Jumat, 16 Desember 2022

Sejarah Madura (39): Pulau Sapudi, Madura dan Gempa dari Masa ke Masa; Pelabuhan Sapudi di Gayam dan Pertanian Peternakan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini 

Bagaimana sejarah (pulau) Sapudi?  Pada masa lampau terjadi gempa terjadi tahun 1891 terbilang gempa yang besar (disebut gempa yang menakutkan). Gempa yang terjadi lebih satu abad lalu terjadi lagi gempa pada tanggal 11 Oktober 2018. Apakah ada sejarah pertanian dan sejarah peternakan di pulau Sapudi? Pulau Sapudi tidak jauh dari Pelabuhan Kalianget, Sumenep.


Pulau Sapudi adalah pulau yang terletak di sebelah timur dari Pulau Madura, masuk kedalam wilayah Kabupaten Sumenep. Di antara gugusan pulau-pulau di sebelah timur Pulau Madura, Sapudi merupakan pulau dengan penduduk terbanyak. Pulau ini terbagi atas dua administrasi kecamatan, yakni Nonggunong di bagian utara, dan Gayam di bagian selatan. Dikisahkan dahulu pulau Sapudi bermakna "Pulau Sapi" karena jumlah sapi lebih banyak dari jumlah penduduknya. Dahulu Sapudi dipimpin raja beragama Hindu yang dianut mayoritas masyarakatnya. Sunan Wirokromo Blingi dan Sunan Wirobroto Nyamplong yang berasal dari Sumenep kemudian mengadakan perubahan di Pulau Sapudi, kedua Sunan juga mengadakan dakwah. Dakwah berlangsung memakai metode kesenian ludruk, terasa pada sejumlah nama desa yang diberi nama alat-alat musik ludruk, serupa desa Gendang, desa Tukong (dari kata "gong"), dan lain-lain. Instrumen-instrumen musik itu memberi arti bagi sejarah desa-desa tersebut. Sampai saat ini, makam dua sunan itu banyak didatangi penziarah. Makam keramat kedua sunan ini terletak di dua tempat terpisah yaitu, Sunan Wirokromo di desa Belingi, kecamatan Gayam dan Sunan Wirobroto di desa Nyamplong, kecamatan Gayam. Mayoritas dihuni oleh suku Madura dengan minoritas suku Bajo, Mandar, Bugis, dan Kangean. Bahasa utama yang dituturkan bahasa Sapudi dialek bahasa Madura dan juga bahasa Bajo dan Mandar. Pulau Sapudi terkenal dengan keunggulan "karapan sapi". Ternak sapi yang masih secara tradisional di Sapudi menjadi mata pencaharian bagi penduduk di pedesaan atau pedalaman. Sapi karapan di Pulau Sapudi sering menjuarai kemenangan dalam lomba karapan se Madura (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah pulau Sapudi di wilayah Madura dan bencana gempa masa ke masa? Seperti disebut di atas, pulau Sapudi tidak jauh dari Pelabuhan Kalianget, Sumenep. Pulau Sapudi tidak hanya padat penduduk juga terkenal dengan peternakan sapi, Bagaimana dengan pertanian sendiri? Yang jelas sapi Sapudi unggul dalam karapan. Lalu bagaimana sejarah pulau Sapudi di wilayah Madura dan bencana gempa masa ke masa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*. Peta 1883

Pulau Sapudi di Wilayah Madura dan Bencana Gempa Masa ke Masa; Pelabuhan Sapudi dan Pertanian dan Peternakan

Nama Sapudi diduga nama yang berasal dari zaman kuno era Hindoe Boedha. Namun tidak teridentifikasi nama Sapudi dalam teks Negarakertgama (1365). Nama pulau Sapoedi telah disebut dalam pelayaran pertama ekspedisi Portugis (1511). Selama era VOC/Belanda tidak pernah disebut nama Sapudi, hanya nama-nama besar seperti Madoera, Soemanap, Sampang dan Pamekasan. Tentu saja pulau Sapudi sudah dikenal di Soemanap, tetapi karena tidak terlalu penting maka tidak pernah terlaporkan.


Nama pulau Madura disebut di dalam teks Negarakertagama (1365). Nama Sumenep baru ditemukan di dalam teks Pararaton (suatu teks yang diduga dibuat pada akhir Madjapahit/permulaan kehadiran orang Eropa). Nama Madura dan nama Sapudi diidentifikasi dalam peta Portugis tahun 1513. Bagaimana dengan ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman pada akhir tahun 1596? Disebutkan tiga kapal ekspedisi setelah dari Arosbaya melanjutkan ke Maluku, tetapi satu kapal mengalami kerusakan di pantai utara, kemudian berbelok di pulau Lombok dan kemudian masuk dari selatan selat Lombok dan berlambuh di pantai timur pulau Bali (Padang Bai). Dalam laporan Cornelis de Houtman tidak disebutkan nama Sapoedi.

Nama Sapudi baru dicatat pada awal Pemerintah Hindia Belanda (lihat Bataviasche koloniale courant, 16-02-1810). Disebutkan tiga kapal, satu tiang kapal rusak dan kemudian kapal tenggelam. Dua kapal lainnya dengan 20 orang Eropa mendarat di pulau Sapudi dan melakukan transaksi perdagangan dengan penduduk pulau. Catatan: pada masa ini Gubernur Jenderal Hindia Belanda adalah Daendels yang tengah menjalankan program pembangunan jalan trans-Java anatara Batavia ke Panaroekan. Dalam perkembangannya Pemerintah Hindia Belanda mendirikan otoritas pemerintah (dalam perdagangan) di pulau Sapudi.


Bataviasche koloniale courant, 21-09-1810; ‘Diangkat Sahbandhar di Sumanap, dan di pulau Talangoe, Giliang, Giliginting dan Giliradja, dan pulau-pulau kecil lainnya. Diangkat Sabandhar di pulau Sapudie, Raas, Kangean, dan lainnya di bawah kawasan terakhir, yang dinaungi oleh Sahbandhar Sumana, terkait dengan bea/retribusi beras dan padi yang diekspor kesana, uang kepala Cina, pekerjaan puncak, perusahaan sabung ayam, kuda, kerbau, sapi, kambing dan babi termasuk tiga puluh tiga ekor ayam, dan lima anjing sawah.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pelabuhan Sapudi dan Pertanian dan Peternakan: Bagaimana Riwayatnya Dulu?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar