*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Bahasa Wersing (Kolana) (Wirasina) dituturkan
di desa Kolana Utara, Alor Timur, dan juga di desa Maritaing, Maisamang, Elok,
dan Kolana Selatan. Jumlah penutur berkisar 599 orang mendiami daerah pesisir
pantai. Suku yang dominan di desa Kolana Utara adalah suku Sawila. Bahasa
Wersing bahasa tersendiri dibandingkan bahasa-bahasa lain di sekitarnya seperti
Nedebang, Alor, Batu, Deing, dan bahasa Kepo dengan perbedaan 81 persen.
Dua Bahasa di Alor Terancam Punah. Suryani Wandari Putri Pertiwi. Rabu, 16 Desember 2020. Kepala Kantor Bahasa Provinsi Nusa Tenggaa Timur, Syaiful Bahri Lubis, menyatakan kondisi bahasa di NTT saat ini ada terancam punah, utamanya dua bahasa di Alor. Dari 72 bahasa daerah di NTT, ada dua bahasa yang menjadi fokus kami tahun depan yakni bahasa Sar dan bahasa Kafoa, keduanya terancam punah sebut Syaiful dalam webinar Revitalisasi Bahasa yang Terancam Punah, Rabu (16/12). Dijelaskan bahasa Sar merupakan bahasa yang dituturkan oleh masyarakat Nule, kecamatan Pantar Timur. Saat ini, penuturnya hanya 1.125 jiwa di kampung Nuhawala dan kampung Adiabang. Lebih lanjut disebut dengan jumlah penutur sebanyak itu, sudah terkategori terancam punah, bahasa ini juga sudah sedikit digunakan oleh penutur muda. Bahasa Sar bertetangga dengan bahasa Teiwa di sebelah timurnya dengan perbedaaan bahasa 87,5 persen. Sementara, di sebelah baratnya bertetangga dengan bahasa Deing. (https://mediaindonesia.com/)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Kolana bahasa Wersing di pulau Alor? Seperti disebut di atas bahasa Kolana atau bahasa Wersing dituturkan di Alor Timur. Pelindungan bahasa dan revitalisasi bahasa rawan punah. Lalu bagaimana sejarah bahasa Kolana bahasa Wersing di pulau Alor? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Bahasa Kolana Bahasa Wersing di Pulau Alor; Pelindungan Bahasa dan Revitalisasi Bahasa Rawan Punah
Tunggu deskripsi lengkapnya
Pelindungan Bahasa dan Revitalisasi Bahasa Rawan Punah: Penutur Bahasa Kelompok Populasi Kecil
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar