Selasa, 24 November 2020

Sejarah Singapura (4): Sejarah Selangor di Semenanjung Malaya; Sutan Puasa, Asal Tapanuli Sumatra Pendiri Kota Kualalumpur

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Singapura dalam blog ini Klik Disini 

Kawasan Aisa Tenggara, tempo doeloe tidaklah sekaku ASEAN yang sekarang. Semuanya sangat cair. Di satu sisi penduduk setempat (pribumi) dan di sisi lain para pendatang (India, Tiongkok dan Eropa). Penduduk pribumi direpresentasikan dengan munculnya kerajaan-kerajaan atau kesultanan-kesultanan. Dalam konteks inilah kontak hubungan dagang antara pendatang dan dengan kerajaan-kerajaan dan kesultanan-kesultanan yang terbentuk kemudian. Salah satu kesultanan baru di Semenanjung Malaya berada di Selangor.

Kawasan Asia Tenggara sudah sejak jaman kuno sebagai perlintasan antara barat dan timur. Orang-orang India, Persia dan Arab dari barat dan orang-orang Tiongkok dan Jepang dari timur. Sebelum kedatangan orang Eropa, orang-orang Moor mengambil bagian dalam perdagangan yang mendampingi para pedagang-pedagang Tiongkok, India dan Arab serta Persia. Orang-orang Moor adalah pelaut-pelaut tangguh beragama Islam yang berasal dari Afrika Utara di laut Mediterania. Orang Moor adalah pendahulu (predecessor) para tetangganya orang-orang Portigis dan Spanyol. Orang Portugis di Malaka sejak 1512. Baru pada tahun 1597 orang-orang Belanda menyusul yang keudian diikuti oleh orang-orang Inggris.

Lantas bagaimana sejarah Selangor? Tentu saja sudah banyak ditulis. Namun sejauh ditemukan fakta dan data baru, penulisan narasi sejarah Selangor tetap penting. Lantas bagaimana sejarah Selangor bermetamorfosis dengan kedatangan orang-orang Mandailing dan Angkola ke Semenanjung Malaya. Satu yang pasti kota Kualalumpur yang sekarang didirikan oleh orang-orang Mandailing dan Angkola dari Sumatra (Tapanoeli). Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Singapura (3): Sejarah Ekonomi dan Perdagangan di Selat Malaka; Kisah John Anderson, Penulis Inggris di Penang 1823

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Singapura dalam blog ini Klik Disini

Ada satu masa sebelum terbentuknya Malaya dan sebelum Singapura menjadi pelabuhan yang penting. Pada masa itu, memang nama John Anderson tidak terlalu penting di dalam perselisihan antara Belanda dan Inggris, tetapi John Anderson memainkan peran yang penting dalam penyelidikan potensi ekonomi perdagangan di Selat Malaka (Semenanjung Malaya dan pantai timur Sumatra). Seperti peneliti-peneliti Belanda, John Anderson juga memberi advis kepada pemerintah dan mempublikasikan hasil penyelidikannya. Publikasi-publikasi tersebutlah yang juga dapat dijadikan sumber sejarah.

Dalam penulisan narasi sejarah, berita-berita di surat kabar tidak cukup, Dokumen-dokomen pemerintah (VOC) juga tidak cukup. Laporan-laporan perjalanan dan laporan-laporan penyelidikan di suatu kawasan dapat memperkaya data sejarah yang ada. Seperti halnya Sarikat Perdagangan Inggris di India (British East India Company), upaya pengumpulan data sejarah ini sudah dilakukan oleh para pedagang (pemerintah) VOC. Sejak VOC mengusir Portugis di Malaka tahun 1643, laporan-laporan di kawasan selat Malaka sudah ada yang ditulis oleh Belanda. Dalam hal ini, laporan John Anderson harus dianggap sebagai bagian mempetrkaya sejarah semenanjung Malaya secara umum dan sejarah Singapoera secara khusus.

Siapa John Anderson adalah satu hal, Apa yang dilakukan Jhon Anderson adalah hal lain lagi. Yang jelas John Anderson berada pada masa dimana situasi dan kondisi di Semenanjung Malaya (termasuk pulau Singapoera) sangat menentukan. Bagaimana semuanya terhubung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 23 November 2020

Sejarah Riau (13): SM Amin Nasution, Gubernur Pertama Provinsi Riau di Tanjung Pinang; Kaharuddin Nasution di Pekanbaru

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Riau di blog ini Klik Disini 

Sejarah Riau sejatinya, dari sudut pandang masa lalu, memiliki sejarah yang sudah kuno. Namun dari sudut pandang masa kini, sejumlah pihak memandang Riau seakan baru meiliki sejarah. Dunia sejarah seringkali terbalik sehingga terkesan ada kekacauan sejarah. Hal ini boleh jadi karena sejarah Riau sempat mengalami distorsi, yang mana sejarah lama tidak bersifat kontinu dengan sejarah masa kini. Sejarah kesultanan di (kepulauan) Riau secara defacto telah berakhir pada era kolonial Belanda sejak 1857.

Apa yang terjadi di Riau, sesunggunya juga ditemukan di tempat lain, bahkan juga di (pulau) Jawa. Suksesi (promosi vs degradasi) ini pada era kolonial Belanda sangat intens. Suksesi-suksesi ini juga sejatinya sudah muncul pada era VOC bahkan pada era Portugis. Suksesi-suksesi ini selain di (kepulauan) Riau, juga terjadi di pantai barat dan pantai timur Sumatra (termasuk di pedalaman Tapanoeli). Sebagai contoh, sejarah Bengkalis, nyaris terlupakan sebagai pendahulu (predecesson) Deli, khusunya Kota Medan. Dalam narasi sejarah masa kini, kita tidak temukan sejarah Bengkalis di dalam narasi sejarah Kota Medan atau sebaliknya tidak ditemukan sejarah Kota Medan di dalam narasi sejarah Bengkalis. Oleh karena itu yang muncul adalah reduksi narasi sejarah—akibatnya dari analisis sejarah akan terbentuk pemahaan yang keliru (kekacauan sejarah).

Dalam perspektif sejarah masa kini, dua gubernur Riau yang pertama berasal dari Tapanoeli. Tentu saja, meski sama-sama memiliki marga yang sama, diantara keduanya tidak meiliki relasi keluarga. Namun mengapa dua tokoh ini yang muncul sebagai Gubernur Riau di masa awal provinsi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Riau (12): Sejarah Akhir Kolonial Belanda, Awal Pendudukan Militer Jepang; Sejarah Kehadiran Orang Tapanuli di Riau

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Riau di blog ini Klik Disini

Pemerintahan di Riau lebih dahulu eksis jika dibandingkan pemerintahan di Tapanoeli. Pemerintahan di Riau sudah dimulai sejak 1823, sedangkan di Tapanoeli baru dimulai pada tahun 1840. Lalu dari Riau dan Tapanoeli pemerintahan di pantai timur Sumatra pemerintahan diperluas. Dalam hal ini, pemerintahan di pantai timur Sumatra tumbuh setelah pemerintahan di Riau dan Tapanoeli berkembang.

Seperti di berbagai tempat, terutama di (pulau) Jawa, urutan prioritas pemerintah (baca: era Pemerintah Hindia Belanda) dalam pembangunan wilayah (baca: daerah) dimulai dari pengembangan ekonomi perdagangan yang diiringi dengan pembangunan infrastruktur (pelabuhan, jalan dan jembatan). Setelah itu pengembangan sosial, terutama dalam hal bidang kesehatan dan pendidikan. Namun dampak pembangunan wilayah, terutama di bidang kesehatan dan pendidikan, penduduk di West Sumatra dan Tapanoeli meresponnya dengan baik. Hal itulah yang menyebabkan guru dan dokter surplus di dua wilayah tersebut. Surplus itu kemudian mengalir (baca: diarahkan pemerintah): dari West Sumatra ke Siak, Jambi dan Bengkoelen; dari Tapanoeli ke Riau, Oost Sumatra dan Atjeh. Hal itulah yang menyebabkan kehadiran orang Tapanoeli di Riau sejak era kolonial Belanda. Adanya jalur pendek (Padang Lawas, Rokan dan Bengkalis) menyebakan akses Tapanuli dan Riau semakin intens.

Kehadiran orang Tapanuli di Riau adalah satu hal. Hal lain yang lebih penting adalah bagaimana akhir era kolonial Belanda di Riau dan awal pendudukan militer Jepang di Riau? Yang jelas pembangunan di pantai timur Sumatra (terutama di Sumatra Timur) sudah jauh lebih maju dibandingkan di Sumatra Barat, Tapanoeli dan Riau. Lantas bagaimana situasi dan kondisi di Riau pada akhir era kolonial Belanda dan pada awal pendudukan militer Jepang di Riau? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.