Selasa, 04 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (26): Pulo Belitung Antara Pulau Bangka dan Selat Karimata; Kalau Sangka Jauh di Mata, Dekat di Hati


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Nama pulau Belitung sudah dikenal sejak lama. Namun namanya pasang surut, tenggelam. diantara nama-nama besar: nama pulau Bangka dan nama selat Karimata. Saya baru kali ini memperhatikan pulau Belitung. Semua itu karena di dalam perjalanan hidup saya yang pernah berkunjung ke seluruh wilayah di Indonesia, saya baru menyadari dan dapat dikatakan ternyata saya belum pernah mengunjungi pulau Belitung. Boleh jadi saya telah melewatinya baik melalui moda transportasi laut maupun transportasi udara. Ketika pernah berkunjung ke pulau Bangka, tampaknya saya hanya terbatas di pulau Bangka. Kalau disangka jauh di mata, tetapi kini dekat di hati.


Belitung, atau Belitong (bahasa setempat, diambil dari nama sejenis siput laut), dulunya dikenal sebagai Billiton adalah sebuah pulau di lepas pantai timur Sumatra, diapit oleh Selat Gaspar dan Selat Karimata. Pulau ini terkenal dengan lada putih (Piper sp.) yang dalam bahasa setempat disebut sahang dan bahan tambang tipe galian-C seperti timah putih, pasir kuarsa, tanah liat putih (kaolin), dan granit. Akhir-akhir ini menjadi tujuan wisata alam alternatif. Pulau ini dahulu dimiliki Britania Raya (1812), sebelum akhirnya ditukar kepada Belanda, bersama-sama Bengkulu, dengan Singapura dan New Amsterdam (sekarang bagian kota New York). Kota utamanya adalah Tanjung Pandan. Pulau Belitung terbagi menjadi 2 kabupaten yaitu Kabupaten Belitung, beribukota di Tanjung Pandan, dan Belitung Timur, beribukota Manggar. Sebagian besar penduduknya, terutama yang tinggal di kawasan pesisir pantai, sangat akrab dengan kehidupan bahari yang kaya dengan hasil ikan laut. Sumber daya alam yang tak kalah penting bagi kehidupan masyarakat Belitung adalah timah. Usaha pertambangan timah sudah dimulai sejak zaman Hindia Belanda. Penduduk Pulau Belitung terutama adalah suku Melayu (bertutur dengan dialek Belitung) dan keturunan Tionghoa Hokkien dan Hakka (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah pulau Belitung, antara pulau Bangka dan pulau Karimata? Seperti disebut di atas, nama pulau Belitung sudah dikenal sejak lama, namun pasang surut tenggelam di bawah nama besar Bangka dan Karimata. Kini, siapa sangka jauh di mata tetapi dekat di hati. Lantas bagaimana sejarah pulau Belitung, antara pulau Bangka dan pulau Karimata? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 03 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (25): Warga Cina dan Orang Tionghoa di Bangka - Belitung; Sejarah Migran Asal Tiongkok Hindia Timur


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Warga Cina menjadi Orang Tionghoa. Begitulah sejarahnya. Bermula dari masa lampau, bahkan sejak zaman kuno. Pada era Portugis orang Tiongkok sudah banyak yang berdagang ke wilayah Hindia Timur. Populasinya semakin meningkat pada era VOC/Belanda. Sejak era Pemerintah Hindia Belanda banyak yang menetap, yang kemudian muncul nama Tionghoa yang kini menjadi warga negara Indonesia. Namun sebaliknya banyak juga yang Kembali ke Tiongkok, berbeda dari masa ke masa. Bagaimana para migran asal Tiongkok di kepulauan Bangka dan Belitung sejak tempo doeloe?


Tionghoa Bangka-Belitung adalah etnis Tionghoa tinggal di wilayah Bangka Belitung, salah satu daerah dengan konsentrasi etnis Tionghoa yang besar di Indonesia. Awal kedatangan skala besar orang Cina di Bangka Belitung tahun 1700-1800-an. Orang Hakka didatangkan dari berbagai wilayah di Guangdong Huizhou, Chaozhou tenaga penambang timah. Sebagian besar etnis Tionghoa di Bangka Belitung Orang Hakka, minoritas Orang Minnan (Hokkian). Sensus 1920, populasi orang Cina di Bangka 44% dari 154.141 jiwa. Etnik Tionghoa di Bangka dan Belitung terbesar kedua setelah suku Melayu. Budaya Tionghoa di Bangka sedikit berbeda dengan di Belitung. Orang Cina di Bangka didatangkan awal abad ke-18 ketika pertambangan resmi dibuka. Umumnya tidak membawa istri, menikahi penduduk asli, sehingga Tionghoa di Bangka sebagian besar peranakan berbicara bahasa Hakka bercampur Bahasa Melayu. Tionghoa Belitung dianggap "totok" datang pada abad ke-19 membawa istri, beradaptasi dengan kebudayaan Nusantara. Mereka masih berbicara dengan Bahasa Hakka yang asli. Tokoh-tokoh Tionghoa Bangka-Belitung: Lim Tau Kian, Lim Boe Sing, Tjoeng A-tiam, mayor Cina di Mentok. Tan Hong Kwee, kapten Cina di Mentok 1832 – 1839, Tony Wen, lahir di Sungailiat, pejuang kemerdekaan Indonesia. Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Bupati Belitung Timur dari 3 Agustus 2005 sampai 22 Desember 2006 dan Gubernur DKI Jakarta dari 16 Oktober 2014 sampai 9 Mei 2017, Myra Sidharta, penulis dan sinolog dari Belitung. Sandra Dewi, aktris. Rudianto Tjen, politikus, Hidayat Arsani, Wakil Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Bambang Patijaya, politisi/(anggota DPR (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah warga Cina dan orang Tionghoa di Bangka Belitung? Seperti disebut di atas, orang Tionghoa cukup banyak di Bangka Belitung yang merupakan bagian dari sejarah migran asal Tiongkok di Hindia Timur. Lantas bagaimana sejarah warga Cina dan orang Tionghoa di Bangka Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bangka Belitung (24): Pulau Tujuh, Pulau Sengketa Riau dan Bangka Belitung; Pulau Berhala, Sengketa Antara Riau-Jambi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Pulau Tujuh? Mengapa kini penting. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, pulau ini tidak diperhatikan bahkan kurang terinformasikan. Meski demikian, nama pulau Tujuh sudah dikenal lama, suatu pulau yang di dalam peta-peta Pemerintah Hindia Belanda diidentifikasi dalam peta Bangka. Apakah pulau Tujuh diidentifikasi dalam peta (kepulauan) Riau? Yang jelas pada masa ini menjadi dipersengkatakan antara Riau dan Bangka Belitung.


Inilah Sejarah Pulau Tujuh, Lokasi Dekat Bangka Belitung yang Kini Jadi Milik Kepulauan Riau. BANGKAPOS.COM - Hampir 20 tahun menjadi sengketa sekaligus bom waktu bagi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Provinsi Kepulauan Riau, kini jelas sudah status Pulau Tujuh. Sempat dipertahankan Babel sebelumnya, Pulau Tujuh saat ini sudah masuk ke dalam wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Hal itu tertuang dalam terbitnya Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 050-145 tahun 2022 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, dan Pulau tahun 2021 yang disahkan tanggal 14 Februari 2022. Sejak enam bulan lalu, pulau dengan jumlah tujuh gugusan itu bukan lagi termasuk wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Di dalam Kepmendagri Nomor 050-145 tahun 2022, Desa Pekajang di Pulau Tujuh ditetapkan sebagai bagian Kecamatan Lingga, Provinsi Kepulauan Riau. Posisi Desa Pekajang berkode 21.04.02.2001 berada paling atas desa-desa lainnya di Kecamatan Lingga, Kabupaten Lingga, Kepri. Secara geografis, Pulau Tujuh memang lebih dekat dengan Kabupaten Bangka, ketimbang Kepulauan Riau. Dari Bangka, perjalanan ke Pulau Tujuh hanya tiga jam dari Teluk Limau, Parittiga, Bangka Barat sementara dari Lingga delapan jam. Namun begitu, keputusan masuknya gugusan Pulau yang berada di utara Pulau Bangka ini ke Provinsi Kepulauan Riau ternyata tak berlandaskan satu dua alasan saja (https://bangka.tribunnews.com/2022/08/05/)

Lantas bagaimana sejarah Pulau Tujuh, pulau sengketa Riau dan Bangka Belitung? Seperti disebut di atas, pada masa ini ada sejumlah pulau(-pulau) yang dipersengkatan antara satu daerah dengan daerah lain. Sebelumnya juga pulau Berhala, sengketa antara Riau dan Jambi. Lalu bagaimana sejarah Pulau Tujuh, pulau sengketa Riau dan Bangka Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 02 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (23): Pulau Lepar, Selat Gaspar. Antara Bangka dan Belitung; Mengapa Penting Sejarah Pulau Lepar?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Nama pulau Lepar sudah dikenal sejak lama, bahkan sejak era Portugis. Meski dalam sejarahnya, pulau Lepar tidak terlalu penting (karena kontribusinya dalam pertambangan timah), tetapi pulau Lepar memiliki sejarahnya sendiri. Dalam hal ini pulau Lepar berada di selat gaspar dimana antara pulau Bangka dan pulau Belitung terdapat pulau Lepar di barat dan pulau Mendanau di timur yang disela oleh pulau Liat (pulau Pongok). Ibarat pada suatu masa antara pulau Bangka dan pulau Belitung dihubungkan dengan jembatan, tiga pulau ini pasti sejarahnya tidak terlupakan.


Pulau Lepar adalah sebuah pulau yang terletak di lepas pantai tenggara Pulau Bangka. Secara administrasi pemerintahan, pulau ini merupakan bagian dari Kabupaten Bangka Selatan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dan merupakan pulau terbesar ketiga di provinsi tersebut setelah Pulau Bangka dan Belitung, dengan luas 169 km2. Pualu Lepar terletak di Selat Gaspar yang memisahkan kedua pulau tersebut. Pulau ini membentang dari timur ke barat sekitar 22 km dan 17 km dari utara ke selatan, dengan kota-kotanya Tanjunglabu, Tanjungsangkar, dan Penutuk yang menjadi pusat populasi utama. Pulau ini diadministrasikan sebagai Kecamatan Lepar Pongok, yang dulunya mencakup Pulau Pongok—sebuah pulau berdekatan yang berukuran sedang—sampai tahun 2012 ketika dimekarkan sebagai kecamatan sendiri dengan nama Kecamatan Kepulauan Pongok. Pulau ini sebagian besar datar tanpa ketinggian yang menonjol, dengan sisi tenggara memiliki lereng paling curam. Ia dipisahkan dari Pulau Bangka oleh sebuah selat yang dikenal sebagai Selat Lepar. Pulau ini dikelilingi oleh sekitar selusin pulau kecil, beberapa di antaranya tidak berpenghuni. Empat sungai kecil mengalir di pulau itu, bernama Pangku, Elang, Bunut, dan Bayan. Kecamatan Lepar dibagi menjadi 4 desa, yang juga mencakup pulau-pulau kecil di sekitar Lepar: Penutuk, Tanjung Labu, Tanjung Sangkar dan Kumbung (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah pulau Lepar di selat Gaspar, antara Bangka dan Belitung? Seperti disebut di atas, pulau Lepar sebagai pulau besar diantara Bangka dan Balitung yang kini sebagai satu kecamatan memiliki sejarah sendiri yang menjadi bagian sejarah Bangka Belitung yang menyebabkan mengapa penting sejarah Pulau Lepar? Lalu bagaimana sejarah pulau Lepar di selat Gaspar, antara Bangka dan Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bangka Belitung (22): Telegraf dan Telepon Bangka-Belitung; Telekomunikasi Awal Sejak Era Pemerintah Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Dalam sejarah pembangunan, berbagai aspek pembangunan seharusnya mendapat perhatian dalam narasi sejarah. Namun hari ini tidak demikian. Narasi sejarah hanya pada sebagian bidang pembangunan. Di wilayah Bangka dan Belitung, seperti di banyak wilayah di Indonesia, narasi sejarah pembangunan masih kurang terinformasikan. Dalam artikel sebelumnya sudah mulai dirintis sejarah pembangunan jalan di Bangka dan Belitung, juga sejarah bandara dan sejarah pembangunan kereta api. Tentu saja masih banyak lagi bidang yang kurang terinformasikan termasuk pembangunan listrik dan pembangunan telekomunikasi.


Ada tiga pulau besar di Indonesia yakni Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Posisi kepulauan Bangka Belitung dan kepulauan Riau, meski kurang mendapat perhatian, tetapi dalam sejarah pembangunan telekomuni di Indonesia, pada era Hindia Belanda, posisinya menjadi penting karena berada diantara daratan-daratan penting yang intensitas pembangunannya meningkat. Sebagai misal pembangunan lapangan terbang di Bangka Belitung diadakan karena factor strategis, bahkan posisinya strategis dari sisi lua negara (Singapoera). Dalam hal ini juga, posisi strategis pulau Bangka dan Belitung menjadi penting dalam pembangunan (jaringan) telekomunikasi.

Lantas bagaimana sejarah telekomunikasi di Bangka dan Belitung? Seperti disebut, sebagai bagian dari pembangunan, sejarah awal telekomunikasi di Bangka dan Belitung dihubungkan sejak era telegraf dan telepon pada masa Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah telekomunikasi di Bangka dan Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 01 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (21): Latif Pane, Kepala Pengadilan (Landraad) di Pangkal Pinang;Pecatur Terkenal Era Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Indonesia itu sangat luas, dari Sabang hingga Merauke. Demikian juga pada era Pemerintah Hindia Belanda, antara pulau Weh hingga pulau Papua. Gambaran pemerintahan nasional pada masa kini tidak berbeda jauh dibanding pada era Hindia Belanda. Seorang pejabat dari satu daerah ke daerah lain, demikian sebaliknya. Banyak diantara mereka yang putra-putrinya lahir di Bangka Belitung. Satu pejabat yang berasal dari Padang Sidempoean pernah bertugas di Pangkal Pinang pada era Pemerintah Hindia Belanda, Latif Pane.


Dalam laman Wikipedia, banyak nama dalam Daftar tokoh Kepulauan Bangka Belitung. Namun hanya daftar itu memuat tokoh-tokoh yang berasal dari provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tokoh bidang Politikus, Negarawan, Pengusaha, Pemuda dan lainnya, antara lain Prof. Adrianus Meliala, Antasari Azhar, Prof. Ahmad Noermandi, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Ir. Ahmad Damiri, Chandra Setiawan, DN Aidit, Daniel Tjen, Hanta Yuda, Hendra Lie, Lili Pintauli Siregar, Rustam Effendi, Satrio Budihardjo Joedono, Tan Tjhoen Lim, The Chung Shen, Soeseno Tedjo, Yusril Ihza Mahendra, Brigjen Roma Hutajulu. Penulis, Ilmuwan, Seniman, Musisi, Budayawan, Tokoh Pemuda, Olahragawan, Wartawan dan sebagainya, diantaranya Andrea Hirata, Delon, Idang Rasjidi, Rafika Duri, Rosiana Silalahi, Supardi Nasir, Tarman Azzam. Pahlawan Bangka dan Belitung, antara lain Batin Tikal, Depati Amir, Depati Bahrin, Depati Hamzah, Hamidah, Hanandjoeddin, Depati Tjakraningrat dan Tony Wen.

Lantas bagaimana sejarah Latif Pane, Kepala Pengadilan Landraad di Pangkal Pinang, Bangka? Seperti disebut di atas, banyak tokoh yang lahir maupun yang pernah berkiprah di Bangka dan Belitung. Satu nama local terkenal adalah Basuki Tjahaja Purnama. Namun diantaranya banyak tokoh di masa lalu, ada nama Latif Pane, seorang ahli hukum yang juga pecatur terkenal di zaman Satur Batak era Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah Latif Pane, Kepala Pengadilan Landraad di Pangkal Pinang, Bangka? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.