Kamis, 10 Juli 2025

Sejarah Indonesia Jilid 9-1: Indonesia Orde BARU, Baru Berorde Membangun Republik Indonesia; Pembangunan Pertanian-Industri


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Indonesia Jilid 1-10 di blog ini Klik Disini

Orde lama pada intinya telah berhasil mengusir para penjajah di Indonesia, khususnya orang Belanda. Sedangkan Orde baru pada intinya telah berhasil meredam ideologi asing di Indonesia, terutama faham komunisme (dan kelak diikuti orde reformasi yang berhasil melarang pangaruh asing dalam organisasi keagamaan terutama organisasi Islam yang bersifat radikal). Orde baru sendiri dapat dikatakan baru berorde membangun Republik Indonesia yang dimulai pada sektor pertanian yang diikuti pada sektor industri.


Orde Baru adalah masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia yang berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Masa ini ditandai dengan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang pesat, namun juga dengan pembatasan kebebasan sipil dan pelanggaran HAM. Latar Belakang: Orde Baru muncul setelah berakhirnya masa Orde Lama di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno. Pergantian kekuasaan ini ditandai dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966. Beberapa faktor yang melatarbelakangi munculnya Orde Baru antara lain krisis ekonomi, konflik politik, dan peristiwa Gerakan 30 September/PKI. Ciri-ciri Orde Baru: (1) Stabilitas politik dan keamanan, (2) Pertumbuhan ekonomi, (3) Pembangunan infrastruktur, (4) Pendidikan, (5) Pembatasan kebebasan, (6) Pelanggaran HAM, (7) Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Akhir Orde Baru: Krisis ekonomi yang melanda Asia pada tahun 1997 memperburuk kondisi ekonomi Indonesia. Muncul gerakan reformasi yang menuntut perubahan politik dan demokrasi. Mahasiswa dan masyarakat turun ke jalan untuk menuntut pengunduran diri Soeharto. Pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto mengundurkan diri, menandai berakhirnya masa Orde Baru
(AI Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah orde baru Indonesia, baru berorde membangun Republik Indonesia? Seperti disebut di atas, pembangunan Indonesia baru mulai menemukan bentuknya pada orde baru, suatu orde yang dihubungkan dengan pembangunan pertanian dan pembangunan industri. Lalu bagaimana sejarah orde baru Indonesia, baru berorde membangun Republik Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja. Dalam hal ini saya bukanlah penulis sejarah, melainkan hanya sekadar untuk menyampaikan apa yang menjadi fakta (kejadian yang benar pernah terjadi) dan data tertulis yang telah tercatat dalam dokumen sejarah.

Orde Baru Indonesia, Baru Berorde Membangun Republik Indonesia; Pembangunan Pertanian dan Industri

Orde baru di Indonesia dimulai dengan munculnya tiga pemimpin utama (trio leider). Tiga pemimpin utama tersebut adalah Soeharto, Adam Malik dan Hamengkoeboewono (lihat De Telegraaf, 01-04-1966). Mengapa Telegraaf mengidentifikasi tiga nama tersebut?


Supersemar, singkatan dari Surat Perintah Sebelas Maret, adalah surat perintah yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966. Surat ini memberikan wewenang kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu dalam mengatasi krisis politik dan keamanan pasca peristiwa Gerakan 30 September (G30S/PKI). Kabinet Dwikora III atau Kabinet Dwikora yang Disempurnakan Lagi adalah nama kabinet pemerintahan Indonesia pimpinan Presiden Soekarno Kabinet ini diumumkan secara langsung oleh Presiden Soekarno pada 27 Maret 1966 dan bertugas mulai 30 Maret (AI Wikipedia). Dalam kabinet sebelumnya, Adam Malik sejak 18 Maret yang menjadi Menteri Luar Negeri & Hubungan Ekonomi Luar Negeri menggantikan (ad-interim) Wakil Perdana Menteri I (Bidang Sosial Politik) Subandrio; dan Sri Sultan Hamengkubuwana IX Menteri Koordinator Kompartimen Pembangunan menggantikan (ad-interim) Wakil Perdana Menteri III (Bidang Ekonomi dan Pembangunan) Chaerul Saleh. Sementara Soeharto, Menteri/Panglima Angkatan Darat. Sebelumnya dari berbagai analisis terhadap kabinet baru, yang sedang dibentuk atas nama Presiden Sukarno, diharapkan bahwa Jenderal Nasoetion akan kembali ke posisi tinggi, mungkin sebagai perdana Menteri (lihat De Telegraaf, 15-03-1966). Namun yang terjadi Presiden Soekarno tetap merangkap sebagai Perdana Menteri. Dalam susunan Kabinet Dwikora yang Disempurnakan Lagi (yang mulai bertugas 30 Maret), antara lain: Wakil Perdana Menteri IV (Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan) Sri Sultan Hamengkubuwana IX; Wakil Perdana Menteri V (Bidang Pertahanan dan Keamanan) Soeharto (ad-interim); Wakil Perdana Menteri VI (Bidang Sosial dan Politik) dan Menteri Luar Negeri Adam Malik. Dalam hal ini Soeharto adalah pendatang baru dalam kabinet (sejak 16 Oktober 1965) sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat menggantikan Jenderal Achmad Yani yang gugur pada peristiwa G 30/S PKI. Sementara itu Jenderal AH Nasoetion sebagai Menteri/Wakil Panglima Besar Komando Ganjang Malaysia. Sebagaimana diketahui AH Nasoetion yang sempat menjadi sasaran tembak peristiwa G 30 S/PKI (saat itu sebagai Menteri Koordinator Kompartimen Pertahanan dan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata).

Lebih lajut disebut Telegraaf, 01-04-1966 tiga tokoh terkemuka di kabinet baru - Sultan Djokjakarta, Menteri Luar Negeri Adam Malik, dan Jenderal Suharto - setuju bahwa Soekarno dan favoritnya pada akhirnya harus mundur. Namun, mereka berbeda pendapat tentang bagaimana caranya. Kedua pemimpin sipil, Sultan dan Malik, ingin mengambil tindakan tegas. Namun, Soeharto yang memiliki senjata lebih suka bertindak perlahan dan hati-hati.


Trio baru telah hadir di kancah politik Indonesia pasca peristiwa G 30/S PKI. Lantas siapa saja trio lama? Trio lama bermula segera setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, dalam pemerintahan awal: Soekarno sebagai presiden, Mohamad Hatta sebagai wakil presiden dan Amir Sjarifoeddin Harahap sebagai Menteri Penerangan yang juga merangkap sebagai Menteri Pertahanan (BKR). Dalam perkembangannya, Perdanama Menteri Amir Sjarifoeddin Harahap yang memimpin perundingan Renville, dan hasilnya ditolak sebagian partai harus mengundurkan diri yang kemudian digantikan Mohamad Hatta pada Januari 1948. Sehubungan dengan peristiwa Madioen, Amir Sjarifoeddin Harahap ditangkap dan ditahan. Jelang Agresi Militer Belanda ke Jogjakarta, Amir Sjarifoeddin Harahap dibunuh oleh bangsanya sendiri tanggal 19 Desember 1948 tanpa pernah diadili. Sejak itu trio menjadi dwitunggal (Soekarno dan Mohamad Hatta). Singkatnya, dalam situasi dan kondisi eskalasi politik PRRI, Mohamad Hatta sebagai Wakil Presiden mengundurkan diri tanggal 20 Juli 1956. Surat kabar Harian Rakyat memberikan komentar di kolom pojok: ‘Dwi Tunggal, Tanggal Tunggal Tinggal Tunggal’. Kini, Soekarno tinggal sendirian dari tiga founding father RI. Memang Soekarno masih mengandalkan Abdoel Haris Nasoetion dan Mohamad Jamin di lingkaran satu untuk tetap menjaga hubungan baik Djakarta dengan Sumatra Tengah dan Tapanoeli. Di parlemen tentu masih ada Zainul Arifin Pohan. Mungkin, Soekarno teringat Amir Sjarifoeddin saat mana Dwi Tunggal tanggal tunggal tinggal tunggal. Soekarno memanggil Arifin Harahap untuk duduk di kabinet. Mr Arifin Harahap adalah adik Amir Sjarifoeddin. Tidak lama setelah Arifin Harahap, Soekarno juga kemudian memanggil Adam Malik untuk duduk di kabinet. Arifin Harahap selama ini rezim Soekarno, menjabat sebagai menteri selama tujuh tahun (1959-1966) dalam tujuh kabinet yang berbeda. Pada masa transisi dari rezim Soekarno (orde lama) ke rezim Soeharto (orde baru) Adam Malik adalah salah satu dari trio pendiri rezim Soeharto. Trio baru ini seakan mengulang kembali trio lama, tiga founding father (Soekarno. Hatta dan Amir). Trio Lama (Sukarno, Hatta, Amir) telah digantikan oleh Trio Baru (Suharto, Sultan, Adam).

Trio baru Indonesia benar-benar telah hadir. Seperti kita lihat nanti, Soeharto sejak 22 Februari 1967sebagai pejabat presiden dan tanggal 27 Maret 1968 menjadi presiden (tanpa ada wakil). Kelak 24 Maret 1973 Hamengkubuwana IX menjadi wakil presiden dan tanggal 23 Maret 1978 Adam Malik juga sebagai wakil presiden. Trio baru sendiri di dalam negeri memiliki banyak masalah yang harus diselesaikan. Sementara di luar negeri masih tersisa soal Ganjang Malaysia.


De nieuwe Limburger, 19-04-1966: ‘Kebijakan "Ganjang Malaysia" sedang melambat. Dalam kapasitasnya sebagai Wakil Perdana Menteri untuk pertahanan dan keamanan negara, "orang kuat" Soeharto memang telah menyatakan bahwa konfrontasi akan terus berlanjut, tetapi ia juga menambahkan bahwa penyelesaian kesulitan antara Indonesia dan Malaysia akan disambut baik. Agitasi Sukarno terhadap Malaysia yang kecokelatan, seperti semua agitasi di masa lalu yang bertujuan mengalihkan perhatian dari kenyataan, telah memakan biaya besar. Bukan tanpa alasan kata "Malaysia" dalam bahasa Indonesia ditulis sebagai "Malay$ia" oleh para pencemooh. Rezim baru di Jakarta berorientasi pada penghematan. Sultan Hamengkoe Boewono telah menegaskan: semua pengeluaran yang dapat dihindari tidak boleh lagi diizinkan. Hanya dengan demikian Indonesia dapat menemukan jalan untuk kembali mendapatkan kredibilitas di mata dunia luar. Karena kredit, dalam bentuk apa pun, pasti akan diperlukan untuk memulihkan kesehatan ekonomi negara. Lebih banyak lagi yang diharapkan di Jakarta’.

Seperti yang disebut di atas, dalam Kabinet Dwikora III atau Kabinet Dwikora yang Disempurnakan Lagi ini (sejak 30 Maret 1966), selain Sri Sultan Hamengkubuwana IX sebagai Wakil Perdana Menteri IV; Soeharto Wakil Perdana Menteri V dan Adam Malik sebagai Wakil Perdana Menteri VI (Bidang Sosial dan Politik) dan Menteri Luar Negeri. Lantas mengapa Jenderal AH Nasoetion diposisikan sebagai Menteri/Wakil Panglima Besar Komando Ganjang Malaysia?


Ganyang Malaysia adalah sebuah slogan dan kebijakan yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1963 sebagai bentuk perlawanan terhadap pembentukan Federasi Malaysia tanggal 16 September 1963, yang dianggap sebagai bentuk neokolonialisme Inggris di Asia Tenggara. Indonesia menolak penggabungan Sabah, Sarawak, dan Singapura dengan Federasi Malaysia, yang dianggap sebagai upaya Inggris untuk memperluas pengaruhnya di kawasan. Kebijakan "Ganyang Malaysia" diwujudkan dalam berbagai bentuk, termasuk infiltrasi militer ke wilayah Malaysia, demonstrasi anti-Malaysia, dan upaya diplomasi untuk menekan Malaysia. Ganyang Malaysia juga dipicu, karena belum lama Indonesia berhasil membebaskan Irian Barat dari Belanda dan secara resmi kembali ke pangkuan Republik Indonesia pada 1 Mei 1963. Sebelum itu, Pemerintah Indonesia berhasil meredam pemberontakan PRRI/Permesta (1956-1959). Dalam fase tingkat eskalasi politik yang tinggi ini Jenderal AH Nasoetion memainkan peran penting. Lantas apakah ini yang menjadi sebab AH Nasoetion dipanggil kembali untuk mengisi posisi sebagai Menteri/Wakil Panglima Besar Komando Ganjang Malaysia? Satu yang jelas, Soeharto yang tengah naik daun (untuk menggantikan peran Soekarno) tidak terlalu tertarik melanjutkan kebijakan Ganjang Malaysia yang juga diamini oleh Hamengkoeboewono IX.  Bagaimana dengan Adam Malik? Foto: Presiden Soekarno sedang memberikan keterangan tentang pembentukan kabinet Ampera kepada wartawan di Istana Merdeka pada tanggal 25 Juli 1966. Tampak trio baru Indonesia duduk menghadap lensa: Letnan Jenderal Soeharto sebagai pengemban TAP MPRS No. IX tahun 1966 yang ditugaskan oleh Presiden Soekarno untuk membentuk kabinet Ampera, Adam Malik (Menteri utama bidang Politik/ Menteri Luar Negeri) dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX (Menteri utama Ekonomi dan Keuangan    

Dalam Kabinet Ampera (I) yang dimulai 28 Juli 1966, jabatan Menteri/Wakil Panglima Besar Komando Ganjang Malaysia ditiadakan. Jenderal AH Nasoetion kemudian diangkat sebagai Ketua MPR sejak 21 Juni 1966. Apakah ini menjadi isyarat konfrontasi Ganjang Malaysia akan berakhir? Dalam perkembangannnya sejak 12 Maret 1967 Soeharto menggantikan presiden Soekarno. Untuk memulihkan hubungan Indonesia dan Malaysia akan diperankan oleh Adam Malik (sebagai Menteri Luar Negeri).


Dalam Kabinet Ampera (II) sejak 17 Oktober 1967, Trio baru Indonesia sudah sepenuhnya berkuasa: Soeharto sebagai presiden dan merangkap sebagai Menteri Pertahanan/Panglima ABRI; Sri Sultan Hamengkubuwana IX sebagai Menteri Negara Ekonomi, Keuangan, dan Industri; dan Adam Malik sebagai Menteri Luar Negeri. Komposisi Trio baru Indonesia masih tetap sama dalam Kabinet Pembangunan I sejak 10 Juni 1968, namun dalam perkembangannya, sejak 19 November 1969 ditambahkan jabatan baru Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkomkamtib) yang merangkap sebagai Wakil Panglima ABRI yang ditempati oleh Jenderal Maraden Panggabean. Pada Kabinet Pembangunan (II) sejak 28 Maret 1973 Hamengkoeboewono IX sebagai Wakil Presiden dan Jenderal Maraden Panggabean menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI. Untuk Pangkomkamtib dijabat Jenderal Soemitro. Namun pasca peristiwa Malari, sejak 2 Maret 1974 Pangkomkamtib diambil alih oleh Presiden Soeharto. Pada Kabinet Pembangunan (III) sejak 31 Maret 1978 giliran Adam Malik yang menjadi Wakil Presiden. Jabatan Wakil Presiden mengakhiri karir politik Hamengkoeboewono IX dan Adam Malik. Trio batu Indonesia tinggal tunggal: Soeharto (baru berakhir pada kabinet Kabinet Pembangunan VII yang baru berumur dua bulan (21 Mei 1998).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pembangunan Pertanian dan Industri: Swasembada Beras Menuju Swasembada Pangan  

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

 *Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar