*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tata Kota di Indonesia di blog ini Klik Disini
Wilayah
pantai utara Papua tidak terlalu dikenal di masa awal. Wilayah yang lebih
dikenal adalah pantai barat Papua. Itu bermula pada era Portugis, tetapi baru
intens semasa era VOC/Belanda. Namun selama itu interaksi sosial dan perdagangan
berpusat di Tidore dan di Amboina. Kota-kota terawal di pantai barat Papua antara
lain Fakfak dan Kaimana.
HUT ke-112 Kota Jayapura: Membangun Peradaban Papua Modern dan Humanis. Jayapura, Jubi. Satu abad satu dasawarsa Kota Jayapura yang mulanya bernama Hollandia. Kota Jayapura telah melewati sejarah panjang, diwarnai dinamika sosial-budaya penuh heroik, harmonis, tetap eksis sekarang. “Sungguh itu semua karena penjagaan dan anugerah Tuhan,” ujar Wali Kota Jayapura, Benhur Tomi Mano, saat memimpin upacara HUT ke-112 Kota Jayapura di Taman Trisila Angkatan Laut Lantamal X Jayapura, Senin (7/3/2022). Tomi Mano mengajak masyarakat puji syukur dan terima kasih kehadiran Tuhan, atas kasih Kota Jayapura dan semua masyarakat yang mendiami Kota Port Numbay hidup dalam kedamaian dan kebahagiaan. Kota Jayapura sebagai ibukota Provinsi Papua, merupakan jendela dan beranda depan rumah besar Papua. Kota Jayapura sejak dahulu merupakan ikon perubahan sosial-budaya dan kemajuan tata kelola penyelenggaraan pemerintahan daerah, pembangunan demokrasi, dan politik. “Di tanah ini [Kota Jayapura] yang pergerakannya berpengaruh secara nasional dan internasional. Kota Jayapura merupakan salah satu kawasan yang pertama kali bersentuhan dengan dunia luar,” ujar Tomi Mano. Dikatakan Tomi Mano, referensi sejarah menginformasikan bahwa kota yang terletak di Teluk Youtefa ini, didirikan oleh Kapten Infanteri F.J.P Sachse dari kerajaan Belanda pada 7 Maret 1910, dengan diberi nama Hollandia. (https://jubi.id/)
Lantas bagaimana sejarah tata kota Jayapura dan Manokwari di pantai utara Papua? Seperti disebut di atas, terbentuknya kota-kota di pantai utara seperti Manokwari dan Jayapura (teluk hingga batas Hindia Belanda di timur) bermula di pantai barat Papua. Lalu bagaimana sejarah tata kota Jayapura dan Manokwari di pantai utara Papua? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Tata Kota Jayapura dan Manokwari di Pantai Utara Papua; Teluk Cendrawasih dan Batas Hindia
Nama Djajapoera diganti dari nama Soekarnopoera baru terjadi pada tahun 1969 (lihat Leeuwarder courant: hoofdblad van Friesland, 11-03-1969). Nama kota Soekarnopoera pada era (Hindia) Belanda adalah Hollandia. Kota Hollandia di (pulau) Nova Guinea dapat dikatakan kota baru, kota yang terbentuk baru.
Salah
satu kota yang sudah diidentifikasi di pulau Papua (Nova Guinea) sejak masa lampau
adalah Fakfak. Kota Merauke juga terbilang baru, namun lebih tua jika
dibandingkan kota Hollandia.
Nama Manokwari juga bukanlah nama lama, tetapi nama baru di kepala burung pulau Papua. Nama yang lebih tua adalah nama Dorei. Pada era Hindia Belanda, nama (kampong) Dorei dijadikan sebagai nama wilayah (lanskap) dan kemudian di (kampong) Manokwari ditetapkan sebagai pusat dari cabang pemerintahan (Residentie Ternate). Nama Ternate selain nama kampong yang menjadi ibu kota (stad) juga dijadikan nama wilayah (Residentie).
Teluk
Cendrawasih tempo doeloe disebut Geelvink Baay (paling tidak sejak 1835). Teluk
besar ini dikawal oleh beberapa pulau besar Pulau Biak (Misore atau Schouten),
Pulau Japen (Langland atau Jobie) dan Pulau Numfor (Bultig). Salah satu pulau
kecil di teluk bagian dalam bernama Pulau Moor (masuk kabupaten Nabire). Seperti disebut di atas, teluk ini sungguh besar
sehingga pada masa ini terbentuk banyak kabupaten. Kota Manokwari yang menjadi
ibu kota Provinsi Papua Barat juga menjadi bagian dari kawasan teluk ini. Teluk besar ini ditemukan
orang-orang Belanda (Hollander) pada tahun 1701, Nama teluk diduga berasal dari
nama kapal. Surat kabar di Asterdam, Amsterdamse courant, 25-03-1702
memberitakan bahwa kapal Geelvink tiba dari Oost Indische (Hindia Timur). Berdasarkan
catatan Kasteel Batavia (Daghregister) dicatat nama kapal Geelvink pada tahun
1697. Kapal ini diidentifikasi sejenis
freguat. Daghregister, 18 Januari 1698 kapal Geelvink tiba di Amboina dengan
surat kepada Tuan Willem van Wijngaarden. Kapal ini kembali di Batavia
(Daghregister, 1 Juni 1698). Daghregister, 17 Juni 1700 mencatat penampakan
kapal Inggris di Nova Guinea. Kapal Geelven berangkat ke Amsterdam
(Dagregister, 29 Desember 1701). Daghregister 28 Juli 1702 mencatat kedatangan
kapal Geelvink. Teluk Geelvink di Papua tampanya menjadi penting bagi
Pemerintah VOC di Batavia. Setelah mengklaim penemuannya terhadap teluk pada
tahun 1701 dan adanya gangguan (pelaut) asing di Papua (Nova Guinea) pada tahun
1704 oleh Dewan Hindia mengirim kapal Geelvink ke Nova Guinea (karena diduga
kapal ini berpengalaman di Papua). Namun gangguan asing di Papua ini tidak
disebutkan apakah di teluk Geelvink atau bagian lain pulau. Kapal ini kembali
ke Belanda dan Daghregister 6 November 1704 mencatat kedatangan kapal Geelvink
dari Patria (ibu kota VOC di Belanda). Daghregister, 19 Desember 1704 mencatat
bahwa Dewan Hindia (Rade van India), berdasarkan adanya pelanggaran, kapal
Geelvink dikirim ke Nova Guinea untuk melakukan tindakan yang diperlukan. Sebagaimana
diketahuii bahwa VOC membuka pabrik kali pertama di Papua (pantai barat Papua)
atas persetujuan Soeltan Tidore di Roembati (Tanjung Onim) pada tahun 1678.
Teluk Geelvink sendiri berada di pantai utara Papua. Tampaknya kapal Geelvink
berhasil di Nova Guinea dan mendapat hak pembelian di pantai-pantai Papua.
Berdasarkan Daghregister, 20 Oktober 1705 kapal Geelvink dan perahu layar orang
Papua tiba dari Banda, membawa lima orang penduduk asli dari tanah Nova Guinea.
Lima orang ini diduga adalah pemimpin lokal di kota-kota pantai Papua yang
datang ke Batavia untuk penandatangan kontrak atau sejenisnya (dengan Gubernur
Jenderal). Ini seakan mengindikasikan ada peningkatan status ikatan jika
dibandingkan pada tahun 1678 (yang hanya sebatas Soeltan Tidore dan Gubernur Ternate).
Berdasarkan Daghregister, 31 Oktober 1705 perahu layar orang Papua (Nova
Guinea) membawa sebuah surat kepada Komandan Knol. Kerjasama Pemerintah VOC
dengan para pemimpin wilayah di Papua dalam hal ini relatif bersamaan dengan
ekspedisi-ekspedisi awal VOC dibawah komandan Majoor Knol di Jawa. Peran kapal
Geelvink tampanya besar dalam kerjasama antara pemerintah VOC dengan para
pemimpin lokal di Papua. Oleh karena itu diduga kuat mengapa nama teluk besar
di Papua diberi nama Geelvink Baai. Nama kapal yang berperan dalam mengusir
kehadiran Inggris di pantai Papua pada tahun 1700. Papua sendiri yang sudah
dikenal sejak era Portugis (karena itu Papua juga disebut Nova Guinea), wilayah
pantai utara Papua pertama kali dikunjungi oleh pelaut-pelaut Belanda (yang
berbasis di Amboina) terjadi pada tahun 1616. Ekspedisi ke pantai utara Papua
ini dilakukan oleh Jacob Le Maire dan Willem Schouten. Hal itulah mengapa nama
pulau Biak yang sekarang tempo doeloe di sebut Schouten Eiland dan nama Le
Maire untuk nama selat, Pada tahun 1643 pantai utara Papoea kembali dikunjungi
oleh pelaut Belanda Abel Tasman dan Majoor Visscher. Baru pada tahun 1705
pantai utara Papoea dikunjungi Weyland dengan tiga kapal Geelvink, Kraanvogel
dan Nova Guienea untuk mengusir petualang Inggris William Dampier yang membuka
usaha di Papoea.
Pada era Pemerintah Hindia Belanda, Manokwari adalah salah satu pelabuhan resmi (otoritas pemerintah). Pengesahan tersebut berdasarkan Artikel 13 tentang contract tanggal 22 Oktober 1894 yang dilakukan antara Pemerintah Hindia Belanda dengan Sultan Tidore yang ditandatangani di Soasio tanggal 13 Juni 1900 yang diundangkan berdasarkan besluit 7 Juli 1901 No. 2 yang disebut politiek contract.
Daftar
pelabuhan yang disebut dalam besluit ini sebanyak 24 pelabuhan yang masuk
wilayah yurisdiksi Kesultanan Tidore di Residentie Ternate, yakni: Tidore,
Weda, Gasoengi, Maba, Eikor, Gebe (pulau Gebe), Saonek (pulau Waigeo), Samate
(pulau Salawati), St David (Kepulauan Mapia), Manokwari, Windessi (teluk
Cenfrawasih), Roon (teluk Cendrawasih), Jamna (Pulau Jamna), Toronta, Tabera,
Taoebadi, Waigama (pulau Misool), Lilinta (pulau Misool), Roembati (teluk
Berau), Patipi (teluk Berau),, Sekar (teluk Berau), Fakfak, Namatote (pulau
Nammatota) dan Aidoema (pulau di Teluk Triton).
Pelabuhan Manokwari (dan Fakfak) menjadi sangat penting di Papua karena terdapat Bestuursetablissement di pantai utara Papua (Fakfak di pantai barat Papua). Etablissement (pabrik) pertama pemerintah di Papua berada di Lobo (teluk Triton) yang dibangun pada tahun 1828 (seiring dengan pembangunan benten Fort du Bus). Etablissement di Fakfak adalah suksesi Etablissement di Lobo dan Etablissement di Manokwari adalah perluasan ke pantai utara Papua.
Pada
Peta 1835, nama Manokwari di teluk Geelvink (kini teluk Cendrawasih) belum ada.
Yang sudah ada adalah nama pulau Mansinam. Di pulau Mansinam ini diidentifikasi
suatu pelabuhan Haven van Dorey.Dorei sendiri adalah nama wilayah (kerajaan)
Dorei. Haven van Dorey adalah pelabuhan dari (orang) Dorei. Dicatat dala peta
ini di teluk yang disebut Geelvivk Baay ditemukan oleh orang-orang Belanda pada
tahun 1705. Ini mengindikasikan bahwa pedagang-pedagang Belanda (VOC) setelah membangun
pabrik di Roembati pada tahun 1678 (kontrak dengan Sultan Tidore). Wilayah
Roembati (Tanjung Onim) dan wilayah Dorei termasuk yurisdiksi Kesultanan
Tidore.
Etablissement Manokwari diduga kuat dibangun Pemerintah Hindia Belanda setelah Etablissement Fakfak. Etablissement Fakfak sendiri adalah Etablissement Lobo (teluk Triton) ditutup pada tahun 1835. Pembangunan Etablissement Manokwari diduga kuat dibangun seiring dengan relokasi pelabuhan Haven van Dorei di pulau Mansinan ke daratan.
Berdasarkan
laporan dari komisi persiapan pembentukan cabang pemerintahan Hindia Belanda
yang diterbitkan 1862, kampong-kampong yang berada di teluk Geevink berada di
bawah yurisdiksi Soeltan Tidore dimana gelar radja (Sangaji) diberikan kepada
para kepala suku (gelar kepala yang lebih rendah disebut Kapten Laut, Kapten,
Hoekom, Mayor, Djoedjau, dll). Nama-nama kampong yang dicatat sebagaimana
disebut ‘de namen dier kampongs, welke meest alle slechts uit enkele huizen
bestaan, zijn van Wandamjien. Wandebij. Raasi. Kabauw. Isoeri. Antaribawa.
Ramiki. Kaïbi. Maropi. Wamati. Koeari. Manikessi. Tjotir. Abopin. Makien.
Wainaam. Waisahoe. Manawari. Waskarien. Singki. Waoejo. Kaij. Waidobo. Risi.
Demba, Wafari. Sarabi. Waisiem….’. Nama yang dicatat sebagai Manawari diduga
kuat adalah nama Manokwari yang sekarang. Kapan kampong Manawari ini terbentuk
tidak diketahui secara jelas. Namun dari namanya yang merujuk pada nama India
diduga sudah eksis sebelum era Portugis (era bangsa Moor). Hal itulah mengapa
pula ada nama pulau Moor di teluk Geelvink. Catatan: Pedagang-pedagang Moor
beragama Islam adalah suksesi dari pedagang-pedagang India (Hindoe), sementara
pedagang-pedagang Moor adalah pendahulu (predecessor) pelaut-pelaut Portugis.
Peta 1695
Dalam lamporan pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1862 nama Manokwari hanyalah sebuah kampong di wilayah teluk Geelvink. Dalam laporan ini tidak disebutkan di kampong Manokwari apakah sudah ada pabrik pemerintah. Kapan pabrik pemerintah dibangun seperti disebut di atas (1900) diduga dibangun antara tahun 1868 dan 1894.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Teluk Cendrawasih dan Batas Hindia: Bermula Misionaris di Manokwari dan Pertahanan di Hollandia
Nama (pulau) Papua sudah dikenal sejak era Portugis yang ditandai pada peta sebagai Papoea atau Nova Guinea. Dua nama tersebut tetap eksis, tetapi nama Nova Guinea lebih kerap digunakan dalam peta-peta buatan Eropa. Pada era VOC (Belanda) nama Nova Guinea diterjemahkan pelaut-pelaut Belanda sebagai Nieuw Guinea.
Pada
permulaan era Pemerintah Hindia Belanda terjadi perjanjian antara Inggris
dengan Belanda tahun 1823 (Traktat London 1824). Pemerintah Hindia Belanda
memproklamasikan batas yurisdiksinya (bagian barat pulau Papua) pada tahun
1828. Batas tersebutlah yang kemudian ditarik dari utara ke selatan dengan
garis lurus (kecuali di ruas sungai Bensbach) dengan menggunakan alat untuk
membedakan batas pulau bagian Pemerintah Hindia Belanda sebagai wilayah
West-Zuidkust Niew Guenea dan Noord-Oosterkust Niew Guinea. Batas tersebut yang
tetap eksis hingga kini sebagai batas Provinsi Papua (Indonesia) dan (negara)
Papua Nugini.
Pada tahun 1845 wilayah Papua bagian barat dimasukkan ke dalam wilayah Residentie Ternate. Pada tahun 1854 pemasangan patok untuk perbatasan dilakukan. Lalu pada tahun 1858 Pemerintah Hindia Belanda membentuk suatu komisi yang bertugas untuk mengidentifikasi dan memetakan (pulau) Papua bagian barat yang laporannya dipublikasikan pada tahun 1862.
Pemetaan
ini dimaksudkan untuk persiapan pembentukan cabang pemerintah Hindia Belanda.
Namun itu tidak segera terlaksana, dan baru benar-benar terwujud cabang
pemerintahan dibentuk pada tahun 1898 di afdeeling West-Zuidkust Niew Guenea
dengan ibu kota di Fakfak dan afdeeling Noord-Oosterkust Niew Guinea. Ibu kota
di Manokwari.
Batas Papua dengan Papua Nugini berada pada garis lurus dari pantai utara di distrik Muara Tami (Kota Jayapura). hingga pantai selatan di distrik Naukenjerai (kabupaten Merauke). Diantara dua distrik ini (kabupaten Merauke dan kabupaten/Kota Jayapura) terdapat kabupaten Keerom, kabupaten Pegunungan Bintang dan kabupaten Boven Digul.
Kabupaten-kabupaten
di perbatasan ini merupakan pemekaran dari tiga kabupaten induk: Kabupaten
Jayapura, Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Merauku, Kabupaten Keerom adalah pemekaran
dari Kabupaten Jayapura tahun 2002 dengan ibu kota di Waris. Kabupaten Keerom
terdiri dari lima distrik yang berbatasan langsung dengan negara Papua Nugini,
yakni Web, Towe, Yaffi, Waris, dan Arso Timur. Kabupaten Pegunungan Bintang
adalah pemekaran dari Kabupaten Jayawijaya pada tahun 2002 dengan ibu kota di
Oksibil. Kabupaten Boven Digoel adalah pemekaran dari kabupaten Merauke pada
tahun 2002 dengan ibu kota di Tanah Merah.
Perbatasan di wilayah pantai utara di Jayapura (dengan nama Hollandia) dan pantai selatan di Merauke sudah sejak lama dikenal. Jauh sebelum perbatasan dibuat (1824) di wilayah pantai selatan sudah dikenal sejak era Portugis. Kawasan Teluk Torres (antara Papua dan Australia) merupakan kawasan perdagangan orang-orang Moor yang berbasis di Maluku (Halmahera). Pada era VOC, pedagang-pedagang Belanda beberapa kali melakukan ekspedisi ke kawasan ini (dalam rangka eksplorasi wilayah di benua baru yang disebut Nieuw Hollandia dan pulau Tasmania.
Pada
era Pemerintah Hindia Blanda muncul suatu kejadian luar biasa dimana penduduk
asli di barat perbatasan menyerang warga yang berada di wilayah timur
perbatasan. Pemerintah Australia (Inggris) melakukan protes untuk diselidiki
dan para pelaku diekstradisi ke Australia (di Pulau Thursday). Pemerintah
Hindia Belanda segera merespon dengan mengirim suatu ekspedisi tahun 1900.
Salah satu hasil ekspedisi ini adalah merekomendasikan agar di Merauke
ditempatkan pejabat pemerintah dengan memekarkan Afdeeling West en Zuidkust
Nieuw Guiena. Lalu pada tahun 1905 ibu kota wilayah di pantai selatan didirikan
di Merauke. Sejak itulah wilayah perbatasan di pantai selatan di distrik Naukenjerai
menjadi terkendali.
Wilayah perbatasan di pantai utara mulai dipersiapkan cabang pemerintahan di Afdeeeling Noors en Oostkust Nieuw Guinnea (ibu kota di Manokwari) seperti halnya sebelumnya pemekaran di Merauke, Cabang pemerintahan yang dipilih di Afdeeeling Noord en oostkust Nieuw Guinea dipilih di teluk Humboldt. Tempat yang dipilih adalah lokasi pabrik Belanda di Hollandia (kelak dikenal sebagai Jayapura). Untuk tujuan ini diawali dengan suatu pengukuran perbatasan antara Duitsche Nieuw Guinea (Jerman) dengan Afdeeling Noord en Oostkust Nieuw Guinea (Nederlandsche) yang akan disahkan (lihat Algemeen Handelsblad, 13-12-1910). Bagian timur perbatasan ini sejak 1884 di bawah yurisdiksi Jerman.
Dalam
proses pengukuran perbatasan ini di pedalaman yang dimulai dari Muara Sungai
Tami sudah dibentuk tim ekspedisi masing-masing di pihak Pemerintah Hindia
Belanda dan di pihak Jerman (German Nieuw Guinea). Dua tim ekspedisi beda
bangsa ini saling bekerjasama. Ketua tim ekspedisi Pemerintah Hindia Belanda
dipimpin oleh Kaptein Sachse (yang berdinas di Humboldt Baay) pada bulan April
dan Mei 1910 sebelum kehadiran tim Jerman. Pada bulan Juni Kaptein Sache
dibantu oleh Luitenant laut Luymes dan Luitenant Dalhuisen serta petugas
kesehatan Gjellerup. Tim dari pihak Hindia Belanda ini turut ahli fauna Dr. van
Kampen. Tim ini juga disertai seorang juru foto Eropa, satu orang scouut pribumi,
satu sersan Belanda dan seorang kopral pribumi dan tujuh orang pribumi yang
membatu, dua orang mantri pribumi bertugas untuk koleksi botani dan zoologi,
juru bahasa seorang Ternate, seorang pemandu dan dua kuli Papua. 64 pekerja
paksa yang mana di antaranya 25 orang sebagai pembawa bagasi dan 39 orang
pembawa perlengkapan. Sementara itu dari pihak Jerman diketuai oleh Prof. Schultze,
Tim Jerman ini bekerja terpisah dan mengikuti rute yang dilalui oleh Luymes dan
Sasche. Ekspedisi ini berhenti pada tanggal 12 Juli karena faktor kesulitan di
suatu titik yang disebut Terminus, sejauh ini hasilnya 96 Km sungaui dan jarak
dari Muara Tami sudah menempuh jarak 220 Km. Lalu tim kembali dan pada tanggal
17 tiba kembali di pos Bergend. Pada tanggal 31 Juli tiba di pantai teluk Hunboldt
di Hollandia. Prof Shultze dari Muara Tami berlayar ke timur. Perjalanan bolak
balik ke pedalaman dari dan ke teluk Huboldt dari tanggal 12 Juni hingga 31
Juli telah menempuh 410 Km.
Dalam laporan yang dimuat pada Algemeen Handelsblad, 13-12-1910 ekspedisi lain juga dilakukan dengan menggunakan kapal perang HM Edi pada tanggal 6 Agustus melalui sungai Kaiserin Agusta (kini sungai Sepik). Namun karena masalah navigasi hanya berlayar hingga tanggal 12 Agustus. Pada tanggal 22 Agustus diadakan pertemua antara Hindia Belanda dan Jerman di sekitar kawasan (kapal HM Edi) untuk menyatukan laporan dari dua ekspedisi tersebut.
Ekspedisi
ke pedalaman dari pantai utara ini menjadi informasi yang penting untuk
Pemerinatah Hindia Belanda dan Menteri Koloni di Belanda sebagai bahan
perencanaan pembentukan cabang pemerintahan di di sekitar teluk Humboldt. Hal
serupa ini yang telah dilakukan dalam ekspedisi Merauke pada tahun 1900 yang
dipimpin oleh Asisten Residen Afdeeling West en Zuidkust van Nieuw Guinea Kroesen
di Fakfak dengan dua kapal perang HS Serdang dan HS Sumatra. Dalam ekspedisi
ini Kroesen juga melaku eksplorasi wilayah (sejauh tertentu) di sungai Merauke
dan sungai Digoel.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar