*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Tidak
ada budaya asli di Banda, tidak ada bahasa daerah di kepulauan ini. Bahasa
sehari-hari adalah bahasa Indonesia dialek Maluku. Walaupun demikian, yang jelas,
semua warga di kepulauan ini mengaku sebagai orang Banda. Kepulauan Banda berada di arah sebelah tenggara Maluku. Sementara itu, penduduk kepulauan ini
bukanlah orang Banda asli. Mereka adalah campuran keturunan Portugis, Belanda,
Arab, Filipina, Tionghoa, Mozambik, Persia, Benggali, Pegu, dan Koromandel (https://koransulindo.com/)
Penutur Bahasa Banda lebih banyak berada di Kei Besar Selasa, 14 Maret 2023. Ambon (ANTARA) - Kepala Kantor Bahasa Provinsi Maluku Sahril menyatakan masyarakat penutur Bahasa Banda lebih banyak di Desa Banda Eli, Kecamatan Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara, dibandingkan dengan di Pulau Banda, Kabupaten Maluku Tengah. "Bahasa Banda tidak lagi berkembang dan dituturkan masyarakat di Pulau Banda, tetapi di luar Pulau Banda, seperti di Desa Banda Eli dan Desa Elat, Kecamatan Kei Besar, " katanya di Ambon, Selasa. Ia mengakui keberadaan bahasa daerah di Provinsi Maluku menarik karena menyebar dan dituturkan masyarakat di wilayah lain. Kelompok masyarakat ini dipercaya bermigrasi dari Kepulauan Banda dan masih melestarikan bahasa asli leluhur, tetapi juga mampu menuturkan Bahasa Kei yang merupakan lingua franca di kepulauan ini. "Terjadinya perpindahan penduduk dari satu desa ke desa lain membuat bahasa daerah lebih banyak dituturkan warga yang berpindah dibandingkan warga asli," katanya. (https://ambon.antaranews.com/)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Banda di pulau Banda dan pulau Naira di laut Banda? Seperti disebut di atas bahasa Banda merujuk pada nama pulau Banda. Bahasa Banda di pulau Kei di kepulauan Maluku. Lalu bagaimana sejarah bahasa Banda di pulau Banda dan pulau Naira di laut Banda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Bahasa Banda di Pulau Banda dan Pulau Naira di Laut Banda; Bahasa Banda di Pulau Kei di Kepulauan Maluku
Tunggu deskripsi lengkapnya
Bahasa Banda di Pulau Kei di Kepulauan Maluku: Bagaimana Bisa?
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar