*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini
Para pahlawan Indonesia adalah satu hal.
Narasi sejarah yang baik dan benar adalah hal lain lagi. Para pahlawan tidak
bisa menulis sejarahnya lagi, sudah menjadi tanggungjawab para sejarawan
menulis narasi sejarahnya dengan baik dan benar. Salah satu pahlawan Indonesia
di wilayah Malang adalah Hamid Rusdhi. Narasi sejarah yang baik adalah tentang
apa adanya, tidak dikurangi dan juga tidak ditambahkan; sedangkan narasi
sejarah yang benar sesuai dengan fakta dan data yang ada.
Mayor TNI Hamid Roesdi (1911 - 8 Maret 1949) pejuang asal Malang yang berhasil menumpas PKI tahun 1948 di Donomulyo. Ayahnya H Umar Roesdi tergolong orang terkaya di Pagak. Hamid Roesdi anak kedua dari delapan bersaudara ketika remaja bergabung dorganisasi pemuda Nahdlatul Ulama, Pandu Ansor lalu Majelis Muslimin ala Indonesia. Hamid Roesdi bekerja penjara Lowokwaru hal itu karena pada 1943, Hamid sudah dilatih menjadi tentara. Ketika perekrutan tentara, pangkat pertama Hamid adalah letnan satu. Pada 1948, Hamid dengan pangkat mayor pernah bertugas di Donomulyo dimana PKI mengakar. Di daerah barat dan selatan Malang didirikan batalyon khusus yang dipimpin oleh Tjokro Bagong, gembong PKI. Salah seorang anak buah Tjokro Bagong berhasil ditangkap di Donomulyo oleh anak buah Hamid Roesdi. Menumpas PKI di Malang Selatan merupakan salah satu prestasi Hamid Roesdi. Sejak kehadiran Belanda di Kota Malang, bersama pasukannya di Bululawang menyusun kekuatan selanjutnya, Hamid bergerilya ke daerah Sempal Wadak, Bululawang. Hamid Roesdi gugur di usia 38 tahun pada 8 Maret 1949 bersama keempat temannya. Beliau dan keempat temannya ditembak bersamaan oleh pasukan Belanda di pinggir sungai di Wonokoyo, Kedungkandang. Makamnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Suropati, Kota Malang tahun 1949. Nama beliau kemudian diabadikan sebagai nama jalan maupun terminal di Kota Malang (Wikipedia).
Lantas bagaimana sejarah Hamid Rusdhi pahlawan Indonesia di wilayah Malang? Seperti disebut di atas, banyak pahlawan Indonesia, tetapi banyak yang tidak terinformasikan. Oleh karena itu sudah sepatutnya semua pahlawan mendapat narasi sejarah yang baik dan benar. Lalu bagaimana sejarah Hamid Rusdhi pahlawan Indonesia di wilayah Malang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Hamid Rusdhi Pahlawan Indonesia di Wilayah Malang; Mengenal Para Pahlawan dalam Narasi Sejarah Baik dan Benar
Entah kebetulan, pada hari yang sama militer Belanda/NICA menyerang tanggal 19 Desember 1948 di dua kota utama yang berbeda: di Jogjakarta (Vorstenlanden) dan di Sibolga (Tapanoeli). Dua kota ini berada di dua sisa utama wilayah Republik Indonesia. Jogjakarta diserang dari udara dan dari darat; sementara Sibolga diserang dari udara dan laut. Ibu kota Republik Indonesia di Jogjakarta jatuh ke tangan militer Belanda/NICA. Presiden Soekarno dan para pemimpin Indonesia lainnya ditangkap. Namun TNI tidak menyerah, tetapi lebih memilih mundur ke belakang dan melakukan perang gerilya.
Saat TNI meninggalkan kota, Jenderal Soedirman mengumumkan maklumat di
Radii Jogja, komando militer Indonesia (TNI) dialihkan ke Sumatra di bawah
komando Kolonel Hidayat di Bukittinggi. Sehabis maklumat itu, radio Jogja
berhenti siaran (yang tidak bisa dipantau surat-surat kabar di Batavia). Dalam
perkembangannya diketahui Jenderal Soedirman menujuk Jogja selatan terus ke
pegunungan di barat/selatan Kediri; Majoot Generaal Abdoel Haris Nasoetion
berangkat ke Jawa bagian barat d menuju Soekaboemi (dengan melakukan jalan kaki
(long march); dan Kolonel TB Simatoepang menuju Jawa bagian tengah di wilayah
utara (Banaran). Sementara KNIL yang memasuki Jogjakarta di bawah komando
Kolonel van Langen dari garnisun Salatiga menduduki Jogjakarta. Perang gerilya
dimulai. Sementara KNIL berhasil menduduki kota Sibolga yang dengan demikian
wilayah kekuatan militer TNI terkepung diantara kota Padang Sidempoean (Zuid Tapanoeli)
dan Bukittinggi (Agam). Kota Padang sudah lama dikuasai Belanda/NICA. Hal
itulah sebenarnya mengapa Jenderal Soedirman di dalam maklumat radionya di
Jogjakarta menaglihkan komando ke Sumatra (praktis sisa kekuatan utama militer/TNI
hanya di wilayah antara Padang Sidempoean dan Bukittinggi) yang notabene
kampong halaman Perdana Menteri Mohamad Hatta dan Majoor Generaal Abdoel Haris
Nasoetion). Dengan kata lain organisasi TNI Republik Indonesia hanya tersisa
(eksis) di wilayah tersebut.
Pada hari dimana Presiden Soekarno dan pemimpin Indonesia lainnya dievaluasi dari Jogjakarta dan kemudian diasingkan, pada tanggal 21 Desember di ladang jagung di Pakem telah terkumpul enam tokoh penting Republik Indonesia. Sementara di dalam kota Jogjakarta hanya tinggal Soeltan Jogja dimana kraton dijaga ketet militer/KNIL. Keenam tokoh muda Indonesia di Pakem ini lalu dilepas dan kemudian diburu di ladang jagung tersebut. Mr Masdoelhak Nasoetion, PhD tewas di tempat dan hanya satu yang berhasil melarikan diri Mr Santoso (Sekretaris Kemernterian Dalam negeri). Mr Masdoelhak Nasoetion, PhD sendiri adalah penasehat hukum internasional dari Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Mohamad Hatta. Namun pada hari yang sama, dalam keadaan luka, Mr Santoso dicegat militer di jalan saat menuju ke arah Jogjakarta dan disuruh berjongkok di pinggir jalan, lalu di dor hingga tewas di tempat. Mr Masdoelhak Nasoetion, PhD kelahiran Sibolga.
Sebagaimana di artikel sebelum ini. Negara Jawa Timur telah berdiri sejak
tanggal 23 November 1948. Wilayah Negara Jawa Timur di wilayah Malang yang
berpusat di Kota Malang tidak sepenuhnya seluruh afdeeling Malang. Hanya sampai
ke Poedjon di utara dan hingga ke Kepandjen di selatan. Wilayah district
Ngantang, district Senggoeroeh bagian selatan (selatan Kepandjen hingga ke
pantai selatan) dan district Gondang Legi (sebelah timur district Senggoeroh)
secara defacto masuh wilayah Republik Indonesia, yang dengan sendirinya menjadi
basis utama perang gerilya di wilayah Malang. Lantas apakah setelah berdirinya
Negara Jawa Timur yang menjadi pemicu utama dilancarkannnya serangan ke wilayah
Republik Indonesia? Fakta bahwa Negara Jawa Timur adalah negara terakhir yang
sudah dipisahkan Belanda/NICA dari wilayah Republik Indonesia.
Dalam konteks tersebut, sejak kapan terjadi perlawanan muncul di wilayah Malang? Perlawanan terhadap kehadiran orang-orang Belanda khususnya kekuatan militer Belanda/NICA di wilayah Malang. Sebagaimana dalam artikel sebelum ini, fakta bahwa pasukan Sekutu/Inggris membebaskan dan menduduki Kota Malang sejak 24 November `1945. Dalam hal ini sejak militer Belanda/NICA (KNIL) menggantikan pasukan Sekutu/Inggris di wilayah Malang perlawanan dari para Republiken terus berlangsung hingga jatuhnya ibu kota Republik Indonesia di Jogjakarta (Desember 1948).
Satu berita penting pasca jatuhnya ibu kota Jogjakarta, dan Jenderal Soedirman dan pasukannya bergerilya di wilayah Kediri selatan, terbunuhnya Hamid Roesdi di Malang tanggal 8 Maret 1949 (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 11-03-1949). Disebutkan diumumkan secara resmi bahwa pada tanggal 8 Maret di Malang dalam aksi pasukan Belanda (KINIL), pemimpin perlawanan yang sangat terkenal Hamid Roesdi terbunuh. Berit aini menjadi sangat penting. Karena selama ini, terbunuhnya Hamid Roesdi sebagai satu-satunya berita militer yang mendapat perhatian serius di surat kabar.
Lalu dengan terbunuhnya pimpinan perlawanan di Malang Hamid Roesdi terbunuh di tangan KNIL, apakah wilayah Malang menjadi sepenuhnya aman bagi Pemerintah NICA? Tampaknya tidak. Mengapa? Fakta bahwa wilayah Malang bersentuhan langsung dengan wilayah gerilya militer/TNI Republik Indonesia. Hal itu karena sudah terbukti di wilayah pinggiran Buintenzorg/Batavia, wilayah pinggiran Semarang/Salatiga dan tentu saja wilayah luar Jogjakarta yang dalam hal ini wilayah Malang termasuk Kawasan gerilya di bawah komando Jenderal Soedirman.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Mengenal Para Pahlawan dalam Narasi Sejarah Baik dan Benar: Tugas dan Tanggung Jawab Semua Pihak
Siapa Hamid Roesdi? Namanya pertama kali diberitakan pada tahun 1946. Hamid Roesdi diduga adalah komandan TRI di afdeeling Modjokerto. Pada tanggal 8 Februari 1946 di Modjokerto diadakan pertemuan seluruh kabinet republik, dipimpin oleh Perdana Menteri Sjahrir dalam rangkan persiapan penandatanganan hasil perundingan Linggarjati yang kemungkinan akan diadakan pada tanggal 15 Februari. Selepas pertemuan ini di Modjokerto ini seluruh pemerintahan Republik di Modjokerto tetap berada di wilayah Modjokerto meskipun terjadi pendudukan militer Belanda/NICA. Artinya apa? Apa pun yang terjadi di wilayah afdeeling Modjokerto, layanan (pemerintahan) harus tetap berjalan.
Tidak terinformasikan mengapa pernyataan pemerintah Republik tersebut
diumumkan sedemikianm rupa. Apakah dalam hal ini di dalam draf Perjanjian
Linggarjati, wilayah (afdeeling) Modjokerto diingingkan (klaim) oleh
Pemerintahan NICA sebagai garis demarkasi (baru)? Dengan kata lain apakah garis
wilayah Republik Indonesia semakin didorong lebih jauh ke pedalaman dari
Soerabaja? Boleh jadi.
Tidak lama setelah pertemuan kabinet Republik Indonesia di Modjokerto, tepatnya seminggu kemudian terjadi pendudukan militer NICA di Modjokerto (lihat Nieuwe courant, 25-03-1947). Tidak ada perlawanan yang terjadi Modjokerto. Bupati Modjokerto, Dr. Soekandar tetap tenang saat kehadiran pasukan militer NICA memasuki kota. Bupati Republik Indonesia di Modjokerto, Soekandar tampaknya tetap menuruti perintah dari Pemerintah Republik Indonesia.
Mulai dari bupati hingga lurah tetap berkeja seperti biasa. Perwakilan pemerintah sementara
di Soerabaja di bawah pimpinan Asisten Residen Mr. W. Schols tiba di Modjokerto
segera setelah pendudukan. Kota Modjokerto yang berpenduduk 40.000 setelah
terjadi penarikan TRI mulai terkesan diam (TRI masih bisa berada di dalam kota
asalkan menyerahkan senjatanya ke pihak militer NICA).
Meski secara defacto wilayah afdeeling Modjokerto sudah dikuasai (secara administrasi maupun secara militer), untuk keamanan di pihak Republik sendiri terdiri kekuatan 100 orang (dengan status polisi; karena fungsi militer telah digantikan militer NICA) dibawah komando Hamid (Roesdi), seorang perwira Republik. Jam malam dimulai pada pukul 6 sore. Catatan: umumnya komandan militer Republik ditingkat afdeeling dipimpin seorang militer dengan pangkat Kapten.
Penandatanganan isi perjanjian Linggarjati yang semula dijadwalkan
tanggal 15 Februari 1947 akhirnya baru dapat dilangsungkan pada tanggal 25
Maret 1947. Apa yang mentebabkan hal itu tertunda tidak diketahui secara pasti,
Yang jelas sebelum perjanjian itu ditandatangani Bersama, kedua belah pihak
Republik Indonesia dan Pemerintah NICA telah terjadi pendudukan di wilayah
(afdeeling) Modjokerto.
Setelah pendudukan terjadi di Modjokerto dan perjanjian Linggarjati telah ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947, apa yang terjadi di Modjokerto tidak terinformasikan. Kemungkinan para pejabat nyaman-nyaman saja, sebab gaji mereka diduga menjadi lebih tinggi sejak otoritas berada di wilayah Pemerintah NICA (relative tinggi jika dibandingkan di afdeeling sebelah di Djombang). Akan tetapi para TRI yang kini hanya statusnya direndahkan dengan tanpa senjata (hanya fungsi ketertiban) boleh jadi berpikiran lain, dan kemungkinan hengkap ke wilayah Republik dengan tetap sebagai militer (TRI) seberapapun gaji yang harus diterima. Besar dugaan Kapten Hamid Roesdi kemudian bergabung kembali ke korp TRI di wilayah Republik. Satu yang jelas wilayah (afdeeling) Malang juga disebutkan telah diduduki militer NICA (lihat Nieuw Utrechtsch dagblad, 26-07-1947).
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar