Rabu, 27 Juli 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (737): Mengapa Brunai Kecil Diantara Serawak dan Sabah; Bagaimana Hubungan Inggris dan Brunai


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Wilayah (negara) Brunai yang sekarang begitu kecil. Sudah kecil dua bagian pulau (yang dibatasi wilayah negara Serawak). Mengapa wilayat Brunai begitu kecil diantara dua negara yang lebih besar (Serawak dan Sabah). Ibarat wilayah negara Malaysia dibandingkan dengan wilayah Indonesia. Wilayah negara Brunai hanya berada di wilayah pesisir pantai (sementara Serawak dan Sabah berbatas hingga ke pedalaman). Dalam hubungan ini bagaimana hubungan Inggris dengan (kerajaan) Brunai di masa lampau?


Brunei terdiri dari dua bagian yang tidak berkaitan; 97% dari jumlah penduduknya tinggal di bagian barat yang lebih besar, dengan hanya kira-kira 10.000 orang tinggal di daerah Temburong, yaitu bagian timur yang bergunung-gunung. Jumlah penduduk Brunei 470.000 orang. Dari bilangan ini, lebih kurang 80.000 orang tinggal di ibu kota Bandar Seri Begawan. Sejumlah kota utama termasuk kota pelabuhan Muara, serta kota Seria yang menghasilkan minyak, dan Kuala Belait, kota tetangganya. Di daerah Belait, kawasan Panaga ialah kampung halaman sejumlah besar ekspatriat, disebabkan oleh fasilitas perumahan dan rekreasi Royal Dutch Shell dan British Army. Klub Panaga yang terkenal terletak di sini. Iklim Brunei ialah tropis khatulistiwa, dengan suhu serta kelembapan yang tinggi, dan sinar matahari serta hujan lebat sepanjang tahun. Brunei dibagi atas empat distrik: Belait, Brunei dan Muara; Temburong; dan Tutong. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah mengapa Brunai wilayahnya kecil diantara wilayah Serawak dan Sabah? Seperti disebut di atas, wilayah Brunai hanya wilayah kecil dan jauh lebih luas dari wilayah Serawak dan wilayah Sabah. Apa yang terjadi di masa lampau? Lalu bagaimana sejarah mengapa Brunai wilayahnya kecil diantara wilayah Serawak dan Sabah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Mengapa Brunai Kecil Diantara Serawak dan Sabah: Bagaimana Hubungan Inggris dan Brunai

Dalam berbagai narasi sejarah disebutkan (kerjaan) Brunai pernah menjadi kerajaan yang kuat yang bahkan menguasai hamper seluruh pulau Kalimantan. Bagaimana hal itu dapat dibuktikan? Tentu saja tidak hanya sejarah Brunai, bahkan negara-negara lain. Nama Brunai disebut dicatat di Tiongkok dengan nama Poni. Juga disebutkan di muara sungai Brunai telah menjadi pusat perdagangan sejak awal abad ke-7. Juga disebutkan kerajaan Brunai pernah ditaklukkan Sriwijaya dan Majapahit. Jika Brunai adalah kerajaan tua dan kerajaan kuat, lantas, mengapa wilayah Kerajaan Brunai kini begitu kecil di pantai utara Borneo?


Kerajaan Poni yang disebutkan dalam catatan Tiongkok sejumlah peneliti awal (era Hindia Belanda) meyakini bahwa nama Poni diduga kuat adalah Panay di pantai timur Sumatra. Berdasarkan Prasasti Kedoekan Boekit yang bertarih 682 M menyebutkan raja Dapuntra Hyang Nayik dengan pasukannnya berangkat dari Minana. Nama Minana ini di dalam prasasti diduga adalah (kota) Binanga di muara sungai Baroemoen di pantai timur Sumatra. Di deakat kota (kini kota kecamatan) Binanga ini bermuara sungai Panay di sungai Baroemoen. Dalam prasasti Laguna Filipna (900 M) disebutkan penguasa yang masyhur berada di Binwangan (diduga kuat di Binanga). Kerajaan Chola (India) pada tahun 1925-1030 menaklukkan sejumlah kerajaan di selat Malaka diantaranya Panai (lihat prasasti Tanjore 1030). Pada masa ini di Kawasan daerah aliran sungai Baromoen dan daerah aliran sungai Panai di pantai timur Sumatra (Padang Lawas) ditemukan puluhan candi-candi Hindoe/Boedha.

Bagaimana Kerajaan Brunai pernah ditaklukkan Sriwijaya tidak ditemukan bukti. Awal keberdaan Kerajaan Sriwijaya sendiri dicatat pada abad ke-7 (Prasasti Kedoekan Boekit 682 M), Juga ditemukan catatan pada prasasti Tanjore 1030. Setelah itu tidak ditemukan lagi catatan tentang Sriwijaya. Dalam teks Negarakertagama (1365) tidak ditemukan nama Sriwijaya (nama yang disebut antara lain Panai, Rokan, Jambi dan Palembang). Dalam teks ini juga disebutkan nama Brunai.


Di wilayah Kalimantan bagian utara, nama-nama tempat yang disebiut dalam teks Negarakertagama 1365 selain Brunai antara lain adaslah Sambas, Melano, Seloedong dan Soloe. Sambas dan Melano beradda di seblelah barat Brunai; di sebelah timur Brunai adalah Seludong dan Soloe di pulau-pulau sebelah timur.

Lalu mengapa nama Brunai baru terdapat dalam teks Negarakertagama (1365)? Apakah ada kaitannya dengan Brunai antara hubungan Panai dan Luzon (prasasti Laguna 900 M)? Jelas dalam hal ini secara geografi antara Brunai dan Luzon (di teluk Manila) begitu dekat. Namun bagaimana membuktikan hubungan keduanya (antara Brunai dan Manila).


Hubungan antara Panai dan Luzon diduga cukup kuat. Namun tidak dalam data sejarah tertulis, tetapi dari aspek lainnya. Catatan sejarah antara Panai dan Luzon ditemukan dalam prasasti Laguna (900 M) jika dipercaya bahwa nama Binwangan dalam prassasti tersebut adalah Binanga (di Panai di pantai timur Sumatra). Salah satu pulau di Filipinan disebut pulau Panai (dekat pulau Luzon). Selain itu nama-nama tempat di teluk Manila pada masa ini banyak yang mirip dengan nama-nama di Panai (Padang Lawas) pantai timur Sumatra. Di pulau Palawan ada populasi etnik yang mengidentifikasi diri sebagai )orang) Batac. Sejumlah kosa kata elementer mereka mirip dengan Bahasa Batak di pantai timur Sumatra.

Sebelum kehadiran Eropa/Portugis, kerajaan kuat di pantai timur Sumatra adalah Kerajaan Aru Batak Kingdom. Kerajaan ini diduga adalah suksesi Kerajaan Panai. Kerajaan Aru pernah menyerang Kerajaan Malaka. Mendes Pinto (1537) menyebutkan bahwa Kerajaan Aru Batak Kingdom memiliki pasukan sebanyak 15.000 orang yang mana delapan ribu adalah orang Batak dan sisanya didatangkan dari Minangkabau, Jambi, Indragiri, Brunai dan Luzon. Mendes Pinto menyebiut ibu kota Kerajaan Aru di Panaju (Panai?).


Sejauh ini tidak ada catatan/indikasi hubungan antara Brunai dan Luzon. Yang ada justru hubungan Panai/Aru dengan Brunai dan hubungan Panai/Aru dengan Luzon. Hubungan Aru dengan Luzon diduga sudah terbentuk sejak abad ke-10 (Prasasti Laguna 900 M). Oleh karena nama Brunai dan Panai sudah disebut dalam teks Negarakertagama (1365), diduga kuat hubungan Panai/Aru diduga telah terjadi pada abad ke-14 tersebut. Catatan: Kerajaan Malaka baru terbentuk tahun 1403. Menurut Mendes Pinto Kerajaan Aru pernah menaklukkan Kerajaan Malaka.

Dalam hubungan antara Panai/Aru di daerah aliran sungai Baroemeon (pantai timur Sumatra) dengan Luzon dan Brunai, apakah dalam hal ini nama Broenai merujuk pada nama (sungai) Baroemoen. Dalam Bahasa India selatan ‘aru’ artinya sungai. Ini mengindikasikabn sungai Baroemoen (B-aroe-moen) merujuk pada ‘aru’=sungai. Kerajaan Aru bisa jadi identifikasi untuk menyatakan kerajaan sungai (kerajaan yang memiliki sungai). Pada masa ini di wilayah Padang Lawas cukup banyak sungai. Lantas apakah nama Brunai merujuk pada nama Baroe-moen dan Pa-nai (Baroe-nai)?


Di pantai utara Borneo ditemukan banyak nama-nama tempat yang sudah tua. Brunai adalah nama tua, sementara Kuching dan Sarawak adalah nama-nama baru. Berdasarkan peta-peta lama era Portugis, Brunai awalnya di sisi dalam teluk kuno Brunai dan Melanau berada juga jauh di belakang pantai. Nama-nama tempat yang awalnya di pantai antara lain adalah Sibu, tetapi kini terkesan di pedalaman (ada proses sedimentasi jangka Panjang). Namun nama tua Bintulu tetap berada di pantai karena Kawasan itu tidak terjadi sedimentasi. Dua kota tua utama di Serawak ini mirip dengan nama kota/tempat di Padang Lawas yakni Siabu (Sibu?) dan Bintuju (Bintulu?). Tetangga kampong/kota Brunai dahulu bertetangga dengan nama kampong Limbong (kini menjadi nama sungai Lembang). Limbong adalah salah satu marga di Tanah Batak. De diekat Brunai juga ditemukan nama kampong lama yakni Lawas (Padang Lawas?). Nama-nama lainnya di timur laut Brunai adalah Tambunan dan Nabawan (Nababan?). Tambunan dan Nababan adalah marga di Tanah Batak. Last but not least di timur kota Tambunan terdapat nama kota Tamparuli (Tapanuli?). Sebutan nama sungai di Serawak, Brunai dan Sabah adalah ‘batang’=sungai dimana di Padang Lawas juga sungai disebut ‘batang’.   

Kosa kata elementer ‘ina’=ibu dan ‘ama’=ayah ditemukan di berbagai wilayah etnik, antara lain etnik Melanau di Serawak, etnik Tidoeng di Sabah dan Kalimantan Utara, etnik Sulu (timur Sabah) dan etnik-etnik di pulau Palawan Filipina (utara Brunai). Kosa kata elementer ‘ina’=ibu dan ‘ama’=ayah ini juga ditemukan dalam bahasa Tagalog di Filipina dan bahasa Batak di wilayah Padang Lawas pantai timur Sumatra. Selain kemiripan aspek linguistic ini lalu apakah elemen kebudayaan lainnya memiliki kemiripan diantara etnik-etnik tersebut.


Nama gunung tertinggi di Borneo yang berada di Sabah adalah Kinabalu. Besar dugaan bahwa nama gunung ini di masa lampau sebagai penanda navigasi pelayaran yang merujuk pada kata ‘kina’ dan ‘balu’. Besar dugaan nama gunung ini awalnya Ina-balu. Dalam bahasa Batak ina adalah ibu dan bahasa di pulau Palawasn ibu disebut ‘kina’. Nama ‘balu- sendiri atau juga disebut ‘bulu’ di dalam bahasa Batak artinya gunung. Dengan demikian nama Kinabalu apakah maksudnya gunung ibu? Sementara sungai terpanjang di Borneo Utara adalah sungai Kinabatangan. Merujuk pada nama ‘kina’ dan ‘batang’=sungai lalu apakah Kinabatangan atau Kinabatang adalah sungai ibu?

Tunggu deskripsi lengkapnya

Inggris dan Brunai: Apakah Brunai Pernah Memiliki Wilayah Serawak dan Sabah?

Brunai diduga kuat adalah nama kuno di Borneo Utara. Paling tidak namnya sudah disebut di dalam teks Negarakertagama (1365). Ini mengindikasikan saat itu nama Brunai adalah nama yang penting. Oleh karena itu saat itu Brunai adalah suatu kerajaan dimana memiliki Pelabuhan perdagangan di tempat (kampung/kota) Brunai. Sementara Kerajaan Panai (yang beribukota dio Binanga) di pantai timur Sumatra jauh sebelumnya telah memiliki hubungan perdagangan dengan Luzon (prasasti Laguna 900 M). Tidak hanya di Luzon tetapi juga di pulau-pulau lain dekan Luzon seperti pulau Panai. Besar dugaan terbentuknya pusat perdagangan di Brunai (jauh sebelum disebutkan dalam teks Negarakertagama), diduga dalam hubungannnya dengan navigasi pelayaran perdagangan Kerajaan Panai di pantai timur Sumatra.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar