*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tata Kota di Indonesia di blog ini Klik Disini
Pulau
Bali sudah lama dikenal. Bali adalah tempat singgah ekspedisi pertama Belanda
dipimpin Cornelis de Houtman (1595-1597). Belanda sejak era VOC juga melibatkan
orang Bali untuk mendukung mereka. Salah satu kota yang sudah dikenal adal
Buleleng. Pada masa Perang Bali pertama ibu kota Buleleng (Bali) direlokasi ke
Singaradja. Pada Perang Bali terakhir, Pemerintah Hindia Belanda merintis ibu
kota bar uke selatan di Denpasar.
Zulhas: Cerita Singkat Ketika Belanda Mendirikan Kota Denpasar. Sabtu, 27 November 2021. Sriwijayatoday.com. Sejarah Belanda saat mendirikan kota Denpasar pada saat itu rakyat Bali mengusir Belanda dari wilayahnya. Lanjut kisahnya tanggal 20 September 1906, rakyat memutuskan mengakhiri perlawanan. Kerusakan yang semakin meluas, serta gugurnya seluruh keluarga istana, membuat mereka terpaksa meletakkan senjata. Belanda pun keluar sebagai pemenang Puputan Badung. Denpasar cepat dikenal kalangan Belanda. Tidak hanya sebagai pusat pemerintahan, juga digunakan untuk menyebut wilayah bekas Kerajaan Badung. Lama kelamaan Denpasar dikenal luas sebagai nama sebuah kota, menggantikan Badung. Pasca perang, pemerintah segera membangun kontrol atas wilayah barat dan selatan Bali, baik politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Dalam menjalankan kontrol, pemerintah kolonial mendirikan pemerintahan, memilih Puri Denpasar sebagai pusat pemerintahan sementara tersebut. Menurut Made Sutaba, dkk dalam Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Daerah Bali, puri itu juga menjadi pertahanan terkuat Belanda di Bali. Asisten Residen Swartz yang membawahi wilayah Afdeeling Zuid Bali, ditugasi menjaga tempat itu. (https://sriwijayatoday.com/)
Lantas bagaimana sejarah tata kota Denpasar,
Singaraja dan Buleleng di pulau Bali? Seperti disebut di atas, sebelum Denpasar
tumbuh berkembang sebagai kota di selatan Bali, pusat pemerintahan berada sebelah
utara di Singaraja menjadi ibu kota. Dalam hal ini Singaradja adalah kota lama
(suksesi kota Buleleng) dan Denpasar kota baru. Lalu bagaimana sejarah tata kota
Denpasar, Singaraja dan Buleleng di pulau Bali? Seperti kata ahli sejarah tempo
doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Tata Kota Denpasar, Singaraja dan Buleleng di Pulau Bali; Singaraja Kota Lama, Denpasar Kota Baru
Kota Denpasar dibangun di atas ratapan tangis dan air mata penduduk. Ibarat kota Surabaya dihancurkan oleh Sekutu/Inggris dan di atas darah yang mengalir, Kota Surabaya dibangun kembali. Kota Denpasar dibakar oleh angkatan laut Belanda dengan mortir. Puri Badoeng rata dengan tanah tinggal debu. Di atas puing-puing inilah Pemerintah Hindia Belanda kembali membangun kota: Kota Denpasar yang kini menjadi ibu kota Provinsi Bali. Lantas mengapa Pemerintah Hindia Belanda kemudian memilih ibu kota di Badoeng dan kota Denpasar. Dimana posisi GPS kota Denpasar bermula?
Pembangunan ibu kota di era Pemerintah Hindia Belanda pada dasarnya tidak
dimulai dari pemukiman penduduk apalagi di atas tempat tinggal pemimpin lokal.
Namun ada kekecualian dengan kota Denpasar. Baik pemerintah VOC maupun
Pemerintah Hindia Belanda, membangun (ibu) kota di tempat marjinal, area kosong
yang tidak berpenghuni. Kota Batavia berawal dari area rawa-rawa dimana benteng
(kasteel) Batavia dibangun. Kota Makassar dibangun di suatu eks benteng di
ujung pantai (Oedjoeng Pandang).
Kota Semarang dan kota Surabaya dibangun idem dito Batavia dibangun di area
rawa-rawa di hilir sungai. Kota Buitenzorg dibangun di area kosong eks
peninggalan Kerajaan Pakwan-Padjadjaran. Bandoeng dibangun di suatu area
rawa-rawa di sisi timur sungai Tjipakantjilan yang jauh dari kampong (negorij)
Bandoeng. Peta 1906
Pada saat terjadi ekspedisi militer pada tahun 1906, surat kabar Telegraaf menyebutkan Angkatan Laut telah membakar (kota) Den Passar. Ibu kota (hoofdplaats) kerajaan Badoeng terdiri dari dua bagian yang dipisahkan oleh sungai Badoeng: Pametjoetan dan Den Passar. Ibu kota ini memiliki penduduk sekitar 2,000 jiwa. Poeri (sterkte) di Den Passar, kediaman kepala pangeran Badoeng adalah sebuah bangunan kolosal dengan panjang sekitar 200 meter dan lebar 175 meter dan dikelilingi oleh tembok batu besar setinggi sekitar 4 meter dan tebal 1.5 meter. Puri kepala pangeran Badoeng di Denpasar dalam hal ini dapat dikatakan sebagai pusat kota (ibu kota) Kerajaan Badoeng.
Berdasarkan peta yang dibuat oleh Topographische Inrichting (Batavia)
tahun 1906 di kota Denpasar terdapat dua puri. Satu puri berada di sisi timur
sungai Badoeng dan satu puri lagi berada di sisi barat sungai Badoeng. Seperti
yang dideskripsikan Telegraf kerajaan Badoeng terdiri dari dua bagian yang mana
dalam hal ini puri di sisi timur sungai (Denpasar) adalah puri dari kepala
pangeran Badoeng, sedangkan puri yang berada di sisi barat adalah tempat
kediaman pangeran Badoeng yang lain (Pametjoetan). Puri Denpasar, puri kepala
pangeran Badoeng ini dihubungkan dengan jalan ke Pabean Sanoer, pelabuhan bea
dan cukai yang diduga menjadi hak kepala pangeran Badoeng di Denpasar
Puri Badoeng di Denpasar ini cukup luas dan dipagari oleh tembok tebal. Puri (istana) ini tentu saja sudah hancur lebur. Berdasarkan Peta 1906, puri Denpasar ini pada masa kini terletak di sudut jalan Puputan dan jalan DI Panjaitan, Situs terdekat dari situs lama ini (puri) pada masa sekarang adalah Monumen Bajra Sandhi (Renon).
Jalan Puputan yang sekarang adalah jalan yang terhubung langsung ke
Pabean Sanoern (timur), sedangkan jalan DI Panjaitan adalah jalan yang
terhubung ke wilayah utara dan juga ke wilayah selatan (pantai). Dua jalan ini
sesuai yang diidentifikasi pada Peta 1906. Sementara jalan yang berada di
belakang (timur) puri adalah jalan Kusuma Atmaja yang sekarang, Dengan kata
lain, jalan Kusuma Atmaja yang sekarang
adalah batas eks area puri tempo dulu dengan monumen Bajra Sandhi.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Singaraja Kota Lama, Denpasar Kota Baru: Pulau Bali Dari Utara ke Selatan dalam Sejarah Bali
Setelah penaklukan Kerajaan Badoeng, Tabanan dan Kloekoeng pada tahun 1906, Pemerintah Hindia Belanda mulai membentuk cabang pemerintahan di eks kerajaan-kerajaan di Bali (Selatan). Pengadministrasian wilayah dimulai dengan membentuk afdeeling yang baru (sementara) yang disebut Afdeeling Zuid Bali. Afdeeling yang sudah lama terbentuk adalah Afdeeling Boeleleng dan Afdeeling Djembrana. Afdeeling baru ini disatukan dengan Residen Bali en Lombok (ibu kota Residentei tetap berada di Singaradja, Afdeeling Boeleleng). Catatan: di pulau Lombok hanya satu afdeeling (Afdeeling Lombok). Wilayah afdeeling pada masa ini setara dengan kabupaten.
Afdeeling Zuid Bali dibagi ke dalam enam onderafdeeling, yaitu Tabanan,
Badoeng, Gianjar, Bangli, Karangasem dan Kloengkoeng. Ibu kota Afdeeling Zuid
Bali ditetapkan di District Denpasar (Onderafdeeling Badoeng). Onderafdeeling
Badoeng (eks Kerajaan Badoeng) dibagi ke dalam lima district, yaitu Denpasar,
Kasiman, Koeta, Mengwi dan Abiansemal. District Denpasar dijadikan sebagai ibu
kota Onderafdeeling Badoeng. Kota Denpasar pada masa ini dulunya adalah
District Denpasar ditambah District Kasiman.
Penetapan District Denpasar sebagai ibu kota Afdeeling Zuid Bali menjadi prakondisi terbentuknya kota Denpasar yang baru. Asisten Residen ditempatkan di Denpasar. Penempatan Asisten Residen ini bersamaan dengan ekspedisi 1906. Asisten Residen akan memimpin penataan kota-kota di Afdeeling Zuid Bali dan secara khusus di district Denpasar sebagai ibu kota akan mendapat anggaran yang lebih besar. Anggaran pusat juga akan menambah bangunan-bangunan fisik di kota Denpasar dalam hubungannya penempatan pejabat dari bidang (kementerian) tertentu di daerah seperti kesehatan, PU, pendidikan, justitie dan sebagainya. Dimana kantor Asisten Residen dibangun?
Seperti di tempat lain sejak era VOC, sudah
barang tentu ibu kota tidak dibangun di area dimana reruntuhan perang. Pada era
Pemerintah Hindia Belanda juga tidak pernah mengakuisisi area yang sudah jelas
ada pemilik atau ahli warisnya. Memang para pengeran Badoeng sudah tiada,
tetapi tentu saja masih ada ahli warisnya yang tersisa. Seperti lazimnya di
tempat lain, area eks pemukiman pemimpin lokal dibiarkan kosong (di sisi timur
sungai Badoeng) hingga ahli warisnya yang akan membangun kembali. Pola yang
umum juga berlaku adalah Pemerintah Hindia Belanda membangun kantor Asisten
Residen di dekat garnisun militer. Berdasarkan Peta 1906 area garnisun militer
Denpasar berada di sisi barat sungai Badoeng di suatu area kosong (bukan
pemukiman penduduk). Area ini berada di sisi barat jalan menuju Koeta. Area ini
tidak jauh dan mengikuti garis puri Pametjoetan. Seperti biasanya Pemerintah
Hindia Belada menetapkan posisi garnisun dan kantor pemerintah berada di sisi
jarak terdekat dengan pusat Eropa (escape, dalam hal ini tempat kapal-kapal
pemerintah berlabuh di pantai barat Koeta). Peta 1909
Kenyataan yang terjadi kantor Asisten Residen dibangun di eks area puri. Ini berarti ibu kota Denpasar yang baru dibangun kembali di eks puri yang dihancurkan militer sebelumnya. Mengapa? Padahal pola ini tidak lazim sejak era VOC. Apakah Pemerintah Hindia Belanda menganggap area (eks) puri sebagai pampasan perang? Boleh jadi. Sudah barang tentu akuisisi area (eks) puri ini dimasukkan dalam perjanjian (placaat).
Dengan membandingkan peta ekspedisi militer (Peta 1906) dengan peta
(desain) kota di Denpasar (Peta 1915) tampak bahwa kantor Asisten Residen Zuid
Bali dibangun tepat di area eks puri kepala pangeran Kerajaan Badoeng. Pada
posisi sudut jalan (Puputan dan DI Panjaitan yang sekarang) dibangun kantor
Asisten Residen. Posisi ini tepat berada di bangunan utama puri kepala pengeran
Kerajaan Badoeng. Sementara di sisi sebelah timur kantor Asisten Residen
dibangun rumah Asisten Residen. Sedangkan disi sebelah timur rumah Asisten
Residen dibangun kantor dan rumah kepala kepala pos dan telegraf. Di seberang
tiga bangunan utama dan terpenting ini dikosongkan sebagai alun-alun kota.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar