*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini
Narasi sejarah masa kini lebih
cenderung propaganda sejarah. Artinya ada peristiwa dan pelaku sejarah yang
ditinggikan, sebaliknya ada pula yang direndahkan. Sejarah sendiri sejatinya
adalah narasi fakta dan data. Dalam hal ini nama Raden Mas Sarsito Mangoenkoesoemo
kurang terinformasikan yang hanya disebut sebagai bagian penting dari
eksisitensi Solosche Radio Vereeniging. Namun bagaimana sejarah yang sebenarnya
tentang Ir Sarsito tidak terinformasikan, alias minim dalam narasi sejarah masa
kini.
Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia adalah organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda yang berdiri pada tahun 1908. Indische Vereeniging berdiri atas prakarsa Soetan Kasajangan Soripada dan R.M. Noto Soeroto yang tujuan utamanya ialah mengadakan pesta dansa-dansa dan pidato-pidato. Sejak Cipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) masuk, pada 1913, mulailah mereka memikirkan mengenai masa depan Indonesia. Mereka mulai menyadari betapa pentingnya organisasi tersebut bagi bangsa Indonesia. Semenjak itulah vereeninging ini memasuki kancah politik. Waktu itu pula vereeniging menerbitkan sebuah buletin yang diberi nama Hindia Poetera, tetapi isinya sama sekali tidak memuat tulisan-tulisan bernada politik. Semula, gagasan nama Indonesisch (Indonesia) diperkenalkan sebagai pengganti indisch (Hindia) oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander (pribumi) diganti dengan indonesiër (orang Indonesia). Pada September 1922, saat pergantian ketua antara Dr. Soetomo dan Herman Kartawisastra organisasi ini berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging. Saat itu istilah "Indonesier" dan kata sifat "Indonesich" sudah tenar digunakan oleh para pemrakarsa Politik Etis. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah Sarsito, sarjana teknik lulusan Delft? Seperti disebut di atas, Ir Sarsito merupakan salah satu tokoh penting pendirian Solosche Radio Vereeniging di Soerakarta. Sarsito yang studi ke Belanda tentu saja berkenalan dengan rekan sesame orang Hindia di dalam organisasi kebangsaan Indische Vereeniging yang kelak namanya diubah menjadi Perhimpoenan Indonesia. Lalu bagaimana sejarah Sarsito, sarjana teknik lulusan Delft? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Sarsito, Sarjana Teknik Lulusan Delft; Organisasi Mahasiswa Indische Vereeniging Menjadi Perhimpoenan Indonesia
Raden Mas Sarsito setelah lulus sekolah dasar Eropa/Belanda (ELS), melanjutkan studi ke sekolah menengah (HBS) di Semarang. Pada tahun 1917 RM Sarsito lulus ujian di HBS naik dari kelas empat ke kelas lima (lihat De Indiee, 24-04-1917). Pada tahun 1918 RM Sarsito lulus ujian akhir HBS (lihat De Indier, 25-05-1918). RM Sarsito tidak melanjutkan studi ke Belanda tetapi langsung bekerja. Namun pada tahun 1919 RM Sarsito berangkat ke Belanda. Apakah untuk studi? Catatan: perguruan tinggi belum ada di Hindia, tetapi harus ke Belanda.
RM
Sarsito langsung melamar kerja dan diangkat sebagai adjunct-landméter (lihat De
locomotief, 28-08-1918). Ini mengindikasikan RM Sarsito di HBS berada di
jurusan IPA (afdeeling-B). Tapi tampaknya RM Sarsito berubah pikiran,
meninggalkan pekerjaannya, lalu berangkat ke Belanda pada tahun 1919 (lihat Het
nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 12-08-1919). RM Sarsito akan berangkat
dari Tandjoeng Priok tanggal 13 Agustus 1919 dengan kapal Insulinde. Ada
beberapa pribumi dalam manifes kapal yakni RM Soebono, R Soetisno dan A Rivai
dengan istri.
Di Belanda, RM Sarsito belum diketahui apakah untuk studi. Yang jelas, RM Sarsito ikut berpartisipasi dalam suatu penampilan seni (tari) Jawa dalam mengisi salah satu mata acara dalam resepsi orang Prancis (lihat La gazette de Hollande, 08-01-1920). Penampilan tersebut dipimpin oleh RM Noto Soeroto. Dari nama-nama yang berpartisipasi tidak ada nama yang tengah studi di Belanda. RM Noto Soeroto sendiri sudah lulus sarjana beberapa tahun lalu.
Pada
tahun 1908 Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan menginisiasi pendirian
organisasi kebangsaan di Belanda. Lalu Soetan Casangan meminta bantu RM
Soemitro yang baru diterima di Universitas untuk mengundang seluruh orang pribumi
yang studi di Belanda untuk berkumpul di tempat kediamannya di Leiden. Jumlah
maha-siswa yang hadir sebanyak 15 orang pada tanggal 25 Desember 1908. Lalu
sepakat dibentuk organisasi dengan nama Indische Vereeniging dimana secara
aklamasi mengangkat Soetan Casajangan sebagai ketua dan sekretaris RM Soemitro.
Lalu dibentuk komite untuk Menyusun AD/ART yang terdiri dari Soetan Casajangan,
RM Soemitro, Husein Djajaningrat dan Raden Kartono (abang dari RA Kartini). Diantara
yang 15 orang yang hadir termasuk Raden Mas Noto Soeroto dan Abdoel Rivai
(teman sekapal RM Sarsito ke Belanda).
Siapakah RM Sarsito? Yang jelas salah satu mahasiswa (kedokteran) di Belanda adalah Goenawan Mangoenkoesoemo (adik Dr Tjipto Mangoenkoesoemo) yang juga menjadi salah satu pendiri Boedi Oeotmo di Batavia pada tahun 1908 bersama Raden Soetomo (yang saat ini sebagai dokter bertugas di Palembang. Goenawan Mangoenkoesoemo adalah ketua Indische Vereeniging sejak 1919 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 30-04-1919). Goenawan Mangoenkoesoemo menggantikan Notodiningrat.
Pada pengurusan Indische Vereeniging yang dipimpin oleh Loekman
Djajadiningrat (1915-1917) diadakan Kongres Hindia pada tahun 1917. Kongres ini
dipimpin oleh HJ van Mook. Dalam kongres yang berteme peningkatan pendidikan ini
juga turut berpartisipasi perwakilan Indische Vereeniging dan Chung Hwa Hua
(organisasi mahasiswa Cina asal Hindia Hindia). Tiga anggota Indische
Vereeniging berbicara yakni Sorip Tagor Harahap, Dahlan Abdoellah dan Goenawan Mangoenkoesoemo
serta Todoeng Harahap gelar Soeran Goenoeng Moelia. Dalam kongres ini,
perwakilan Indische Vereeniging meminta perhatian peserta kongres bahwa mereka jangan
disebut Indier (orang Hindia) atau pribumi (orang asli) tetapi adalah Indonesier
(orang Indonesia). Sejak kongres inilah nama Indonesia dipakai oleh berbagai
pihak sebagai entitas pribumi seperti perusahaan asusransi (Perusahaan Asuransi
Indonesia) yang didirikan Ratoelangi dkk di Bandoeng (GSSJ Ratulangi ketua Indisch
Vereeniging periode 1913-1915). Seperti kita lihat nanti Goenawan Mangoenkoesoemo
sebagai ketua Indische Vereeniging digantikan oleg Dahlan Abdoellah.
Bagaimana kabar berita Sarsito? Satu yang jelas ada tiga dokter pribumi yang mendapat beasiswa Pemerintah Hindia Belanda untuk melanjutkan studi ke Belanda pada tahun 1919 ini yakni Dr R Soetomo, Dr M Sjaaf, dan Dr Sardjito. Pada tahun 1919 ini salah satu anggota Indische Vereeniging meraih gelar doctor (Ph.D) di bidang hukum, yakni Mr Raden Mas Gondowinoto (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 30-04-1919). Sedangkan yang lulus sarjana tahun ini adalah Toedoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia di Universiteit te Leiden.
Raden Mas Gondowinoto meraih gelar doctor di bidang hukum tanggal 21 Februari 1919. RM Gondowlnoto, lahir di Djokjakarta, memperoleh gelar Doctor of Jurisprudence di Universitiet te Leiden. Ini telah menambah jumlah sarjana pribumi yang meraih gelar doctor di Belanda. Yang pertama meraih gelar doctor adalah Mr Hoesein Djajadiningrat pada tahun 1913 (di Universiteit te Leiden), kemudian disusul Dr Sarwono (medis, 1919) dan Mr. Gondowinoto.
Di Univesiteit Amsterdam Dr R Soetomo dan Dr M Sjaaf lulus ujian masuk kedokteran bilan November 1920 (lihat De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 19-11-1920). Sementara yang lulus sarjana pada tahun 1920 adalah Sorip Tagor Harahap, lulus dokter hewan di sekolah Veeartsenschool di Utrecht (sebagai dokter hewan yang pertama orang Indonesia). Nama Sarsito sendiri baru terinformasikan pada tahun 1922 (lihat Delftsche courant, 01-06-1922). Disebutkan lulus ujian propaedeutisch examen untuk civiel-ingenieur Raden Mas Sarsito di Universiteit te Delft. Ini mengindikasikan RM Sarsito diterima tahun sebelumnya, 1921 di Delft (jika tidak ada halangan).
Pada tahun 1921 yang menjadi ketua Indische Vereeniging adalah Achmad Soebadjo (1920-1921). Pada tahun 1920 ini Soetan Casajangan datang dari tanah air ke Belanda untuk memenuhi undangan presentasi dari organisasi East en West di Leiden yang dalam kesempatan ini juga Soetan Casajangan berbicara di Indische Vereeniging yang langsung dipandu oleh Achmad Soebardjo. Lalu kemudian Achmad Soebardjo digantikan oleh Raden Soetomo (1921-1922). Seperti halany Goenawan Mangoenkoesoemo, tentulah bagi R Soetomo tidak sulit jabatan ini, apalagi hanya untuk masa satu tahun, sebab R Soetomo adalah ketua Boedi Oetomo pada saat pendirian tahun 1908 (dimana juga Soetan Casajangan di Belanda sebagai ketua Indische Vereeniging). Pada tahun 1922 setelah tidak menjabat lagi, di Belanda dibentuk organisasi dokter Hindia cabang Belanda dimana sebagai ketua Dr R Soetomo, dengan sekretaris Dr Sitanala dan bendahara Dr Slamet (lihat De Preanger-bode, 07-08-1922).
Pada tahun 1922 ini di Universiteit te Delf lulus
ujian dan meraih sarjana di bidang teknik kimia yakni Ir Soerachman. Di Universitad
Delft, Ir Soerachman tergolong lulusan pribumi pertama. Pada tahun 1922
sejumlah anggota Indische Vereeniging di Universiteit te Delft dalam berbagai
bidang dan juga ada beberapa mahasiswa yang tergabung dalam Chung Hwa Hua. Pada
tahun ini lulus dokter di Tan Ing An kelahiran Pekalongan. Untuk sekadar
ditambahkan, mahasiswa pertama di universitas Delft ini adalah Raden Kartono (masuk
tahun 1895) namun dalam perkembangannya pindah ke Leiden (bidang studi sastra).
Pada tahun 1924 RM Sarsito lulus ujian kandidat insinyur sipil di
Universiteit te Delft (lihat De Maasbode, 03-07-1924). Disebutkan RM Sarsito
lahir di Soerakarta. Ini berarti RM Sarsito tinggal selangkah lagi menjadi insinur
sipil. Sementara itu di tanah air sejak 1920 telah didirikan sekoleh tinggi teknik
(THS) di Bandoeng. Raden Soekarno masuk tahun 1921. Ini berarti pula jika
lancar R Soekarno dan RM Sarsito akan menjadi insinyur Teknik sipil tahun 1925.
Catatan: Lebih dari separuh mahasiswa di Delft adalah kelahiran Hindia (sebagian
besar orang-orang Belanda yang lahir di Hindia. Mengapa? Orang tua mereka
kaya-kaya).
Akhirnya RM Sarsito lulus ujian akhir di Delft dan mendapat gelar insinyur sipil (lihat De standard, 27-03-1925). Bagaimana dengan Raden Soekarno di THS Bandoeng? Tampaknya belum. Yang jelas tidak lama setelah RM Sarsito lulus di Delft, pada bulan berikutnya Mr Alinoedin Siregar gelar Radja Enda Boemi kelahiran Padang Sidempoean meraih gelar doktor (Ph.D) di bidang hukum di Univesiteit te Leiden. Satu yang pasti lagi bahwa bulan April ini diiklankan telah menikah dengan noni Belanda M Schavers (lihat Haagsche courant, 25-04-1925).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Organisasi Mahasiswa Indische Vereeniging Menjadi Perhimpoenan Indonesia: Soetan Casajangan hingga Dr Soetomo
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di
blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah
menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping
pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas
Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat
tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton
sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan
sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam
memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini
hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish).
Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar