*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tata Kota di Indonesia di blog ini Klik Disini
Seberapa
tua kota Gorontali? Yang jelas kini Gorontalo menjadi ibu kota provinsi di Semenanjung
Utara Sulawesi di pantai utara Teluk Tomini. Bagaimana dengan kota Poso di pantai
selatan Teluk Tomini? Ada baiknya untuk memperhatikan wilayah kuno di pedalaman
di Lembah Bada. Satu yang jelas bahwa kota Banggai di arah timur Poso sudah disebutkan
dalam teks Negarakertagama (1365). Teluk
Tomini memiliki riwayat sendiri dimana muncul nama-nama kota Gorontalo, Poso
dan Banggai.
Perkembangan Morfologi Kota Gorontalo dari Masa Tradisional hingga Kolonial. Irfanuddin Wahid Marzuki. Program Doktor Ilmu-Ilmu Humaniora Fakultas Ilmu Budaya UGM. Abstrak. Kota Gorontalo merupakan kota terbesar dan menjadi cikal bakal Provinsi Gorontalo. Keberadaan Gorontalo dimulai semenjak masa tradisional, kerajaan, kerajaan Islam, kolonial, hingga saat ini. Pada masa tradisional dan kerajaan, Gorontalo merupakan (vasal) kerajaan kecil yang masuk wilayah kerajaan Ternate. Gorontalo mengalami perubahan kekuasaan pada masa kolonial, dengan dimasukkannya ke dalam wilayah Karesidenan Manado. Kondisi tersebut tidak mengalami perubahan pada masa kemerdekaan, Gorontalo menjadi wilayah Provinsi Sulawesi Utara hingga tahun 2000 menjadi provinsi tersendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan morfologi kota Gorontalo dari masa tradisional hingga kolonial dan faktor yang melatarbelakangi perkembangan morfologinya. Penelitian menggunakan kajian arkeologi perkotaan, yang menitikberatkan kajian terhadap komponen-komponen perkotaan, meliputi tata kota dan konsep yang melatarbelakanginya, serta kehidupan masyarakat kota sebagai satu kesatuan. Hasil penelitian menunjukkan pada masa tradisional morfologi kota Gorontalo masih sederhana, permukiman menyebar dalam kelompok-kelompok kecil, dan tidak memiliki komponen tata kota yang teratur. Titik permulaan sebagai sebuah kota dengan komponen tata ruang yang teratur dimulai pada masa pemerintahan (https://kemdikbud.go.id/)
Lantas bagaimana sejarah tata kota di
Gorontalo di Poso dan di Banggai? Seperti disebut di atas, pada masa ini Gorontalo
menjadi ibu kota provinsi. Bagaimana dengan Poso? Pernah menjadi ibukota
residentie sebelum di Palu. Gorontalo, Poso dan Banggai memiliki riwayat sendiri
di Teluk Tomini, wilayah diantara Manado dan Makassar di Pantai Timur Sulawesi.
Lalu bagaimana sejarah tata kota di Gorontalo di Poso dan di Banggai? Seperti
kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah
pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Tata Kota di Gorontalo di Poso dan di Banggai; Wilayah Aantara Manado dan Makassar Pantai Timur Sulawesi
Sejarah Gorontalo sesungguhnya tidak berdiri sendiri. Sejarah Gorontalo harus dikaitkan dengan Bolaang Mongondow, Minahasa dan Ternate. Catatan sejarah Gorontalo (dokumen Belanda) tidak dimulai dari Makassar (Gowa Tallo) tetapi dari Ternate. Hal ini karena ketika Makassar belum terbentuk, Ternate sudah menjadi kota dagang yang besar. Itulah mengapa tiga wilayah ini awalnya masuk wilayah Residentie Ternate, kemudian dimekarkan dengan membentuk Residentie Manado (lalu menyatu dengan Makassar, meninggalkan Ternate).
Jauh sebelum itu, sejak kehadiran Spanyol, diduga kuat perhatian
Portugis dan Spanyol hanya terbatas di bagian utara khatulistiwa yang
membentang dari selat Malaka, melalui pantai utara Borneo, laut Sulawesi,
Semenanjung Sulawesi (Manado) hingga kepulauan Maluku yang berpusat di Ternate.
Hal itu karena kepulauan Maluku adalah sentra produksi rempah-rempah yang
penting (lada, cengkeh dan pala) yang nilai pasarnya di Eropa sangat tinggi.
Pada era Portugis, Amoerang belumlah termasuk nama-nama tempat yang penting. Nama-nama tempat yang kerap dicatat pada era Portugis adalah Ternate, Tidore, Manados (baca: Manado Toewa), Kaidipan, Toli-Toli, Siaou, Sangir dan Talaod (lihat AJ van Aernsbergen dalam Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indiƫ, 1925). Nama Amoerang berada di antara Kaidipan dan Toli Toli. Di tempat-tempat pelabuhan tersebut sebelum kedatangan Portugis (Katolik) adalah wilayah perdagangan orang-orang Moor (Islam). Diduga pedagang-pedagang Moor adalah orang yang menyiarkan Islam di Ternate dan dan Tidore. Orang-orang Portugis di tempat-tempat yang disebut tersebut baru muncul pada tahun 1547.
Salah satu sisa peninggalan Portugis di teluk Amoerang adalah benteng
yang tetap digunakan oleh orang-orang Belanda (VOC). Di dekat benteng (eks
Portugis) inilah Pemerintah VOC membangun pos perdagangan dan mengembangkan
kota (sebagai cikal Kota Amurang yang sekarang). Pada Peta 1695 pantai utara
Celebes (antara Manado dan Toli Toli) adalah lalu lintas perdagangan yang ramai
(paling tidak teridentifikasi tanda navigasi kedalaman laut) di sepanjang
pantai. Kedalaman laut di Amoerang sekitar 40 meter.
Kawasan pantai utara Celebes ini dari Toli Toli hingga Manado adalah satu wilayah genealogis. Pada era Poertugis, Raja Tolitoli adalah bersaudara dengan Raja Boeol, Raja Manado, Raja Bolaang dan Ratu Kaidipan. Musuh mereka adalah Radja Makassar. Sementara di pedalaman terdapat penduduk Alifuru (penyembah berhala) yang berpusat di Tondano--yang dalam hal ini adalah penduduk yang berada di pedalaman Minahasa.
Penduduk pantai-pantai (dan pulau-pulau) bukanlah Alifuru (Minahasa) tetapi penduduk yang berbeda dengan penduduk asli Minahasa. Penduduk pantai-pantai (dan pulau-pulau) ini dapat dikatakan penduduk campuran (mix population). Yang dalam hal ini sudah barang tentu telah terjadi interaksi (perkawinan) antara penduduk pesisir pantai dan penduduk (asli) pedalaman.
Untuk meningkatkan keamanan pedagang-pedagang Portugis mulai membangun benteng di jalur navigasi pelayaran antara Broenai dan Ternate di Semenanjung Sulawesi Benteng yang dibangun tahun 1527 tersebut berada di Ota (pantai utara Gorontalo) dekat muara sungai.
Setelah lama ditinggalkan Portugis di atas pondasi benteng ini dibangun
benteng baru oleh VOC pada tahun 1764 dengan dua bastion bentuk lingkaran.
Benteng Portugis lainnya di kawasan pantai utara semenanjung Sulawesi ini
adalah benteng di Amurang.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Wilayah Aantara Manado dan Makassar Pantai Timur Sulawesi: Kota Gorontalo Masa ke Masa
Diantara Portugis dan Spanyol tidak hanya berbagi laut (navigasi pelayaran) juga terkesan mulai terjadi persaingan diantara keduanya. Dalam konteks ini, pantai utara Jawa belum mereka anggap penting
Pelaut-pelaut Spanyol sejatinya tidak pernah ke pantai utara Jawa. Namun
pelaut-pelaut Portugis yang sejak awal (1511) sudah mengetahui kota-kota
pelabuhan di panati utara Jawa, semakin dikenal setelah kunjungan Tome Pires ke
palabuhan Zunda Kalapa sekitar tahun 1516. Berdasarkan laporan Mendes Pinto
yang berkunjung ke pantai utara Jawa pada tahun 1539, kota pelabuhan Banten
sudah cukup ramai. Mendes Pinto juga mengunjungi kota pelabuhan Zunda Kalapa
dan kota pelabuhan Demak. Mungkin singgah di Cirebon, tetapi tidak diidentifikasinya
di dalam laporannya.
Pelaut-pelaut Portugis diketahui sudah membangun benteng di kota pelabuhan Amboina, tetapi kapan benteng tersebut dibangun tidak diketahui secara pasti. Benteng Portugis di Amboina ini diduga dipilih karena posisinya yang strategi tidak hanya di kepulauan Maluku tetapi juga pada posisi garis navigasi ideal dengan Jawa.
Pedagang-pedagang Portugis yang berpusat di Malaka dan Maluku telah
mengetahui bahwa produk khas wilayah Timor yakni kayu gaharu sangat laris di
Tiongkok, Pada tahun 1557, seorang misionaris Portugis mulai menetap di
Lahayong di Solor untuk melakukan pekerjaan misionaris di sana. Pulau Solor dan
pulau Timor adalah penghasil utama kayu gaharu di kawasan Timor. Pada tahun
1561 misionaris ini membangun paggar (benteng kayu) di atas bukit untuk
melindungi diri dari para budak dari Makassar yang bekerja di pulau. Benteng
Lahayong ini kemudian digantikan pada tahun 1565 dengan dibangunnya sebuah
benteng yang terbuat dari batu alam. Boleh jadi benteng Solor inilah benteng
ketiga Portugis di Nusantara.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar