Selasa, 26 Juli 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (736): Nunukan dan Geomorfologi di Teluk St Lucia; Batu Tinagat, Pulau Sebatik, Nunukan, Tarakan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Wilayah pulau Nunukan dan pulau Sebatik yang sekarang sesungguhnya dapat dikatakan sebagai wilayah baru. Wilayah yang sudah tua justru berada di bagian pedalaman dimana sungai-sungai bermuara ke teluk St Lucia. Dalam teks Negarakertagama 1365 disebutkan nama Saroedong. Aktivitas manusia di pedalaman telah menyebabkan proses sedimentasi jangka panjang di teluk sehingga terbentuk daratan baru termasuk pulau Sebatik dan pulau Nunukan. Dalam hubungan ini bagaimana sejarah batas Indonesia di teluk St Lucia tersebut?


Pulau Sebatik adalah sebuah pulau di sebelah timur laut Kalimantan. Pulau ini secara administratif yang merupakan bagian dari Provinsi Kalimantan Utara, pulau Sebatik merupakan Pulau Terdepan dan Pulau Terluar di Indonesia. Sebatik adalah salah satu tempat di mana terjadi pertempuran hebat antara pasukan Indonesia dan Malaysia saat terjadinya "Konfrontasi". Di sebelah barat pulau ini terdapat Pulau Nunukan. Pulau Sebatik merupakan daerah perbatasan Indonesia-Malaysia. Pulau Sebatik terbagi dua. Belahan utara seluas 187,23 km²merupakan wilayah Negara Bagian Sabah, Malaysia, sedangkan belahan selatan dengan luas 246,61 km²masuk ke wilayah Indonesia di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara. Pada tanggal 16 Desember 2014, Presiden Jokowi mengunjungi wilayah perbatasan Republik Indonesia di Pulau Sebatik. Di pulau terluar ini, Presiden mengunjungi beberapa lokasi seperti Tanah Kuning Patok II dan Sungai Pancang, di mana terdapat pos Angkatan Laut yang dapat melihat langsung wilayah Malaysia, yakni Tawau. Di tempat ini, selain meninjau fasilitas di pos perbatasan, Presiden Jokowi juga menaiki menara pos perbatasan milik pasukan marinir TNI-AL di Sei Bajo, dan selanjutnya memanjat pos menara tertinggi Pos Perbatasan Sei Pancang, di Pulau Sebatik, Kalimantan Utara (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah geomorfologi Nunukan tempo doeloe di Teluk St Lucia? Juga bagaimana sejarah Batu Tinagat, Pulau Sebatik, Nunukan dan Tarakan? Seperti disebut di atas, wilayah Nunukan yang sekarang dimana terdapat pulau Sebatik dan pulau Nunukan terbilang pulau-pulau yang baru. Lalu bagaimana sejarah geomorfologi Nunukan tempo doeloe di Teluk St Lucia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nunukan dan Geomorfologi di Teluk St Lucia

Batas wilayah Indonesia dan Sabah pada era Hindia Belanda (perjanjian London 1824) berada di Batu Tinagat. Dalam hal ini batas yurisdiksi Inggris (Borneo Utara) dan yurisdiksi Hindia Belanda pada perjanjian itu baru ditegaskan di Tanjung Datoe di barat dan di Tanjung Batu Tinagat di timur (Dahulu kala disebut Tanjung Tape). Lantas mengapa kemudian bergeser menjadi batas yang sekarang dimana pulau Sebatik harus dibagi dua?


Batu Tinagat sebagai batas yurisdiksi Inggris dan yurisdiksi Hindia Belanda sudah lama dipahami oleh Angkatan laut Hindia Belanda. Hal itulah mengapa pos Angkatan laut dibangun di Batu Tinagat dimana juga dibangun mercu suar yang dijaga oleh pasukan pribumi pendukung militer Hindia Belanda. Namun Baron von Overdeck pada tahun 1878 mewakili Maskapai Borneo Utara mengklaim batas konsesi mereka hingga ke sungai Sebakoeng. Pihak Belanda awalnya protes. Pada peta-peta Hindia Belanda Peta 1883 dengan tegas mengidentifikasi batas itu berada di Batu Tinagat. Lantas mengapa titik Batu Tinagat yang diklaim Hindia Belanda? Seperi kita lihat nanti secara geografis/geomorfologis di wilayah selatan batas dari Batu Tinagat dan sungai Tawau adalah bentang alam, yang diduga terbentuk baru sebagai daratan baru hasil proses sedimentasi jangka Panjang. Peta 1882

Secara geomorfologi, wilayah di selatan tanjung Batu Tinagat dan sungai Tawau adalah Kawasan rendah, yang di masa lampau merupakan perairan/laut yang menjadi bagian dari teluk zaman kuno Teluk St Lucia. Tentu saja di dalam perairan ini belum terbentuk pulau Sebatik dan pulau Nunukan.


Di bagian pedalaman teluk ini di zaman kuno mengalir sungai Segama yang bermuara ke arah timur laut. Tanda alam sungai Tawau dan sungai Segama inilah yang kemudian dipahami Angkatan laut Hindia Belanda dijadikan batas yurisdiski Belanda dan Inggris (sejak 1824). Suatu batas yang di sebelah selatan merupakan wilayah yang lebih rendah (sementara ke arah utara lebih bergunung-gunung).

Pada peta VOC/Belanda (1657) teluk St Lucia ini digambarkan masih berupa teluk yang sangat lebar mulai dari Tanjung Tape (Batu Tinagat) hingga jauh ke selatan di Berau. Sudut teluk besar yang berbelok di Tanjung Tape yang disebut secara khusus teluk St Lucia.


Dalam peta-peta yang lebih awal, nama tanjoeng dan nama teluk belum disebut. Namun kedua penanda navigasi pelayaran perdagangan itu diidentifikasi baru secara jelas pada Peta 1657. Penamaan tersebut merujuk pada laporan-laporan pelaut/pedagang Portugis yang telah lama berlayar mengitari pulau. Besar dugaan pada masa itu aktivitas manusia di belakang pantai./teluk hingga pedalaman belum begitu intens. Peta 1657

Pada tahun 1720 seorang ahli geografi Belanda yang bermukim di Amboina, Francois Valentijn melakukan pelayaran ke pantai timur pulau Borneo. Dalam bukunya yang ditebitkan pada tahun 1724 mengupdate peta pulau Borneo. Dalam peta ini nama-nama tanjong Tape dan teluk St Lucia masih diidentifikasi. Informasi yang baru dalam peta Valentijn ini bagian daratan teluk diidentifikasi sebagai pantai Berau. Dalam peta ini juga disebut tempat pemukiman yang diidentifikasi sebagai St Lucia (yang menjadi rujukan nama teluk). Dimana posisi GPS kmapong St Lucia ini pada masa kini tidak diketahui secara pasti.


Pulau-pulau kecil di teluk St Lucia yang didientifikasi pada Peta 1657 yang disebut pulau I de S Augustine (I=illa=pulau) masih diindentifikasi oleh Francois Valentijn. Hanya bedanya tiga pulau kecil terawal telah menyatu dengan terbentuknya gosong yang sangat luas (daratan berpasir yang tergenang jika terjadi pasang). Pulau inilah diduga sebagai cikal bakal pulau Sebatik. Sementara di selatannya Valentijn mengidentifikasi  empat pulau-pulau gosong kecil. Dua pulau gosong yang menyatu agak jauh dari pantai diduga menjadi cikal bakal pulau Nunukan. Sedangkan dua pulau gosong yang lebih dekat ke pantai telah menyatu dengan daratan dimana daratan sendiri semkin meluas ke wilayah perairan. Dengan kata lain tanjong Tape semakin membesar (dalam hal ini terbentuk wilayah baru yang kini menjadi wilayah Tawau). Batas antara tanjong Tape yang lama (Peta 1657) dan tanjung Tape yang baru (Peta 1724) menjadi jalan arus sungai ke laut yang diduga sungai Segama. Ini mengindikasikan bahwa pada awalnya sungai Segama bermuara ke teluk St Lucia pada zaman kuno. Sungai lainnya yang bermuara ke teluk adalah sungai Sibakoe dan sungai Sembakoeng serta sungai Sesajap.

Teluk St Lucia lambat laun semakin menyempit karena terbentuknya perluasan daratan yang mana di satu sisi pulau Sebatik dan pulau Nunukan semakin membesar dan di sisi lain wilayah kawasan pesisir makin meluas menutupi perairan teluk diantaranya terbentuk daratan (wilayah) Tawau yang sekarang.


Pasca Traktat London 1824 angkatan laut Hindia Belanda mengklaim batas wilayah di Batu Tinagat dan sungai Tawai tampaknya merujuk pada bentang alam (yang baru secara ke seluruh) di teluk St Lucia. Bentang baru ini adalah Kawasan lebih rendah yang disana sini masih terdapat rawa dan vegetasi muda. Klaim Angkatan laut Hindia Belanda ini semacam dash line China masa ini. Jika batas lama (traktat London 1824) yang digunakan pada masa ini tentu saja tidak akan ada masalah soal pulau Ligitan dan pulau Sipadan (tentu saja pada waktu itu dua pulau gosong/karang ini belum terbentuk).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sejarah Baru Kawasan Teluk St Lucia: Batu Tinagat, Pulau Sebatik, Nunukan hingga Tarakan

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar