*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini
Parada Harahap bukan ‘wong Solo’, tetapi lahir
di Padang Sidempoean ‘halak hita’. Akan tetapi Parada Harahap memiliki kaitan
erat dengan di Solo. Selama perjuangannya demi bangsa, sering ke Soerakarta, umumnya
terkait urusan perjuangan. Mulai dari kebangkitan pers pribumi hingga detik-detik
menjadi Indonesia. Parada Harahap bukan ‘halak Soerakarta’ tetapi ‘wong hita di
Solo’, akan tetapi pers di Jepang menjuluki Parada Harahap sebagai The King of
Java Press. Mengapa? Dr Soetomo mengetahui
persis yang membongkar kasus Poenalie Sanctie di Deli tahun 1918 adalah Parada
Harahap.
Parada Harahap (15 Desember 1899-11 Mei 1959) adalah seorang jurnalis Indonesia. Ia dijuluki King of the Java Press. Kemauannya yang keras dan semangat belajarnya yang tinggi, dilakukan secara otodidak maupun mengikuti kursus-kursus. Sejak bulan Juli 1914, ia bekerja sebagai leerling schryver pada Rubber Cultur Mij Amsterdam di Sungai Karang, Asahan. Kecerdasan dan daya ingat sangat baik Parada Harahap dapat menggantikan juru buku berkebangsaan Jerman. Selama bekerja di perkebunan belajar bahasa Belanda dan membaca surat kabar Sumatra Post dan surat kabar Benih Merdeka dan Pewarta Deli yang terbit di Medan. Pada tahun 1917 dan 1918 Parada Harahap membongkar kekejaman Poenale sanctie dan perlakuan di luar batas perikemanusiaan terhadap kuli-kuli kontrak asal Jawa yang dilakukan oleh tuan kebun. Karier jurnalisnya staf redaksi surat kabar Benih Merdeka. Kembali ke kampung halamannya dan memimpin surat kabar Sinar Merdeka (1919) dan majalah Poestaha. Surat kabarnya sebagian besar mengkritik kebijakan pemerintahan kolonial Belanda. Selama dua tahun di Padangsidempuan, telah 12 kali terkena delik pers serta berulangkali keluar masuk penjara. Pada tahun 1922 pindah ke Jakarta menerbitkan mingguan Bintang Hindia, Bintang Timur dan Sinar Pasundan. Parada Harahap adalah satu-satunya orang pertama yang mendirikan Akademi Wartawan di Jakarta. Pada masa pendudukan Jepang, dia dipercaya menjadi pemimpin redaksi surat kabar Sinar Baroe. Menjelang masa kemerdekaan pada tahun 1945 anggota BPUPKI, satu-satunya anggota BPUPKI berasal dari etnis Batak (Wikipedia).
Lantas bagaimana sejarah Parada Harahap dan Soerakarta, The King of Java Press? Seperti disebut di atas, selain De beste Inlandsch Jurnalietiek pada era Pemerintah Hindia Belanda, dan dijuluki pers di Jepang sebagai The King of Java Press, Parada Harahap adalah orang yang berani membongkar kasus Poenalie Sanctie di Deli. Kedekatannya dengan Solo sejak Kongres Pers Pribumi di Soerakarta hingga Gerakan Menjadi Indonesia di Solo. Lalu bagaimana sejarah Parada Harahap dan Soerakarta, The King of Java Press? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Parada Harahap dan Soerakarta, The King of Java Press; Poenalie Sanctie di Deli hingga Gerakan Menjadi Indonesia di Solo
Pada tahun 1927 adalah tokoh pers pribumi terpenting di Batavia. Pers (berbahasa) Belanda di Batavia menyebut Parada Harahap sebagai De beste inlandsche jurnalistiek. Pada tahun inilah Parada Harahap menginisiasi pertemuan para pemimpin organisasi kebangsaan di rumah Dr Hoesein Djajadiningrat. Hasil rapat mengangkat MH Thamrin sebagai ketua dan Parada Harahap sebagai sekretaris. Hasil rapat juga mengagendakan pertemuan berikutnya dengan mengundang lebih banyak pemimpin organisasi kebangsaan termasuk PNI (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 26-09-1927). Pertemuan inilah yang menjadi awal mula terbentuknya federasi organisasi kebangsaan.
Parada Harahap tidak sengaja terjun ke dunia pers. Ini bermula tahun 1918, Parada Harahap sebagai krani (juru tulis) di perkebunan tidak tega melihat hukuman yang dikenakan kepada para kuli asal Jawa, lalu melakukan investigasi diam-diam dan laporannya dikirimkan ke surat kabar Benih Mardika di Medan yang lalu kemudian para editor menyarikannya ke dalam beberapa artikel. Artikel yang laporannnya bersumber dari Parada Harahap masih dianggap biasa-biasa saja. Namun menjadi berbeda ketika surat kabar Soeara Djawa melansir semua artikel itu yang kemudian membuat heboh di Jawa. Pemerintah kaget, dan meminta melakukan investigasi di perkebunan. Namun yang pasti tidak lama kemudian diketahui Parada Harahap dipecat sebagai krani oleh perusahaan dimana dia bekerja. Parada Harahap kemudian hijrah ke Medan dan melamar ke Benih Mardika dan diterima sebagai anggota redaksi. Pada tahun 1919 Benih Mardika dibreidel, Parada Harahap yang sempat menjadi redaktur di Pewarta Deli memutuskan pulang kampong dan mendirikan surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempoean. Setali tiga uang, selama di Padang Sidempoean Tekena belasan kali delok pers dan beberapa kali masuk bui. Akhirnya Sinar Merdeka dibreidel. Pada tahun 1922 Parada Harahap hijrah ke Batavia dengan mendirikan surat kabar Bintang Hindia (lihat De Preanger-bode, 01-12-1922). Di bawah NV Bintang Hindia, Parada Harahap pada tahun 1925 mendirikan kantor berita pribumi pertama di Batavia dengan nama Alpena dimana sebagai redaktur direkrut WR Soepratman, yang belum lama keluar dari surat kabar Soera Kita di Bandoeng. Pada tahun 1925 ini Parada Harahap mendirikan organisasi kebangsaan termasuk di dalamnya Cina dan Indo dan juga mendirikan organisasi persnya. Pada tahun 1926 Parada Harahap di bawah NV Bintang Hindia mendirikan surat kabar baru Bintang Timoer. Pada tahun 1926 ini Parada Harahap berpolemik dengan pers (berbahasa) Belanda: serang menyerang soal nenek moyang pemilik Hindia.
Dalam pekembangannya dibentuk Panitia Pembentukan Federasi Organisasi Kebangsaan. Panitia ini kemudian mengadakan pertemuan para pemimpin organisasi kebangsaan di Bandoeng yang diselenggarakan pada hari Sabtu dan Minggu (lihat De Sumatra post, 30-12-1927). Disebutkan dalam pertemuan ini hadir: PNI diwakili oleh Ir Soekarno dan Ishaq; PSI diwakili oleh Dr Soekiman dan Shahbudin Latief; BO diwakili RMAA Koesoemo Oetojo dan Soetopo; Pasoedan diwakili Oto Kusumasubrata dan Soetisma Seudjaja; Soematranen Bond diwakili Parada Harahap dan Dachland Abdoellah; Kaoem Betawi diwakili Hoesni Thamrin, Klub Studi Indonesia diwakili oleh Soejono, Soenarjo, Gondo Koesoemo dan Soedjoto. Selain itu, pertemuan juga dihadiri tanpa afiliasi partai Soeroso, Soetadi, Mr Boediarto, Mr Soejardi, Mr Sartono, Dr Soerono dan Panoedjoe Darmobroto.
Dalam pertemuan para pemimpin (Indonesia) ini disepakati pembentukan federasi organisasi kebangsaan Indonesia yang diberi nama Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia disingkat PPPKI. Rancangan statute yang telah disiapkan oleh suatu komisi sebelumnya telah disetujui. Dalam penentuan pengurus, sempat diajukan nama Ir Soekano, tetapi menolak karena alasan kesibukan yang lain. Lalu pengurus disepakati dengan mengangkat Ishaq sebagai ketua dan Dr Samsi Widagda sebagai sekretaris. Pada pertemuan hari kedua, Dr Soekiman van Solo menjelaskan rencananya untuk menerbitkan organ tersendiri untuk Federasi. Usulan itu disetujui, yang kemudian membentuk sebuah panitia yang terdiri dari Parada Harahap dan Sartono, yang akan menyusun rencana umum pendirian yang rancangannnya diserahkan ke dewan dalam waktu satu bulan, sedangkan organ akan diterbitkan di Batavia. Juga dalam pertemuan ini agar para anggota Inlandsche Volksraad untuk memberikan dukungan dan kerjasamanya. Lalu manifesto dibuat: ‘Sebagaimana diketahui, pergerakan Indonesia kini berada pada tahapan penting. Ada kejelasan dalam barisan. Apa yang tadinya kacau, mulai terbentuk. Tekad tertinggi terletak pada Persatuan Nasional kita!...Tugas mendesak adalah menciptakan suatu bentuk di mana aktivitas berbagai partai Indonesia dapat dikonsolidasikan menjadi satu gerakan Bangsa Indonesia yang kuat. Sebagai hasil dari upaya ini, Permoefakattan Perhimpoenan-Perhimpoenan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) yang telah berdiri sekarang dapat ditawarkan kepada bangsa Indonesia sebagai bentuk solidaritas politik yang tepat…Perwujudan Kemerdekaan Nasional segera bergantung pada pengubahan yang nyata dari keanekaragaman yang ada menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Rakyat Indonesia! Ingatlah saat berdirinya Persatuan, yang menandai tonggak sejarah di jalan yang telah kita ambil untuk mendapatkan kembali hak-hak kita… Keadaan keragaman selama ini harus diakhiri. Akhirnya persatuan itu telah tiba…. Rakyat Indonesia! Ingat hari 17 Desember 1927 dimana federasi didirikan diantara hampir semua partai kita… Berikut yang telah bergabung dalam Federasi: Perserikatau Nasional Indonesia, Partai Sarikat Islam, Boedi Oetomo, Pasoendan, Sarikat Soematera (Persatuan Sumatera), Klub Studi Indonesia Soerabaja, Kaoem Betawi. Dewan sementara Federasi telah dipilih: Mr. Iskad Tjokrohadisoerjo sebagai ketua, Dr Samsi Sastrawidagda sebagai sekretaris bendahara. Setelah pertemuan pertama, pada tanggal 18 Desember 1927 dibahas kemungkinan mendirikan surat kabar harian yang akan menjadi juru bicara PPPKI….Untuk menunjukkan kepada rakyat Indonesia sekarang dengan perbuatan bahwa pengorbanan terbesar bangsa Indonesia tidak dilakukan dengan sia-sia oleh putra-putranya’.
Dalam perkembangannya diketahui bahwa pembangunan kantor PPPKI dibangun di Gang Kenari, agenda Kongres PPPKI pertama yang akan diadakan bulan September 1928 di Batavia. Sementara organ yang dijadikan sebagai suara PPPKI adalah surat kabar Bintang Timoer dengan membuat secara khusus edisi Semarang untuk Midden Java dan edisi Soerabaja untuk Oost Java. Sebagai kepala kantor PPPKI di Gang Kenari adalah Parada Harahap, yang mana Parada Harahap hanya memajang tiga foto di dinding yakni Soeltan Agoeng, Ir Soekarno dan Mohamad Hatta. Sementara panitia Kongres PPPKI telah dibentuk dengan menunjuk Dr Soetomo sebagai ketua Panitia dan sekretaris Ir Anwari.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Poenalie Sanctie di Deli hingga Gerakan Menjadi Indonesia di Solo: Orang Jawa di Deli, Orang Batak di Soerakarta
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar