Senin, 10 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (39): P Lengkuas, Pantai Utara Pulau Belitung; Geomorfologis Pulau Eksotik dan Peta Mercusuar Belitung


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini   

Pulau Lengkuas dulu disebut (diidentifikasi) dengan nama pulau Langkoeas. Sebelum namanya terkenal seperti sekarang sebagai pulau eksotik, pada masa lampau pulau Langkoeas memiliki lampu mercusuar (vuurtoren). Pertanyaannya: mengapa lampu mercusuar dibangun di pulau Langkoeas?.


Pulau Langkoeas berada di selat Gaspar, tepatnya di selat Stolze. Pulau Lengkuas pada masa ini dapat dikatakan pulau terjauh di utara pulau Belitung. Namun pada masa mercusuar di pulau Langkoeas dibangun, pulau terjauh di utara di selat Gaspar adalah pulau Gaspar, Pulau ini tampaknya kini telah hilang. Sementara itu, sebelum mercusuar di pulau Langkoeas dibangun, mercu suar yang sudah dibangun berada di pulau Tjelaka (barat pantai pulau Liat di dekat kampong Pongoh) dan Oedjoeng Laboe, pulau Lepas (Klippige Hoek) di timur pulau Lepar. Dua mercusuar ini dapat dikatakan sebagai pengamanan di selat Macclefield. Satu mercusuar yang pertama dibangun sejak lama adalah mercusuar di Tanjung Kilian, barat kota Muntok. Sebelum mercusuar di pulau Langkoeas sebelumnya sudah dibangun mercu suar di Kembong atau Hoog Eiland (barat laut P Mendanau) dan Tandjoeng Empang, barat laut Tandjoeng Binga.

Lantas bagaimana sejarah Pulau Lengkuas di pantai utara Pulau Belitung? Seperti disebut di atas, pulau Lengkuas pada masa lampau mulai dikenal karena dibangun mercusuar. Namun secara khusus menarik diperhatikan penampakan geomorfologis pulau eksotik, termasuk pulau Lengkuas dan sejarah mercusuar di kepualauan Belitung. Lantas bagaimana sejarah Pulau Lengkuas di pantai utara Pulau Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*. Peta 1894

Pulau Lengkuas di Pantai Utara Pulau Belitung; Geomorfologis Pulau Eksotik dan Sejarah Mercusuar Belitung

Sebelum pulau eksotik pulau Lengkuas menjadi popular, di masa lampau pulau Langkoeas hanyalah dianggap sebagai tempat persinggahan para nelayan, dan daratan yang dapat menyelamatkan para pelaut yang terdampar karena badai besar (di Laut Cina Selatan). Pulau ini juga adakalanya menjadi ranjau malam dalam navigasi pelayaran malam bagi kapten kapal yang kurang hati-hati. Itulah awal kisah pulau Langkoeas yang kini menjadi salah satu pulau pavorit di kepulauan Belitung. Dalam konteks inilah muncul dan pentingnya eksistensi mercusuar di pulau Langkoeas.


Seperti kita lihat nanti, sebelum tahun 1859 hanya ada satu lampu pantai, yaitu menara kayu di titik keempat (pulau) Jawa di dekat Anjer, yang runtuh pada tahun 1855, dan untuk itu dibangun menara batu sebagai gantinya. Memang ada berbagai suar dan penanda untuk navigasi siang hari, tetapi baru pada tahun tersebut sistem umum penerangan pantai diputuskan pada prinsipnya, yang diharapkan akan terwujud dalam waktu sekitar dua puluh lima tahun (untuk itu diperlukan dengan perkiraan dua juta gulden, dimana akan dibangun sepuluh mercusuar orde/kelas pertama, delapan belas mercusuar kedua, dan sepuluh mercusuar ketiga, serta dua belas lampu pelabuhan. Beberapa perubahan telah dilakukan pada program ini selama implementasi bertahap, tetapi kemudian lebih dari tiga puluh lampu pantai tersedia dan jumlah lampu pelabuhan bahkan lebih banyak. Secara umum, tampaknya di banyak titik lampu dengan ukuran yang lebih kecil sudah cukup, karena selain sembilan menara menara pertama dan delapan menara kedua, hanya ada satu lampu tingkat ketiga (Tjilatjap), tetapi ada lebih banyak lampu tingkat keempat dan orde kelima, sedangkan lampu pelabuhan diklasifikasikan di bawah orde keenam. Dari segi konstruksi, menara adalah: seluruhnya dari batu, seperti pada titik pertama pulau Jawa, Poeloe Bras, Tandjong Kalean (selat Bangka) pada titik kedua, Tjilatjap pada urutan ketiga, Batavia dan Makassar pada urutan keempat. Peta 1918

Pembangunan mercusuar di pulau Langkoeas dibangun setelah beberapa mercusuar dibangun di Bangka. Setelah mercusuar di Tandjoeng Kalian di Muntok (selesai 1865), dua mercu suar berikutnya di Pulau Tjelaka (pulau Liat) tahun 1869 dan di Ojoeng Laboe, pulau Lepar (Klippige Hoek) sebelah timur pulau Lepar (selat Macclefield) tahun 1870. Pembangunan mercusuar pulau Langkoeas bersamaan dengan di Si Medang tahun 1882.


Pada tahun 1881, sekretaris Menteri Koloni di Den Haag mengumumkan ke publik untuk tender pembangunan mercusuar di pulau Mendanau (lihat Nederlandsche staatscourant, 20-09-1881). Pembangunannya diketahui sudah berlangsung pada bulan Maret 1882 (lihat Bataviaasch handelsblad, 11-03-1882). Departemen Angkatan Laut pada bulan Desember 1883 mengumumkan telah diangkat seorang petugas pengawas lampu mercu suar di pulau Mendanau (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 24-12-1883). Disebutkan Panglima Angkatan Laut dan Kepala Departemen Angkatan Laut mengangkat A Wijkman sebagai Lichtopzicnter kelas 3 di Po, Mendanao, yang sebelumnya sebagai kustlight étabblissement kelas empat di pulau Duiven eiland. Secara keseluruhan mercusuar di pulau Mendanau selesai dibangun Februari 1884. Foto: Miki TV

Setelah urusan lampu mercu suar selesai di pulau Mendanau, pemerintah kemudian ingin memacu pembangunan di pulau tersebut. Tidak lama kemudian pemerintah menyewa kapal, untuk menyediakan lalu lintas regular untuk menghubungkan antara Tandjoeng Pandan dengan pulau Mendanau dan pulau Lengkoeas (lihat Bataviaasch handelsblad, 07-02-1884). Dalam hal inilah, di satu pihak navigasi pelayaran di sekitar pulau Langkoeas lebih aman, dan di pihak lain pulau Langkoeas akan memiliki transportasi regular.


Harus diingat bahwa pada saat itu, orang belum berpikir apa arti pulau Langkoeas yang eksotik. Orang hanya berpikir bahwa pulau Langkoeas adalah pulau yang jauh di tengah lautan. Hanya orang pada masa ini yang memiliki persepsi baru tentang pulau eksotik pulau Langkoeas sebagai destinasi wisata baru. Namun jika memperhatikan upaya pemerintah menyelenggarakan pelayaran secara regular ke pulau Lengkuas pada tahun 1884, tentu saja tidak dalam kepentingan pembangunan seperti di (pulau) Mendanau, dan tentu saja tidak hanya sekadar melayani petugas pengawas mercusuar di pulau Lengkuas. Yang jelas populasi penduduk tidak terdapat di pulau Lengkuas. Besar dugaan rute pelayaran ke pulau Lengkuas untuk mendukung para wisatawan untuk mengunjungi pulau Lengkuas yang eksotik.

Bagaimana prospek wisata ke pulau Lengkoeas pada permulaan dibangunnya mercusuar di pulau Lengkoeas tidak diketahui, dan juga bagaimana kelanjutan pelayaran dari kota Tanjung Pandan secara regular juga tidak terinformasikan. Yang jelas pada tahun 1934 satu kapal pesiar dari Batavia dilaporkan mengunjungi pulau Langkoeas (lihat De locomotief, 17-04-1934). Disebutkan kapal pesiar (jachtje) Moby Dick telah mengunjungi pulau Lengkoeas.


Dalam berita itu disebutkan kapal KPM Tosari telah membawa kapal pesiar Moby Dick dari Batavia, kemudian kapal pesiar itu diturunkan dekat dekat pulau mercusuar Langkoeas. Selain pemilik kapal pesiar, W Verploegh-Chassé, ada satu penumpang, satu djoroemoedi dan satu pelaut di dalamnya. Semuanya ada di kapal. Kapal pesiar kecil Moby Dick kemungkinan akan tiba di pelabuhan Tandjoeng Priok pada malam 17 April. Dari departemen bagian KPM diketahui bahwa kapal Tosari telah tiba hari ini di Tandjoeng Priok dengan, antara lain, sebagai penumpang di kapal Ny. Verploegh-Chassé dan dua anak, tetapi mereka tidak melakukan perjalanan di kapal pesiar. Oleh karena itu, W Verploegh-Chassé agen Javasche Bank di Batavia hanya melakukan perjalanan berlayar sendirian (tidak beserta keluarga).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Geomorfologis Pulau Eksotik dan Sejarah Mercusuar Belitung: Mengapa Mercusuar Dibangun di Pulau Langkoeas?

Pulau Langkoeas sebagai pulau eksotik adalah satu hal. Sementara pembangunan mercusuar di pulau Langkeoas adalah hal lain. Sedangkan sejarah pulau Langkoeas secara geomorfologis adalah hal lain lagi. Satu yang khas tentang pulau Langkoeas adalah terbilang gugus pulau-pulau kecil terjauh dari daratan pulau Belitung. Gugus pulau-pulau yang lain adalah pulau Kepayang dan gugus pulau Kelayang dan pulau Burung. Bentuk permukaan gugus-gugus pulau tersebut kurang lebih sama dimana hamparan bebatuan (besar dan kecil) cukup menonjol, yang menjadikan kawasan pulau menjadi eksotik.


Namun harus diingat hamparan bebatuan semacam ini di pulau-pulau eksotik juga ditemukan di pesisir pantai pulau-pulau lainnya, termasuk pulau besar, pulau Bangka dan pulau Belitung. Secara geomorfologi umumnya dalam pembentukan kepulauan Bangka dan kepulauan Belitung berasal dari era yang sama di zaman kuno, dimana permukaan pulau-pulau mengandung granit dan kuarsa. Dalam hal ini bebatuan besar seakan menggambarkan sisa area granit dan hamparan pasir di permukaan pulau, pesisir pantai dan bawah air (pasir laut yang putih) seakan mencerminkan sisa area permukaan pulau yang mengandung kuarsa.

Seperti halnya pulau-pulau lainnya di kawasan, pulau Langkoeas diduga pada awalnya lebih luas dari yang sekarang, bahkan ketinggiannya jauh lebih tinggi di masa lampau dibandingkan permukaan tertinggi pulau Langkoeas yang sekarang. Pengaruh cuaca (angin, hujan dsb) serta pengaruh arus laut dan gelombang (ombak) telah mengikis daratan pulau Langkoeas dari masa ke masa sehingga permukaan pulau Langkoeas di sejumlah area hanya meninggalkan hamparan bebatuan yang besar diantara permukaan granit. Bebatuan yang besar ini juga kemungkinan telah jauh lebih rendah karena lapisan tanah di bawah bebatuan terkikis karena erosi dan abrasi yang terus berlangsung sepanjang masa.


Area dimana mercusuar berada, merupakan permukaan pulau yang terdapat vegetasi (lingkaran kuning). ketinggiannya di atas permukaan laut memungkinkan terbentuknya tanah-tanah mineral yang dapat tumbuh vegetasi.  Beberapa pulau kecil hanya hampran bebatuan belaka, yang di satu sisi telah tererosi dari wujud aslinya dan di sisi lain tidak dimungkinkan kembali terbentuk tanah-tanah mineral untuk pertumbuhan vegetasi. Pulau-pulau hamparan bebatuan inilah di pulau Langkoeas terbilang area yang paling eksotik. Tentu saja ada kemungkinan pulau-pulau di sekitar yang telah lama hilang dan berpotensi hilang di atas permukaan laut (lingkaran putih). Hamparan bebatuan besar di sisi utara pulau Langkoeas seakan menjadi benteng pertahanan bagi keberadaan pulau Langkoeas yang masih hijau.

Pulau Langkoeas, area dimana terdapat hamparan bebatuan besar, pada masa lampau, pengaruh alam yang mengikis permukaan pulau, menyebabkan pulau-pulau yang hilang dan pulau-pulau yang menyisakan hamparan bebatuan telah mereduksi fungsi pulau alami yang berpotensi terbentuk pertumbuhan vegetasi. Permukaan pulau hamparan bebatua seakan tidak berguna lagi bagi mahluk hidup (pertumbuhan vegetasi dan tempat tinggal manusia), namun hukum alam selalu memberi manfaat, jika tidak kepada satu pihak tetapi bagi pihak yang lain, dimana suatu saat manusia akan melihatnya sebagai suatu keunikan dan keindahan tersendiri—suatu pulau hamparan bebatuan yang menjadi destinasi wisata baru yang eskotik. Boleh jadi salah satu diantara yang menyadarinya sejak awal adalah  W Verploegh-Chassé yang berkunjung ke pulau Lengkuas pada tahun 1934 (hanya sekadar untuk melihat hamparan bebatuan yang memunculkan keindahan baru).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar