Jumat, 08 Oktober 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (158): Terusan Suez 1869 dan Perkembangan di Indonesia; Sejarah Navigasi Pelayaran Amerika Serikat

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Terusan Suez adalah terobosan besar dalam dunia navigasi pelayaran. Terusan Suez mulai dioperasikan pada tahun 1869. Sebelum adanya terusan yang menghubungkan Laut Mediterania dan Laut Merah ini, navigasi pelayaran dari Eropa ke Indonesia (baca: Hindia Timur) melalui Tanjung Pengharapan di Afrika Selatan. Adanya terusan Suez tidak hanya pelayaran dari Eropa ke Hindia Belanda (baca: Indonesia) dan sebaliknya tidak hanya lebih murah tetapi menjadi lebih intens.

Terusan Suez di sebelah barat Semenanjung Sinai, merupakan terusan kapal sepanjang 163 Km yang terletak di Mesir, menghubungkan Pelabuhan Said (Būr Sa'īd) di Laut Tengah atau Laut Mediterania dengan Suez (al-Suways) di Laut Merah. Terusan Suez diresmikan tahun 1869 dan dibangun atas prakarsa insinyur Prancis yang bernama Ferdinand Vicomte de Lesseps. Terusan ini memungkinkan transportasi air dari Eropa ke Asia tanpa mengelilingi Afrika. Sebelum adanya kanal ini, beberapa transportasi dilakukan dengan cara mengosongkan kapal dan membawa barang-barangnya lewat darat antara Laut Tengah dan Laut Merah. Terusan ini terdiri dari dua bagian, utara dan selatan Danau Great Bitter, menghubungkan Laut Tengah ke Teluk Suez.

Lantas bagaimana sejarah terusan Suez? Bagaimana dampaknya bagi Indonesia dan apakah dampaknya bagi navigasi pelayaran Amerika Serikat? Yang jelas terusan Suez hingga ini hari masih tetap berfungsi. Lalu bagaimana asal-usulnya. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Terusan Suez 1869 dan Perkembangan Baru di Indonesia

Sejak lama (kota) Suez sudah menjadi kota pelabuhan yang penting di sudut Laut Merah, Nama Suez paling tidak diberitakan pada tahun 1721 (lihat Oprechte Haerlemsche courant, 19-06-1721). Disebutkan berita ditransmisikan dari Cairo bahwa dari tanggal 4 April sebanyak 18 kapal tiba dari Gida tiba di Suez.

Kota Suez diduga adalah salah satu kota kuno di utara Laut Merah. Kota ini tidak hanya sebagai kota pelabuhan, tetapi juga kota yang menjadi hub perdagangan ke kota Cairo daerah aliran sungai Nil di sebelah barat dan jalur perdagangan ke kota di utara di Laut Mediterania yang kelak disebut kota Port Said, Antara kota Suez dengan kota Port Said ini muncul gagasan pembentukan kanal yang menghubungkan Laut Merah dan Laut Mediterania, Kebetulan di antara dua kota ini terdapat danau besar (danau Pahit).

Nama Suez mulai menjadi penting pada tahun 1859. Saat itu Mesir berada di bawah  yurisdiksi Inggris. Namun hal itu tidak membuat Pangeran Muda Mesir secara independen telah memberikan konsesi pembangunan kanal kepada Monsieur M de Lesseps (lihat  Provinciale Noordbrabantsche en 's Hertogenbossche courant, 10-01-1859). Disebutkan pejabat Inggris, konsul Inggris di Alexandria meminta pangeran Mohamed Said-Pacha untuk membatalkan perjanjian itu dengan sedikit ancaman. Tampaknya sang pangeran tetap bersikukuh memberikan hak kepada pengusaha asal Prancis tersebut. Orang-orang Inggris yang ‘berkuasa’ gigit jari. Sebelumnya disebutkan bahwa M. de Lesseps memberitahukan bahwa paman Kaisar Napoleon, Pangeran Jerome, telah ditunjuk sebagai pelindung perusahaan untuk pembangunan kanal Suez (lihat Nederlandsche staatscourant, 09-01-1859).

Untuk sekadar perbandingan pada era itu di Indonesia (baca: Hindia Belanda) yang berkuasa adalah Pemerintah Hindia Belanda. Namun para pemimpin lokal seperti raja atau pangeran di Jawa dan Sumatra, juga bebas melakukan tindakan bisnis tanpa harus dengan orang-orang Belanda. Bisa kekapda kontraktor orang-orang China, atau pebisnis Eropa lainnya termasuk Inggris. Seperti di Lombok, rekanan bisnis Pangeran Karang Asem adalah pengusaha terkenal asal Inggris JP King (yang menguasai pelabuhan Ampenan) Sebagaimana kita lihat nanti, nama pangeran Mohamad Said ini kelak ditabalkan sebagai nama pelabuhan di ujung utara kanal di Laut Mediteranian dengan nama pelabuhan Port Said.

Kerjasama M. de Lesseps dan pengeran Mesir ini menjadi desas-desus di surat kabar Eropa. Boleh jadi para pengusaha Inggris telah membuat berita-berita bohong. Salah satu keluarga de Lesseps membuat klarifikasi (lihat Utrechtsche provinciale en stads-courant : algemeen advertentieblad, 10-01-1859). Disebutkan F de Lesseps telah membuat klarifikasi bahwa beredarnya berita simpang siur kerjasama pangeran muda telah dibantah bahwa berita itu tidak benar. F de Lesseps kelak diketahui sebagai pimpinan proyek pembangunan kanal Suez tersebut yang juga menjadi pimpinan perusahaan yang didirikan di Paris. Hoornsche courant, 25-01-1859 memberitakan bahwa semua dokumen pendirian perusahaan yang berbasis di  Paris dalam pembangunan kanal sudah selesai. Harga saham perusahaan moncer dan laku keras yang diborong oleh beberapa pemilik keuangan di Prancis.

Saat persiapan pembangunan kanal Suez difinalisasi diberitakan bahwa jalur kereta api dari Cairo ke Suez di buka (lihat De Oostpost : letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 31-01-1859). Siapa yang membangunan jalur kereta api itu tidak diketahui oleh pihak mana, namun diduga pembangunan jalur kereta api itu diduga terkait dengan munculnya gagasan pembangunan kanal oleh pangeran muda Mesir dengan pengusaha asal Prancis.

Perusahaan Prancis di bawah penghubung M de Lesseps semakin mantap. Seperti disebut di atas yang menjadi pelindung periusahaan adalah keluarga kerajaan Prancis dan pimpinan proyek sekaligus pimpinan perusahaan adalah Ir. F de Lesseps. Dalam perkembangannya disebutkan bahwa insinyur Belanda FW Conrad akan dipercayakan untuk urusan bidang pengelolaan air dan telah disetujui oleh pangeran muda (lihat De Curaçaosche courant, 05-02-1859). Disebutkan lebih lanjut bahwa proyek ini diagendakan dalam lima fase. Yang mana fase pertama adalah pembangunan kanal air bersih dari sungai Nil hingga ke danau Tirasah.

Pembangunan kanal air bersih ini dimaksudkan untuk berbagai tujuan. Tujuan utama adalah menambah debit/ketinggia air di danau Tirasah agar mudah membuat koneksi dengan danau besar di selatan (danau Pahit) yang dengan demikian dapat mensejajarkan ketinggian air dari ujung ke ujung antara Laut Mediterania dan Laut Merah, Tujuan lainnya yang sungguh penting adalah pembangunan kanal air bersih akan mendukung pengembangan pertanian di wilayah sepanjang kanal air bersih tersebut.

Heboh di Eropa tersebut juga menjadi heboh di Hindia Belanda. Tentu saja bukan karena insinyur Belanda terlibat dalam proyek raksasa tersebut, tetapi pembangunan kanal Suez akan berdampak langsung dengan navigasi pelayaran dan Hindia Belanda ke Eropa terutama ke Belanda. Surat kabar yang terbit di Batavia ava-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 16-02-1859 menulis dalam tajuknya secara panjang lebar tentang progres pendirian perusahaan dan persiapan pembangunan kanal yang juga mengutip sejumlah pernyataan dari Ir. F de Lesseps.

Untuk berita tentang rencana pembangunan kanal Suez dapat dikatakan yang pertama di Hindia Belanda adalah surat kabar Java Bode. Untuk sekadar diketahui bahwa pada tahun 1859 hanya ada dua surat kabar yang masih terbit di Hindia Belanda yakni surat kabar Java Bode yang terbit di Batavia dan surat kabar Samarangsch advertentie-blad yang terbit di Semarang. Untuk sekadar diketahui bahwa pada saat ini (1859) seorang pribumi tengah studi di Belanda yakni Sati Nasution alias Willem Iskander, pribumi pertama studi ke Belanda. Willem Iskander berangkat dari Batavia pada tahun 1857. Willem Iskander lulus dan mendapat akta guru tahun 1860. Willem Iskander kembali ke tanah air pada tahun 1861 dan pada tahun 1862 mendirikan sekolah guru (kweekschool) di kampong halamannya di Tanobato (Afdeeling Angkola Mandailing, Residentie Tapanoeli). Willem Iskander berangkat dan pulang studi menggunakan kapal laut melalui Afrika Selatan. Willem Iskander adalah kakek buyut dari Prof. Andi Hakim Nasution (rektor IPB 1978-1987).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Dampak Navigasi Pelayaran Amerika Serikat

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar