Jumat, 17 Maret 2023

Sejarah Malang (48): Lapangan Terbang di Wilayah Malang di Pakis;Lapangan Terbang Bugis Kini Jadi Nama Abdulrachman Saleh


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini

Tempo doeloe nama lapangan terbang mengikuti nama kampong. Karena di kampong itulah diletakkan lapangan terbang. Nama tempat berhak mendapat nama. Lapangan terbang sendiri adalah heritage dan jangan lupa nama kampong juga heritage. Lapangan terbang yang dibangun pada era Pemerintah Hindia Belanda terdapat antara lain di kampong-kampong Tjililitan, Polonia, Andir, Magoewo dan Bugis,


Bandar Udara Abdul Rachman Saleh adalah bandar udara terletak di Pakis, kabupaten Malang, 17 km arah timur dari pusat Kota Malang. Bandara Abdulrahman Saleh memiliki dua landasan pacu yang pertama untuk pesawat-pesawat bermesin propeller dan yang kedua untuk jenis pesawat bermesin jet dengan panjang 2.300 m. Nama bandara ini diambil dari salah satu pahlawan nasional Indonesia: Abdulrahman Saleh, dan sebelumnya bernama Lapangan Terbang Bugis. Pangkalan udara dibangun oleh pemerintahan Belanda pada era 1937-1940 bersamaan dengan pembangunan pangkalan-pangkalan udara lain seperti di Madiun, di Solo, dan di Jogjakarta. Lanud Abdulrachman Saleh berada di lembah Bromo dan dikelilingi oleh beberapa gunung yaitu Gunung Semeru (3.676 m) di sebelah timur, Gunung Arjuno (3.339 m) di sebelah utara, dan Gunung Kawi (2.551 m) dan Gunung Panderman (2.045 m) di sebelah barat. Pangkalan Udara Abdulrachman saleh terletak di Kecamatan Pakis Kabupaten Malang. Pada 17 Agustus 1952, dikeluarkannya surat Penetapan Kepala Staf Angkatan Udara yang berisi perubahan nama-nama Pangkalan Udara tipe A salah satunya adalah perubahan Pangkalan Udara Bugis menjadi Pangkalan Udara Abdulrachman Saleh. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah lapangan terbang di wilayah Malang di Pakis? Seperti disebut di atas, lapangan terbang di wilayah Malang berada di kampong Bugis. Kinin ama lapangan terbang Bugis berubah nama menjadi Abdul Rachman Saleh. Lalu bagaimana sejarah lapangan terbang di wilayah Malang di Pakis? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Lapangan Terbang di Wilayah Malang di Pakis; Lapangan Terbang Bugis Berubah Nama Abdul Rachman Saleh

Pambangunan lapangan terbang di suatu kota, sangat ditentukan banyak factor.  Awalnya hanya lapangan terbang untuk kebutuhan militer. Namun dalam perkembangannya diintegrasikan dengan kebutuhan komersil. Salah satu pertimbangan komersil adalah dekat dengan kota dimana umumnya portensi penumpang sangat tinggi. Hanya kota-kota yang memiliki populasi orang Eropa/Belanda yang sangat banyak yang menjadi perhatian investor.


Hingga tahun 1935 sudah cukup banyak lapangan terbang dibangun termasuk di Batavia, Medan, Bandung dan Soerabaja. Sejauh ini belum ada isu terhadap kebutuhan pembangunan lapangan terbang di Malang. Seperti halnya Soerakarta begitu dekat ke Semarang dan Jogjakarta, demikian pula antara Malang dengan Soerabaja. Jalur penerbangan militer/komersil di Hindia Belanda pada tahap awal dari Batavia, Moentok, Soengapoera dan Medan. Baru kemudian Batavia, Soebang (Kalidjati), Semarang dan Bandoeng, lalu Gresik dan Singaradja. Dalam perkembangan lapangan terbang Gresik dialihkan ke Soerabaja (Morokrembangan).

Pada tahun 1937 di Malang mulai ada isu untuk kebutuhan lapangan terbang (lihat De Indische courant, 23-01-1937). Isu ini muncul seiring dengan pengembangan lebih lanjut pembangunan perumahan mewah di Kota Malang. Dalam konteks inilah ada tiga area ideal dimana lapangan terbang yang dapat dibangun. Singosari (sudah ada lapangan terbang militer di Gondoredjo, Singosari, di kaki gunung Gondomaji) meski ideal tetapi cukup jauh dari kota. Akan tetapi ada yang menilai lebih layak di timur Malang tetapi kecenderungannya yang diusulkan berda di barat Malang. Namun dalam perkembangannya ada yang mengusulkan ke Malang selatan, tetapi militer di Bandoeng menolak, dan lebih mempersilahkan untuk meningkatkan yang sudah ada di Singosari.


Perkembangan penerbangan sipil yang begitu cepat, telah memperuncing perbedaan penetapan lapangan terbang militer dan lapangan terbang komersil. Memang untuk demi efisiensi lapangan terbang militer dan komersil berbagai dalam satu lapangan. Akan tetapi ada pertimbangan lain dari militer yang justru berbeda dengan animo pasar (para warga pengguna). Di Batavia, lapangan terbang Tjililitan berawal dari lapangan terbang militer yang kemudian dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan penerbangan sipil, akhir dianggap terlalu jauh dari kota. Akhirnya muncul gagasan pembangunan lapangan terbang (sipil) di Kemajoran, yang pembangunannya pada tahun 1937.  Lalu apakah hal serupa ini yang akan terjadi di Malang? Fakta bahwa di Semarang dan Soerabaja telah memiliki lapangan baru dalam tujuan penerbangan sipil tersebut.

Pada tahun 1938 soal-soal pertimbangan militer dalan pembangunan lapangan terbang di komersil di Malang tidak hanya perihal teknis lokasi dan kebutuhan pertahanan (militer) bagi Angkatan Darat, tetapi juga adanya rencana departemen penerbangan (militer) untuk memindahkan sekolah penerbangan dari Bandoeng (Andir) ke Malang (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 25-07-1938).


Nun jauh di sana di Eropa, kerajaan Belanda yang termasuk radar ancaman dari Jerman, pemerintah Kerajaan Belanda juga telah mempertimbangkan untuk meningkatkan departemen penerbangan (militer) Hindia Belanda menjadi lembanga yang terpisah dan mandiri. Dalam hubungan ini akan diangkat untuk menjabat Inspektur Penerbangan (Kolonel van Oven) dan para komandan di lapangan terbang Tjililitan, Andir. Kalidjati dan kemudian di Malang dengan pangkat Majoor yang efektik diberlakukan pada tahun 1939 (lihat De Telegraaf, 20-08-1938). Diantara empat lapangan terbang yang sudah benar siap adalah Kalidjati dan Andir. Juga disebutkan sebagian dari Bandoeng telah dipindahkan ke Malang seperti pesawat pembom. Tjililitan dekat Batavia, yang sampai sekarang melayani penerbangan sipil, akan sepenuhnya menjadi lapangan terbang militer.  

Penyediaan lapangan terbang komersil di Malang tak kunjung menemukan bentuk. Pengaruh kebutuhan militer di Malang lebih kencang dari pengaruh kebutuhan komersil di Malang. Seiring dengan perkembangan situasi dan kondisi di Eropa, dan di Asia, justru yang menjadi prioritas di Malang adalah peningkatan lapangan terbang militer di Singosari yang segera akan diperpanjang, untuk mengantisipasi seabagai cadangan lapangan terbang militer sebagai tambahan pertahanan di Soerabaja (lihat De Indische courant, 20-10-1938). Juga disebutkan adanya rencana yang telah dipertimbangkan untuk pembanggunan sebuah lapangan terbang baru, yang pilihannya telah dibuat di sebidang tanah luas yang berlokasi strategis di selatan jalan raya Blimbing-Wendit. Namun medan di sebelah barat Singosari dianggap militer masih menawarkan peluang terbaik.


Kebutuhan lapangan terbang sipil dio Malang terkesan di kebelakangkan. Kebutuhan lapaangan militer yang tengah mengemuka. Jika lapangan terbangan (barat) Singodari yang akan diperpanjang, juga telah muncung gagasa baru yang mengarahkan pengembangan lapangan terbang militer dengan membangun baru di area antara kampong Blimbing dan kampong Wendit (sebelah timur laut Kota Malang). Apakah jika pilihannya di sekitar Wendit akan dengan sendirinya menjawab kebutuhan lapangan terbang komersil? Mari kita tunggu saja.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Lapangan Terbang Bugis Berubah Nama Abdul Rachman Saleh: Lapangan Terbang di Wilayah Malang Masa ke Masa

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar