Senin, 20 Februari 2023

Sejarah Pers di Indonesia (30): Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia; Berakhir Sudah Pers Belanda Setelah Ratusan Tahun


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Sejatinya Kerajaan Belanda di Indonesia baru dimulai tahun 1800 dengan dibentuknya Pemerintahan Hindia Belanda (sebagai bagian, salah satu provinsi dari negara Belanda). Sebelumnya pada era VOC (yang dimulai sejak 1619) hanyalah suatu perusahaan (VOC) yang melakukan kontrak-kontrak Kerjasama dengan para pemimpin local di berbagai wilayah (kerajaan-kerajaan). Oleh karena itu nasionalisasi perusahaan Belanda di Indonesia, harus menarik garis waktu sejak dibentuk Pemerintah Hindia Belanda dan terbentuknya Negara Republik Indonesia. Nasionalisasi perusahaan belanda di Indonesia adalah tanda berakhir sudah pers Belanda setelah ratusan tahun.


Undang-Undang No. 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan Belanda. Pasal 1. Perusahaan-perusahaan milik Belanda yang berada di wilayah Republik Indonesia yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dikenakan nasionalisasi dan dinyatakan menjadi milik yang penuh dan bebas Negara Republik Indonesia. Pasal 2 ayat (1) Kepada pemilik-pemilik perusahaan-perusahaan tersebut dalam pasal 1 di atas diberi ganti-kerugian yang besarnya ditetapkan oleh sebuah Panitya yang anggota-anggotanya ditunjuk oleh Pemerintah. Ayat (2) Atas keputusan Panitya tersebut pada ayat 1 di atas maka baik pemilik perusahaan maupun Pemerintah dapat meminta pemeriksaan banding kepada Mahkamah Agung yang akan memberi keputusan terakhir menurut acara pemeriksaan banding di hadapannya antara pemilik perusahaan dan Negara Republik Indonesia sebagai pihak yang bersangkutan. Ayat (3) Pembayaran ganti-kerugian seperti termaksud di atas selanjutnya akan diatur dalam Undang-undang tersendiri. Pasal 3 ayat (1) Ketentuan-ketentuan tersebut dalam "Onteigeningsordonnantie (Stb.1920 No. 574)" untuk nasionalisasi ini tidak berlaku. Ayast (2) Ketentuan-ketentuan pokok tentang pelaksanaan serta akibat-akibat lebih lanjut daripada penyataan seperti termaksud dalam pasal 1 diatas, akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 4 Ayat (1) Peraturan Pemerintah seperti termaksud dalam pasal 3 ayat (2) diatas, dapat mengancamkan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun dan/atau hukuman denda setinggi-tingginya satu juta-rupiah atas pelanggaran aturan-aturannya. Ayat (2) Segala tindak pidana seperti termaksud dalam ayat (1) pasal ini adalah kejahatan. Ayat (3) Mereka yang disangka atau didakwa melakukan kejahatan seperti termaksud dalam ayat (1) diatas, dapat ditahan menurut cara yang dilakukan terhadap tersangka-tersangka atau terdakwa-terdakwa yang melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau lebih. Ayat (4) Semua peraturan tentang hukum acara pidana mengenai penahanansementara dilakukan terhadap mereka yang dimaksudkan dalam ayat (3) di atas. Pasal 5. Setiap perjanjian atau perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah seperti termaksud dalam pasal 3 ayat (2) di atas adalah batal karena hukum. Pasal6. Undang-undang ini    dapat disebut "Undang-undang    Nasionalisasi Perusahaan Belanda". Pasal 7. Undang-undang   ini   mulai   berlaku   pada   hari   diundangkan   dan mempunyai daya surut sampai tanggal 3 Desember 1957.  Disahkan di Jakarta pada tanggal 27 Desember 1958. Presiden Republik Indonesia, ttd. Soekarno.

Lantas bagaimana sejarah nasionalisasi perusahaan Belanda di Indonesia? Seperti disebut di atas nasionalisasi perusahaan Belanda di Indonesia adalah tanda berakhir sudah pers Belanda setelah ratusan tahun. Lalu bagaimana sejarah nasionalisasi perusahaan Belanda di Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia; Berakhir Sudah Pers Belanda Setelah Ratusan Tahun

Undang-Undang No. 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan Belanda adalah puncak dari proses nasionalisasi yang terjadi di Indonesia setelah pengakuan kedaulatan Indonesia Belanda (berlaku sejak 27 Desember 1949). Pada tataran swasta, sudah berlangsung sejak awal, apakah yang dilakukan oleh pemerintah (RIS) terhadap swasta atau swasta (Indonesia) dengan swasta (asing). Undang-Undang No. 86 Tahun 1958 terutama ditujukan untuk menutup keberadaan perusahaan (Pemerintah Belanda) di Indonesia (BUMN Belanda menjadi BUMN Indonesia). Dalam konteks inilah terjadi nasionaliasi dalam bidang pers di Indonesia.


Sejak kehadiran (kembali) Belanda/NICA di Indonesia (setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia) surat kabar berbahasa Belanda investasi orang Eropa/Belanda lambat laun semakin bertambah. Surat kabar pertama adalah Het Daghblad yang terbit di Batavia (sejak Oktober 1945), lalu kemudian De nieuwsgier di Batavia, sejak akhir 1945); Nieuwe courant di Soerabaja (sejak Januari 1946); De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad di Semarang (surat kabar lama, diterbitkan kembali September 1947); Algemeen Indisch dagblad : de Preangerbode di Bandoeng (surat kabar lama, diterbitkan kembali dengan versi baru sejak 1947); Het nieuwsblad voor Sumatra di Medan (sejak Juli 1948); Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie di Batavia (surat kabar lama, tertua sejak 1853, diterbitkan kembali September 1949). Pada tahun 1952 ini Java Bode akan berumur satu abad di Indonesia.

Yang terbilang pertama dalam upaya nasionalisasi di Indonesia disuarakan oleh Partai Masjumi (lihat Indische courant voor Nederland, 04-01-1950). Disebutkan dalam kongresnya di Djokja, Partai Masyumi telah menyusun program mendesak, dari berbagai bidang antara lain menyangkut kebijakannya terhadap program economiic yakni sehubungan dengan kehidupan ekonomi, program tersebut berbunyi: segera nasionalisasi bank sirkulasi, pendirian bank umum negara oleh RIS.


Bank sirkulasi pada masa RIS ini masih dijalankan oleh perusahaan swasta Java Bank. Dalam hal nasionalisasi hal itu tidak sulit hanya dibutuhkan proses negosiasi antara pemerintah dengan pihak swasta. Java Bank yang berperan sebagai bank sirkulasi kemudian diakusisi menjadi Bank Indonesia. Pendirian bank umum negara dalam hal ini adalah bank yang dibangun sendiri menjadi Bank BNI 1946. Akuisisi GIA kemudian lebih mudah dilakukan karena GIA sendir merupakan perusahaan patungan antara KLM dengan pemerintah RIS.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Berakhir Sudah Pers Belanda di Indonesia Setelah Ratusan Tahun: Kilas Balik Pers Belanda Diantara Pers Pribumi/Indonesia dan Pemerintah Hindia Belanda

Kegiatan pers (surat kabar, majalah dan radio), apa pun bahasa yang digunakan dibangun di atas pondasi bisnis (atas izin pendirian usaha firma atau NV dengan izin penerbitan). Untuk bisa bertahan, berkesinambungan dari waktu ke waktu, bisnis (pers) harus menguntungkan. Keuntungan dibangun dengan meningkatkan pendapatan dan menekan pengeluaran. Pendapatan antara lain hasil penjualan koran dan tarif iklan; sementara pengeluara untuk pembelian kertas, manajemen, petugas administrasi dan para jurnalisnya. Salah satu surat kabar tua di Indonesia yang berasal dari era Pemerintah Hindia Belanda adalah Java Bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie. Pada tahun 1952, surat kabar berbahasa Belanda Java Bode yang diterbitkan di Batavia/Djakarta ini berusia satu abad.


Surat kabar yang juga terbilang sudah lama adalah surat kabar yang diterbitkan di Semarang De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad pada tahun 1863. Dibanding surat kabar berbahasa Belanda lainnya pada er Pemerintah Hindia Belanda, surat kabar Java Bode dan surat kabar De locomotief terbilang lebih adil bagi orang pribumi. Tidak terlalu mengandung permusuhan. Dua surat kabar itu dijalankan dengan prinsip jurnalistik yang ((cenderung) netral. Hal itu boleh jadi laku juga diantara orang pribumi, yang dengan begitu, sirkulasinya tinggi, menguntungkan dan menjadi bisa bertahan lama. Pada masa pendudukan Jepang, semuan surat kabar berbahasa Belanda tutup termasuk Java Bode dan De Locomotief. Seperti disebut di atas, De Locomotief diterbitkan kembali tahun 1947 dan Java Bode pada tahun 1949.

Pada ulang tahun satu abad tahun 1952, surat kabar Java Bode menerbitkan edisi khusus ulang tahun (lihat edisi Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 11-08-1952). Dalam edisi khusus yang sangat tebal ini salah satu jurnalis pribumi yang diminta menulis adalag Parada Harahap.  Dalam edisi ini Parada Harahap menulis artikel dengan judul ‘De Java Bode in de Pers van Indonesie’. Dari judul artikel itu mengindikasikan pers Indonesia sejak era Pemerintah Hindia Belanda percaya akan pendirian dan misi jurnalistiknya sehingga isinya juga dilansir surat kabar pribumi/orang Indonesia.


Parada Harahap sebelum mendirikan surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempoean tahun 1919, sudah pernah menjawab sebagai redaktur di Medan pada surat kabar Benih Mardika, surat kabar Pewarta Deli dan pemimpin surat kabar perempuan Perempoean Bergerak. Pada tahun 1922 Parada Harahap hijrah ke Batavia dengan mendirikan surat kabar Bintang Hindia di bawah usaha NV Bintang Hindia. Dalam perkembangan berikutnya Parada Harahap dengan bendara NV Bintang Hindia mendirikan surat kabar Bintang Timoer pada tahun 1926. Sejak tahun 1936 surat kabar Parada Harahap adalah Tjaja Timoer hingga terjadi pendudukan Jepang. Menjelang kemerdekaan Indonesia semasa pendudukan Jepang Parada Harahap termasuk salah satu anggota BPUPKI. Pada permulaan pengakuan kedaulatan Indonesia, semasa RIS, Parada Harahap ditunjuk sebagai Kepala Dinas Penerangan Negara Indonesia Timur yang kemudian ditarik ke pusat sebagai salah satu pejabat di Kementerian Penerangan (saat Menteri Mononutu) sebagai Hoofd Afdeling Pers en Publiciteit van het Ministerie van Voorlichting. Jabatan ini sudah pernah dijabat oleh Parada Harahap pada tahun 1946 di Kementerian RI yang beribukota di Jogjakarta (lihat Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 15-10-1946). Namun cabinet (RIS) yang dipimpin oleh Mohamad Hatta ini harus berakhir 6 September 1950. Parada Harahap lalu kembali ke dunia jurnalistik.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar