*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa dalam blog ini Klik Disini
Ismangoen
Danoe Winoto adalah pribumi kedua studi di Belanda dan kembali ke tanah air
(setelah Willem Iskander). Ismangoen Danoe Winoto
adalah cucu Sultan Jogja. Willem Iskander studi untuk mendapat akta guru. Ismangoen
Danoe Winoto studi di perguruan tinggi. Ismangoen Danoe Winoto sendiri
menyelesaikan sekolah menengah (HBS) di Belanda, yang menjadi batu loncatannya
studi di perguruan tinggi.
Sarjana Pertama Indonesia Lulus di Belanda, Begini Kisah Pahit Getir Kuliahnya. Trisna Wulandari. Minggu, 02 Okt 2022. detikEdu. Jakarta. Sarjana pertama Indonesia lulus di Leiden, Raden Mas Pandji Sosrokartono (kakak RA Kartini). Oktober 1901, RM Pandji Sosrokartono terdaftar mahasiswa sastra di Leiden (Harry A. Poeze, Indonesians at Leiden University, dalam buku Leiden Oriental Connections 1850-1940 disunting Willem Otterspeer). Sebelumnya, orang Indonesia terdaftar di Leiden sebetulnya adalah RM Ismangoen Danoe Winoto (kelahiran Yogyakarta 1850) tercatat 26 September 1871 sebagai pelajar di lembaga nasional pelatihan pegawai Hindia Belanda (berafiliasi dengan Leiden University). Kampus Ismangoen, Rijkssinstelling tot opleiding van Indische bestuursambtenaren, adalah lembaga yang menyediakan pendidikan lanjutan dengan tutor staf pemerintah Belanda. Setelah satu tahun di Leiden, Ismangoen dikirim tutornya ke pabrik di North Brabant dan perusahaan dagang di Hamburg untuk pengalaman praktik. Pada 1874, Ismangoen kembali kuliah tetapi di Delft, di institut yang senada dengan Rijkssinstelling. Pada 1875, lulus ujian Amtenar dan kembali ke Hindia. Sosrokartono adalah orang pertama Indonesia datang ke Belanda untuk studi. Karena itu, ia disebut sebagai perintis. (https://www.detik.com/)
Lantas bagaimana sejarah Ismangoen Danoe Winoto, cucu Sultan Jogja? Seperti disebut di atas, Ismangoen Danoe Winoto adalah pribumi kedua studi di Belanda (setelah Willem Iskander). Sarjana pribumi pertama lulus sekolah Tinggi di Belanda. Lalu bagaimana sejarah Ismangoen Danoe Winoto, cucu Sultan Jogja? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Ismangoen Danoe Winoto, Cucu Sultan Jogja; Sarjana Pribumi Pertama Indonesia Lulus Sekolah Tinggi di Belanda
Residen Soeracarta FN Nieuwenhuijzen diberitakan mendapat cuti dua tahun ke Eropa (lihat De Oostpost: letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 01-06-1864). Cuti dua tahun ke Eropa biasanya diberikan kepada pejabat pemerintah yang telah melakukan tugas sekitar delapan tahun. Pada tanggal 18 Juni di Solo diadakan perpisahan dengan Residen. Dilakukan persta beberapa kali. Sangat meriah dan banyak yang menangisi (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 25-06-1864). Ini menunjukkan FN Nieuwenhuijzen sangat diterima di Solo. Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen pada usia 39 tahun menjadi Residen Soeracarta sejak tahun 1858.
Hal serupa ini pernah terjadi di Afdeeling Mandailing en Angkola,
Residentie Tapanoeli saat Asisten Residen berangkat cuti dua tahun ke Eropa
tahun 1857. Banyak yang menangisi, sebab Asisten Residen AP Godon sudah cukup
lama sebagai asisten residen di Afdeeling Mandailing en Angkola yakni selama
sembilan tahun (sejak 1848), AP Godon ketika berangkat ke Berlanda diketahui
membawa seorang pemuda pribumi yang masih berumut 17 tahun untuk ikut ke
Belanda. Itu juga yang membuat semakin banyak penduduk yang menangis. Pemuda
itu yang bernama Sati Nasution kelak dikenal sebagai Willem Iskander kembali ke
kampungnya di Mandailing dengan membawa akte guru dan membuka sekolah guru di Tanobato
tahun 1862. Pada tahun 1864 Inspektur Pendidikan Pribumi CA van Chjis
mengunjungi sekolah guru yang diasuh Willem Iskander terserbut. Chjis menilai
sekolah ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan dua sekolah guru yang
sudah didirikan sebelumnya yakni di Soeracarta (tahun 1851) dan di Fort de Kock
(1856).
Keberangkatan FN Nieuwenhuijzen dan keluarga ke Belanda (1864) turut seorang pemuda seperti halnya tahun 1857 ketika Asisten Residen Mandailing en Angkola AP Godon berangkat ke Belanda turut seorang pemuda belia. Pemuda yang dibawa FN Nieuwenhuijzen tersebut lahir di Jogjakarta tahun 1850 yang terbilang sebagai cucu dari Soeltan Djocjocarta. Pemuda ini kelak dikenal sebagai Ismangoen Danoe Winoto.
Mengapa yang dibawa Residen Soeracarta putra dari Djocjocarta. Sejak usai
Perang Jawa (1825-1830) Soeracarta dan Djocjocarta sejatinya tidak pernah
kondusif hingga akhirnya FN Nieuwenhuijzen datang di Solo tahun 1858. FN
Nieuwenhuijzen adalah seorang ‘diplomat ulung’ yang sebelumnya sebagai Residen
Riouw mampu ‘menjinakkan’ Soeltan Siak. Pada tahun 1861 seorang pangeran Solo
didudukkan FN Nieuwenhuijzen untuk menggantikan pamannya. Sejak itu situasi di
Soeracarta makin kondusif, FN Nieuwenhuijzen juga dapat bekerja dengan tenang.
FN Nieuwenhuijzen sendiri adalah seorang yang adil. Beberapa tahun pernah
menjadi Ketua Landraad di Soerabaja, setiap keputusannya nyaris tidak ada yang naik
banding. Setelah 30 tahun mengabdi sebagai pegawai pemerintah tahun 1864 FN
Nieuwenhuijzen cuti dua tahun ke Belanda. Membawa putra dari Djocjocarta, cucu
dari Soeltan Jogja diduga sebagai strategi FN Nieuwenhuijzen untuk membuat
lebih adil dan Djocjocarta diharapkan menjadi lebih kondusif?
Rombongan (termasuk yang mangantar hingga ke pos pertama) berangkat dari Solo tanggal 21 menuju Semarang lalu menuju Batavia. Pada tanggal 24 Juni 1864 FN Nieuwenhuijzen dan keluarga serta Ismangoen Danoe Winoto berangkat dari Batavia dengan kapal uap Java menuju Belanda via Singapoera (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-06-1864). Perjalanan ini dapat dibayangkan begitu lama karena pelayaran dilakukan melalui Afrika Selatan selama hampir dua bulan. Terusan Suez baru dubuka pada tahun 1869. Dalam manifes kapal yang membawa mereka dari Batavia menujui Singapoera nama Ismangoen Danoe Winoto dicatat sebagai Radhen Maas Hidmangoon (lihat Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 16-08-1864). Berita ini diperoleh dari telegram yang diterima dari Prancis (Marseille). Mereka tiba di Rotterdam dengan selamat sebagaimana daftar manifes kapal yang diberitakan (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant : staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 29-08-1864).
Dalam beberapa tulisan Ismangoen Danoe Winoto disebut lahir tahun 1850.
Saat berangkat dari Soeracarta Ismangoen Danoe Winoto berusian 14 tahun. Usia
ini adalah kira-kira usia lulus sekolah dasar. Juga disebut Ismangoen Danoe
Winoto menempuh sekolah HBS di Belanda. HBS ditempuh selama lima tahun (tiga
tahun sekolah menengah pertama dan dua tahun sekolah menengah atas). Besar
dugaan Ismangoen Danoe Winoto menempuh ujian persamaan sekolah dasar di Belanda
sebelum lanjut ke HBS.
Setelah sekian lama, nama Ismangoen Danoe Winoto kembali terdeteksi di Delft (lihat Delftsche courant, 12-07-1871). Disebutkan dalam ujian Ambtenaren Oost Indie (pegawai pemerintah Hindia Belanda) untuk bagian A dari 54 orang yang mendaftar dan hanya 48 yang mengikuti ujian dimana 29 diantaranya dinyatakan lulus termasuk Ismangoen Danoe Winoto yang dicatat sebagai Raden Mas Ismangoen. Berita ini juga dilansir surat kabar lain di Hindia yang mana disebutkan Radhen Maas Ismangoen adalah cucu kaisar (Soeltan) Djokdjokarta (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 21-08-1871). Salah satu penguji dalam ujian ini adalah Nieuwenhuijzen (lihat Nederlandsche staatscourant, 12-01-1872).
Ismangoen
Danoe Winoto tampaknya tidak menemui kesulitan dalam studi. Hal serupa ini juga
dulu pernah dialami oleh Willem Iskander. Ismangoen Danoe Winoto juga berhasil
dalam pergaulan. Ini terbaca dari seseorang temannya di Leiden yang menulis di surat pembaca
tentang dirinya (lihat Algemeen Handelsblad,
18-05-1873). Boleh jadi karena cukup waktu bagi Ismangoen Danoe Winoto untuk
berinteraksi. Ismangoen Danoe Winoto tumbuh dan berkembang hampir sembilan tahun di Belanda.
Sementara Ismangoen Danoe Winoto terus bergiat studi di Belanda, di Hindia banyak hal yang telah terjadi. Sejauh ini (1873) Ismangoen Danoe Winoto sudah hampir sembilan tahun berada di Belanda tanpa pernah pulang kampung halaman. Tentu saja Ismangoen Danoe Winoto sudah cukup dewasa karena umurnya kira-kira 23 tahun.
Di Hindia Belanda, nama Willem Iskander begitu sangat terkenal. Sekolah
guru yang didirikannya di Tanobato (Tapanoeli) banyak mendapat pujian, karena
dianggap sekolah guru yang terbaik. Adanya desakan dari berbagai pihak untuk
meningkatkan kualitas pendidikan pribumi, akhirnya Pemerintah memutuskan
mengirim tiga guru muda untuk studi ke Belanda sebagaimana pernah dilakukan
oleh Willem Iskander (1857-1861). Lalu dipilih tiga guru muda berbakat yakni
Banas Lubis dari Tapanoeli, Raden Soerono dari Soeracarta dan Raden Adi Sasmita
dari Preanger. Untuk membimbing tiga
guru muda ini Pemerintah menunjuk Willem Iskander dengan memberikan beasiswa
untuk melanjutkan studi di Belanda untuk mendapatkan akta kepala sekolah.
Selama Willem Iskander ke Belanda sekolah guru di Tanobato ditutup dan sebagai
penggantinya akan dibuka sekolah guru (kweekschool) yang lebih besar di Padang
Sidempoean pada tahun 1879. Saat kebarangkatan yang kedua ini ke Belanda,
Willem Iskander sudah berumur 33 tahun (saat berangkat yang pertama tahun 1857
masih berumur 17 tahun). Diharapkan, setelah selesai studi di Belanda, Willem
Iskander diproyeksikan sebagai direktur Kweekschool Padang Sidempuan (ibukota
Afdeeling Mandailing dan Angkola). Lalu pada bulan April 1874 Willem Iskander
bersama tiga guru muda tersebut berangkat dari Batavia menuju Belanda. Sudah
barang tentu ketiga guru pribumi ini akan bertemu Ismangoen Danoe Winoto di
Belanda. Tiga guru muda ini studi ke Belanda untuk mendapatkan akta guru
(setara SMP/SGB), sementara Willem Iskander yang akan mengambil akta kepala
sekolah (setara SMA/SGA). Ismangoen Danoe Winoto sendiri sudah berada di
pendidikan setara Akademi/perguruan tinggi (pasca SMA/HBS). Pendidikan yang
diikuti oleh Ismangoen Danoe Winoto ini mirip seperti Akademi Pemerintahan
Dalam Negeri (APDN).
Akhirnya tahun 1875 Ismangoen Danoe Winoto lulus studi (lihat De standaard, 15-07-1875). Lulusan akademi ini berhak diangkat sebagai pejabat pemerintah (Ambtenar) di Hindia Belanda. Ismangoen Danoe Winoto dan kawan-kawan diangkat Menteri Koloni sebagai pegawai pemerintah di Hindia Belanda berdasarkan beslit tanggal 28 Agustus (lihat Algemeen Handelsblad, 02-09-1875).
Willem Iskander dan tiga guru muda di Belanda mengalami permasalahan
sendiri-sendiri.
Tidak lama setelah di Belanda, Barnas Lubis sakit dan lalu meninggal.
Kemudian Raden Soerono jatuh sakit. Untuk mempercepatkan kesembuhannya, Soerono
dikirim kembali ke tanah air, tetapi meninggal di dalam pelayaran di sekitar
Port Said. Willem Iskander dan Raden Adi Sasmita menjadi gamang.
Seiring dengan kelulusan Ismangoen Danoe Winoto dan penempatannya di Hindia muncul isu yang mana Ismangoen Danoe Winoto yang berpendidikan lisensi Eropa/Belanda tetapi tidak bisa menjadi pejabat di lingkungan Eropa/Belanda di Hindia Belanda (lihat Bataviaasch handelsblad, 02-12-1875). Ismangoen Danoe Winoto, sesuai kebijakan pemerintah yang berlaku, pejabat pemerintahan hanya diperuntukkan untuk orang Eropa/Belanda. Orang pribumi di Hindia Belanda meski memiliki pendidikan lisensi Eropa/Belanda hanya dapat diangkat di pengadilan (Landraad) atau pejabat di lingkungan penduduk pribumi. Ismangoen Danoe Winoto meradang. Ismangoen Danoe Winoto kembali ke tanah air.
Ismangoen Danoe Winoto setelah 10 tahun meninggalkan kampung halaman
kembali ke kampung halaman di Hindia Belanda. Ismangoen Danoe Winoto berlayar
dengan kapal Amalia (lihat Het nieuws van den dag: kleine courant, 20-03-1876).
Surat kabar yang terbit di Semarang De locomotief: Samarangsch handels- en
advertentie-blad, 12-05-1876 mengutip berita dari surat kabar di Singapoera The
Strait Times bahwa yang mendapat pesan telegram dari Prancis bahwa kapal Amalia
yang mana diantara penumpang terdapat Ismangoen Danoe Winoto berlayar dari
Prancis (Marseille) menuju Batavia via Terusan Suez dan Singapoera. Disebutkan
di dalam manifes kapal ini Ismangoen Danoe Winoto tidak sendiri tetapi dengan
istri. Ismangoen Danoe Winoto menikah dengan CH van Steeden tanggal 28 Januari
di Borculoo (Algemeen Handelsblad,
29-01-1876)
Seperti halnya dulu, ketika Willem Iskander pulang studi dari Belanda tahun 1861 langsung ke Batavia untuk menemui Gubernur Jenderal, Ismangoen Danoe Winoto juga melakukannya. Mereka membawa surat dari Menteri Koloni di Belanda ke Hindia. Tentu saja Willem Iskander, seorang dengan akta guru dimana sekolah untuk pribumi masih sedikit, akan pulang kampong untuk mendirikan sekolah guru. Ismangoen Danoe Winoto, bukan akta guru, tetapi akta/diploma/beslit di bidang pemerintahan.
Di Belanda, Willem Iskander sudah menyelesaikan pendidikannya. Raden Adi
Sasmita belum. Dalam pekembangannya diketahui Willem Iskander dikabarkan meninggal
dunia di Amsterdam tanggal 8 Mei 1876. Lalu bagaimana dengan Raden Sasmita,
yang kini sorangan diri di Belanda?
Setelah tiba di tanah air, Ismangoen Danoe Winoto di Hindia ditempatkan sebagai pejabat di Sekretaris Jenderal (Algemenen Secretarie) (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 30-06-1876). Ismangoen Danoe Winoto ditempatkan bersamaan dengan van Boetzelaar (teman yang sama-sama lulus di Belanda).
Setelah segala sesuatunya selesai urusan di Batavia, Ismangoen Danoe
Winoto bersama istri melanjutkan perjalanan ke kampung di Djocjocarta. Tidak
lama karena harus kembali ke Batavia untuk memulai tugas baru. Ismangoen Danoe
Winoto dan istri pada awal bulan Agustus kembali ke Batavia melalui pelabuhan
Semarang dengan kapal uap Baros Bentinck (lihat De locomotief: Samarangsch
handels- en advertentie-blad, 07-08-1876).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Sarjana Pribumi Pertama Indonesia Lulus Sekolah Tinggi di Belanda: Siapa Nama Sebenarnya?
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar