STOVIA Voetbal Club sudah sangat lama tidak terdengar kabar beritanya. STOVIA VC terakhir bertanding setelah menyelesaikan kompetisi sepakbola di Jakarta pada paruh pertama tahun 1913. Baru pada tahun 1926, STOVIA muncul kembali di dalam lapangan sepakbola, tetapi tidak di dalam kompetisi yang ada di Batavia. Nama STOVIA VC tidak berada di kompetisi sepakbola ETI (Eropa/Belanda) juga tidak di kompetisi sepakbola pribumi. Perseteruan dua bond di Jakarta ini, mungkin STOVIA tidak mau melibatkan diri karena dua hal, Pertama, STOVIA kini mahasiswanya tidak sesolid dulu lagi, karena di STOVIA kini juga terdapat anak-anak Eropa/Belanda. Kedua, mahasiswa STOVIA asli pribumi sudah semakin sulit membagi waktu karena kesibukan dengan berbagai agenda kepemudaan dan politik praktis.
Pada
tahun ini (1926), STOVIA genap berusia 75 tahun. Itu dihitung dari kelahirannya
tahun 1851. Selama 75 tahun itu sudah banyak berubah dan jauh berubah. Pada
awalnya perkuliahan hanya dua tahun, kemudian tiga tahun, bertambah lagi menjadi
tujuh tahun, lantas menjadi sembilan tahun. Pada tahun 1902 yang dulu namanya
Docter Djawa School menjadi STOVIA, kemudian berganti nama menjadi Geneskunde
School. Sebelum bernama Docter Djawa School namanya adalah Kweekschool.
Sekedar
mengingat kembali bahwa Docter Djawa School mahasiswanya hanya sekitar delapan
hingga sepuluh orang. Siswa-siswa pertama yang diterima dari luar Jawa di
Docter Djawa School adalah berasal dari afdeeling Mandheling en Ankola (kini
menjadi afdeeling Padang Sidempuan). Siswa-siswa pertama datang pada tahun
1854. Anak-anak Padang Sidempuan diterima secara regular hingga tahun 1902. Ada
yang sekelas dengan Dr. Wahidin dan ada yang sekelas dengan Dr. Tjipto. Pada
era STOVIA anak-anak Padang Sidempuan terus berdatangan meski persyaratannya
lebih sulit, misalnya harus lulusan MULO, AMS atau lainnya. Untuk menempuh MULO
dan AMS anak-anak Padang Sidempuan tetap bersemangat meski itu harus dilakukan
di Padang, Medan atau Batavia. Diantara alumni STOVIA yang melakukan serupa itu
asal Padang Sidempuan yang terkenal adalah Dr. Radjamin Nasution, Dr. Abdul
Rasjid Siregar, Dr. Djabangoen Harahap, Dr. Alinoedin Pohan. Pada tahun 1918,
ketika Ida Loemongga diterima di STOVIA, pada saat naik ke tahun kedua
persiapan justru direkomendasi oleh pimpinan STOVIA untuk langsung kuliah ke
Leiden. Anak seorang dokter asal Padang Sidempuan (alumni Docter Djawa School
1902) pada umur 18 tahun berangkat studi kedokteran ke Belanda.Tidak pernah
pulang-pulang hingga menyelesaikan PhD-nya di bidang kedokteran. Dr. Ida
Loemongga br. Nasution, PhD adalah satu dari tujuh orang Indonesia pertama
bergelar doktor, orang pertama dokter Indonesia bergelar.doktor dan doktor
pertama perempuan Indonesia.
Untuk
merayakan ulang tahun ke-75 dari STOVIA diselenggarakan kompetisi sepakbola antara
STOVIA, Rechts Hoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) dan Technische Hoogeschool (Sekolah
Tinggi Teknik). Turnamen yang digelar di Jakarta ini disebut STOVIA-beker (Bataviaasch
nieuwsblad, 18-09-1926). Tim sepakbola STOVIA yang sekarang sudah
berwarna-warni, bukan lagi 100 persen pribumi, tetapi sudah ada mahasiswa
Eropa/Belanda dan Tionghoa. Demikian juga dari
Rechts Hoogeschool yang dari Jakarta maupun Technische Hoogeschool dari
Bandung. Beberapa pemain dari Tim STOVIA yang ikut turnamen ulang tahun STOVIA ini
adalah mahasiswa-mahasiswa yang juga menjadi pemain dari klub yang berkompetisi
di Bataviasch Voetbal Bond. Mahasiswa yang bermain di kompetisi sepakbola (bond)
pribumi tampaknya tidak ada.