari yang terbentuk begitu perkasa yang mampu mengalahkan Kerajaan Kadiri. Hanya Kerajaan Majapahit kelak yang mampu menggantikan posisi Kerajaan Singhasari. Yang jelas Kerajaan Singhasari terbentuk 1222 ketika Kerajaan Aru di Padang Lawas telah berjaya kembali pasca invasi Chola 1022 M,
Untuk sekadar menambahkan disini bahwa Kerajaan Aru tidak bersifat monarki tetapi bersifat federalis (antara lain anggota federasi Barus, Lamuri dan Panai). Wujud federalis ini dapat dilihat pada prasasti Sitopayan di candi Sitopayan dan prasasti Batugana di candi Bahal 1. Pasca pendudukan Chola ini, Kerajaan Aru di daerah aliran sungai B-aru-mun bangkit kembali hingga lebih maju dibandingkan sebelum invasi Chola. Pada saat inilah candi-candi di Padang Lawas Candi tertua di Kerajaan Aru terdapat di Simangambat (yang direnovasi pada abad 8). Candi Simangambat berada di sisi barat gunung Malea (merujuk pada nama Himalaya), sedangkan candi Sitopayan dan candi Bahal berada di sisi timur gunung Malea.
Penduduk di Kerajaan Aru tidak terbagi ke dalam kasta. Besar dugaan itu, meski pengaruh (peradaban) Hindoe Boedha intens, tidak menjadi penduduk yang berkasta karena budaya penduduk Batak yang yang lebih demokratis yang hanya didasarkan pada kelompok penduduk (marga) dengan prinsip dalihan na tolu. Prinsip dalihan na tolu inilah ke atas membentuk sistem pemerintahan yang unik (federalis). Para peneliti di era Pemerintah Hindia Belanda (setelah sekian abad era Hindoe Boedha berlalu), selain Schnitger, Prof Kern, van Stein Callenfel dan juga ahli geografi Prof PJ Veth meyakini candi-candi yang ada Boedha dan ada beberapa karakter Ciwais. Prof Kern sendiri menyimpulkan bahwa penduduk Batak (di Kerajaan Aru) adalah Brahmana. Hal inilah, besar dugaan bahwa agama penduduk Batak di Kerajaan Aru menggabungkan elemen Boedha, Hindoe dan pagan (leluhur) yang melahirkan sekte Bhairawa. Sekte ini baru muncul pasca pendudukan Chola (Hindoe) yang mana sebelumnya pengaruh Boedha yang ada diantara penduduk yang masih banyak yang pagan (kepercayaan pada leluhur). Seperti kita lihat nanti dua raja terkenal mengadopsi agama Batak ini yakni Kertanegara dari Singhasari dan raja Adityawarman dari Kerajaan Mauli. Dalam hubungan ini, seperti dikutip di atas bahwa para Brahmana di Kerajaan Kadiri bergabung dengan raja Tumapel yang enjadi cikal bakal Kerajaan Singhasari yang mana Ken Arok sendiri bukan berasal dari bangsawan. Kombinasasi yang terjadi di Kerajaan Singhasari diduga menjadi faktor penting (kesesuaian) Raja Kertanegara mengadopsi agama Boedha Batak sekte Bhairawa.
Pasca pendudukan Chola, Kerajaan Aru yang sempat menjadi Hindoe (sesuai agama di Kerajaan Chola), para pemimpin Kerajaan Aru menghianati Hindoe dan kembali ke ajaran Boedha, tetapi dengan perpaduan Hindoe, Boedha dan pagan (pemujaan terhadap leluhuir) yang disebut sekte Bhairawa (agama Boedha Batak). Navigasi pelayaran perdagangan Kerajaan Aru yang sudah terbentuk lama di sekitar Laut China Selatan (Semenanjung, Vietnam, Borneo utara dan Filipina) pasca invasi Chola ini diperluas hingga ke pulau Sulawesi (lihat prasasti Tomohon, Minahasa dan prasasti Seko, Toraja). Navigasi pelayaran Kerajaan Aru juga eluas ke Maluku. Dari wilayah Sulawesi inilah navigasi pelayaran perdagangan Aru menemukan jalan di pantai timur Jawa (Kerajaan Singhasari yang baru terbentuk). Navigasi pelayaran perdagangan (Kerajaan Sriwijaya) di wilayah Sumatra bagian selatan, pantai barat Borneo dan pantai utara Jawa. Interaksi perdagangan inilah yang diduga kuat menjadi pangkal perkara mengapa terbentuk hubungan yang erat antara Kerajaan Aru di utara Sumatra dengan Kerajaan Singhasari di timur Jawa
Pada era pendudukan Chola di Kerajaan Aru dengan pelabuhan utamanya Barus, Panai, Lamuri dan Ambuaru) sejumlah para pemimpin (raja-raja) Kerajaan Aru melarikan diri ke pedalaman (menjadi pagan), ke hulu sungai Batanghari (mendirikan Kerajaan Mauli) dan hulu sungai Kampar serta ke kawasan Laut China Selatan (Vietnam, Kamboja dan Filipina dan Borneo utara). Kerajaan-kerajaan di kawasan ini jika tidak vassal adalah anggota federasi Kerajaan Aru (sejak lama). Kerajaan Mauli kemudian menjadi anggota federasi Kerajaan Aru yang sudah mulai bangkit pasca pendudukan Chola. Sekte Bhairawa yang berkembang di Kerajaan Aru (sinkretism Bodha, Hindoe dan pagan) semakin meluas hingga ke hulu sungai Kampar dan hulu sungai Batanghari (Kerajaan Mauli). Di dua kawasan Bhairawa ini dibangun candi di Kampar (candi Muara Takus) dan candi Padang Roco di Kerajaan Maulu. Candi Bhairawa juga dibangun di Kamboja (Angkor Wat).
Dalam hubungan navigasi pelayaran perdagangan antara Kerajaan Aru dan Kerajaan Singhasari, raja Kertanegara (Kerajaan Singhasari yang beragama Hindoe) mengadopsi agama Boedha Batak sekte Bhairawa.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Kerajaan Singhasari: Kerajaan Kadiri hingga Kerajaan Majapahit (Kertajaya, Kertanegara, Hayam Wuruk)
Tunggu deskripsi lengkanya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar