Selasa, 27 September 2022

Sejarah Bangka Belitung (13): Karimata dan Selat antara Pulau Belitung dan Kalimantan; Navigasi Pelayaran Perdagangan Sejak Dulu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Nama Karimata yang berada diantara pantai barat pulau Kalimantan dan pulau Belitung hingga ini hari masih eksis, sebagai nama pulau dan juga nama selat. Nama pulau Karimata juga digunakan sebagai nama kawasan (kepulauaa) di sekitar pulau Karimata. Kepulauan ini berada di wilayah kabupaten Kayong Utara, provinsi Kalimantan Barat. Namun artikel ini tidak dalam konteks pantai barat Kalimantan, tetapi kepulauan Bangka dan Belitung.


Selat Karimata adalah selat luas yang menghubungkan Laut Natuna dengan Laut Jawa. Selat ini terletak di antara Pulau Sumatra dan Kalimantan di Indonesia. Lebar selat ini sekitar 207 km apabila diukur dari Kalimantan hingga Pulau Belitung. Belitung dipisahkan dari Pulau Bangka oleh Selat Gaspar. Bangka terletak dekat pesisir timur Sumatra yang dipisahkan oleh Selat Bangka. Kepulauan Karimata terletak di Selat Karimata. Selat Karimata juga merupakan salah satu selat terbesar di Indonesia. Tempat ini juga menjadi lokasi jatuhnya pesawat Indonesia AirAsia Penerbangan 8501 yang menewaskan 162 penumpang dan awak pesawat pada 28 Desember 2014 (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah selat Karimata, antara pulau Belitung dan pulau Kalimantan? Seperti disebut di atas, selat Karimata adalah selat yang cukup lebar antara pulau Belitung dan pulau Kalimantan yang Namanya mengambil nama pulau Karimata. Penamaan selat sejak era navigasi pelayaran perdagangan zaman kuno. Lalu bagaimana sejarah selat Karimata, antara pulau Belitung dan pulau Kalimantan?? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Selat Karimata, Antara Pulau Belitung dan Pulau Kalimantan; Navigasi Pelayaran Perdagangan Sejak Zaman Kuno

Nama selat Karimata mengambil nama dari nama (pulau) Karimata. Pulau Karimata berada di arah timur pulau Belitung. Pulau Karimata tidak garis diagonal dari pulau Belitung ke pulau Kalimantan, tetapi tegak lurus dari pulau-pulau di selatan (Belitung) dengan pulau-pulau di utara (kepulauan Karimata). Nama pulau Karimata sendiri paling tidak sudah dipetakan dalam peta-peta Portugis dengan nama pulau Cherimata (Peta 1601). Hingga tahun 1724 di Hindia Timur hanya tiga buah selat yang diidentifikasi: Soenda, Malacca dan Palambuan (Blambangan). Bagaimanana dengan (selat) Karimata.


Asal usul nama Karimata, sulit diketahui. Secara toponimi nama yang mirip dengan Karimata adalah (pulau) Karimun. Nama di daratan yang mirip adalah Karawang dan Karawaci. Tentu saja di India ada nama Koromandel dan di Indonesia nama Karo. Pada era Majapahit di dalam teks Negarakertagama dicatat nama Karitang (pantai timur Sumatra).

Selat Karimata pada masa ini seakan ada jarak yang jauh antara pulau-pulau di timur pulau Belitung dengan pulau-pulau kecil barat pulau Karimata. Namun jika diperhatikan Peta 1665, seakan terdapat gugus pulau yang sambung menyambung antara pulau Belitung dengan pulau Maya. Apakah dalam hal ini di masa lampau (zaman kuno) terbentuk daratan yang menyatu dari Semenanjung Malaya hingga pantai barat Kalimantan (melalui Bintan, Lingga, Bangka, Belitung dan Karimata).


Pada era Hindia Belanda di Jawa masih ditemukan di wilayah tertentu orang-orang negrito (berkulit gelap). Populasi negrito yang cukup signifikan terdapat di kepulauan Andaman. Lantas apakah di masa lampau zaman kuno Semenanjung Burma menyatu dengan pulau Sumatra dan pulau Jawa? Sementara itu pada masa kini di Semenanjung Malaya masih ditemukan orang negrito (Orang Semang) dan di pulau-pulau di Filipina. Lalu apakah tempo doeloe jalur Semenanjung Malaya, Bintan, Lingga, Bangka, Belitung dan Karimata menjadi jalur migrasi orang negrito dari (daratan) Asia ke Filipina?

Tunggu deskripsi lengkapnya

Navigasi Pelayaran Perdagangan Sejak Zaman Kuno: Antara Tiongkok di Utara dan Australia di Selatan

Meski nama Karimata sudah dikenal sejak lama, namun situasi dan kondisinya di zaman lampau, apalagi zaman kuno, kurang terinformasikan. Pada era VOC hanya dikenal luas nama Pontianak sebagai eks bagian wilayah Banten (yang kemudian beralih kepada VOC). Pun demikian dengan pulau Billiton/Belitung kurang terinformasikan. Yang jelas bahwa pada tahun 1823 sudah ada kapal dagang yang diberitakan dari Batavia ke Karimatan (lihat Bataviasche courant, 01-03-1823).


Orang pertama Eropa yang menemukan (pulau) Kalimantan adalah Vasco de Gama. Orang-orang Spanyol dan Portugis mencoba untuk menetap di Kalimantan di sekitar Sinkwang dan di sepanjang pinggiran Pontianak. Pulau Kalimantan, sejauh yang bisa dilihat, diperintah oleh sepuluh Sultan, yang masing-masing memiliki sejumlah pangeran kecil di bawah mereka; sultan terkuat adalah dari Sooluh.

Para pemimpin lokal di kepulauan Karimata tunduk kepada Sultan Matan (lihat Nederlandsche staatscourant, 30-09-1828). Sebagaimana diketahui pada tahun 1821 cabang Pemeriutah Hindia Belanda sudah terbentuk di pantai barat Kalimantan. Cabang pemerintahan di pantai barat Kalimantan awalnya dimulai pada tahun 1816, untuk mengantisipasi masuknya pedagang Amerika yang telah melakukan Kerjasama dengan Sultan Sambas (sementara beberapa tahun sebelumnya sudah dibentuk cabang pemerintahan di Bandjarmasin). Lalu, bagaimana dengan di Belitung?


Proses politik yang terjadi di Eropa, pada tahun 1816 Inggris harus mengembalikan pemerintahan kepada Pemerintah Hindia Belanda. Namun Inggris terkesan kurang senang, karena sudah nyaman dengan keuntungan. Pasca pengembalian kepada Pemerintah Hindia Belanda, terkesan hanya melepaskan wilayah jawa saja. Pada tahun 1817 diplomasi dan pasukan militer Pemerintah Hindia Belanda mengusir Inggris dari Bangka (lihat Dagblad der provincie Noord-Braband, 01-07-1817).

Dalam perkembangannya cabang pemerintahan di bentuk di Bangka (Residenrtie Palembang en Bangka) setingkat Asisten Residen di Muntok. Namun kawasan Bangka Beliting dan selat Bangka kerap terjadi gangguan termasuk gangguan dari para bajak laut. Dalam hal ini mulai terbentuk koneksi pemerintahan di Bangka Beliting di barat dan pantai barat Kalimantan di timur yang dipisahkan oleh selat Karimata.


Pada tahun 1820 terjadi gangguan di Palembang (lihat De Curaçaosche courant, 18-11-1820). Sejak ini status pemerintahan di Bangka ditingkatkan menjadi pejabat Residen yang merangkap sebagai komandan militer (pangkat Letnan Kolonel). Pada akhir tahun 1820 ini di Bangka juga terjadi gangguan para bajak laut di wilayah selatan di sekitar Toboali dan pulau Lepar (lihat s Gravenhaagsche courant, 11-06-1821). Para bajak laut ini dapat diusir militer pemerintah Hindia Belanda (dan bergeser ke pantai timur Sumatra di daerah hilir sungai Batanghari).

Seperti disebut di atas, pada tahun 1823 dilaporkan adanya kapal dagang dari Batavia ke Karimata, seakan mengindikasikan di wilayah perairan di selat Gaspar sudah aman dari gangguan yang antara lain dating dari para bajak laut. Tampaknya, selat Gaspar dan selat Karimata mulai kondusif dalam navigasi pelayaran perdagangan. Sementarea itu juga di wilayah utara sudah dibentuk cabang pemerintahan di Riau dimana residen berkudukan di pulau Bintan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar