ntuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Gunung Penanggungan mungkin kurang mendapat perhatian pada masa kini. Namun boleh jadi pada zaman kuno, gunung Penanggungan begitu penting. Mengapa? Do situs gunung inilah awal peradaban di pantai timur Jawa bermula. Pada masa ini gunung Penanggungan hanya dikenal sebagai penanda batas wilayah semata: yang mana pada zaman kuno di sebelah timur adalah wilayah pantai (kerajaan) Singhasari, di sebelah barat di daerah aliran sungai Kediri wilayah dimana terakhir terbentuknya Kerajaan Majapahit. Puncak gunung Penanggungan memang tidak tinggi, tetapi cukup tinggi dilihat dari laut. Gunung Penanggungan di zaman kuno diduga lebih penting dari gunung Arjuna dan gunung Kawi (antara dua gunung ini terdapat gunung Welirang).
Lantas bagaimana sejarah gunung Penanggungan di pantai timur Jawa? Seperti disebut di atas nama gunung Penanggungan tidak ada ditemukan di tempat lain. Gunung Penanggungan di pantai timur Jawa pada zaman kuno tepat berada di sisi pantai. Seperti halnya gunung Perboewatan di pantai barat Jawa, gunung Penanggungan di pantai timur Jawa juga mudah dicapai dari laut. Lalu bagaimana sejarah gunung Penanggungan di pantai timur Jawa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Gunung Penanggungan di Pantai Timur Jawa
Nama gunung Penanggungan tidak pernah mendapat perhatian. Tidak ada orang yang mengenalnya. Seperti halnya nama gunung Perboewatan baru mendapat perhatian ketika terjadi letusan gunung Krakatau pada tahun 1883, gunung Perboewatan di pantai barat Jawa di pulau Krakatau adalah salah satu dari rantai gunung di pulau tersebut. Nama gunung Penanggungan baru muncul pada tahun 1935 ketika puncak gunungnya terbakar. Orang mulai menghubungkan puncak gunung Penanggungan dengan gunung Mahameru di India (lihat De locomotief, 19-04-1937).
Penampilan gunung dan nama gunung ini tentu saja sudah dikenal sejak zaman kuno karena kedekatannya dengan pantai. Namun puncaknya yang hanya 1.653 M dpl mungkin dianggap tidak penting, orang hanya lebih tertarik dengan gunung-gunung yang tinggi seperti gunung Arjuna (3.339 M), gunung Welirang (3.156 M), gunung Kawi (2.551 M), gunung Raung (3.344 M) atau gunung-gunung berapi seperti gunung Kelud (1.731 M) dan gunung Argopura (2.032 M).
Gunung Penanggungan tidak tinggi dan juga tidak berapi, karena itu kurang dikenal. Hanya faktor kebakaran di bagian puncak yang menyebabkan nama gunung ini mulai dikenal dan menyimpan banyak kisah-kisah lama. Gunung yang tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah serta tidak berapi menjadi suatu ukuran di zaman kuno untuk dipilih sebagai suatu tempat yang penting yang dikaitkan dengan religi.
Di Sumatra Utara terdapat beberapa gunung tinggi dan gunung berapi. Namun ada dua gunung di wilayah Tapanuli Selatan tidak terlalu tinggi tetapi juga tidak berapi yakni gunung Loeboe Raja di Angkola (1.862 M) dan gunung Malea di Padang Lawas (2.199 M). Dari namanya adalah nama kuno Loeboe Raja (kini Lubuk Raya) dan Melea (kini tetap Melea yang diduga merujuk pada nama gunung Himalaya). Diantara dua gunung ini terdapat candi zaman kuno, yang lebih tua dari candi Borobudur yang kini disebut candi Simangambat. Seperti halnya gunung Penanggungan di pantai timur Jawa, dua gunung di Tapanoeli ini yang dekat dengan candi juga diduga memiliki sisa peninggalan zaman kuno. Dua gunung dengan nama yang sama juga ditemukan di Simalungun (gunung Raya dan gunung Maleak). dan di Semenanjung Malaya (gunung Raja dan gunung Malaya).
Bukti-bukti lainnya bahwa wilayah pantai zaman kuno telah bergeser ke arah laut di timur gunung Penanggungan dapat diperhatikan dengan penemuan sunurr minyak di district Bangil yang ditemukan pada tahun 1899 (lihat De Telegraaf, 30-09-1899). Minyak sebagai bahan fosil yang berasal dari sampah tumbuhan di zaman kuno telah tertimbun di dasar laut yang kemudian di atasnya terbentuk sedimentasi jangka panjang hingga terbentuknya daratan. Dalam hal ini garis pantai timur Jawa yang sekarag tempo doeloe jauh berada di pedalaman. Bukti-bukti ini juga kurang lebih sama dengan garis pantai utara di daerah aliran sungai Bengawan Solo yang awalnya di hilir Ngawi (Tjepoe/Blora) kemudian bergeser secara berahap sehubungan dengan proses sedimentasi jangka panjang hingga ke Bojonegoro, Lamongan dan kini Gresik.Tentulah hal serupa garis pantai yang mengikuti daerah aliran sungai Kediri/Brantas muaranya telah bergeser dari Mojokerto hingga Sidoarjo dan Soerabaja.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Gunung Welirang: Antara Gunung Arjuna dan Gunung Kawi
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar